Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kriminalisasi di Jalur Gaza

Israel mulai mengkriminalisasi pekerja kemanusiaan di Gaza. Diduga sebagai upaya untuk mendepak Hamas dari pemerintahan.

12 September 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAQER Alatar menyangkal. Ia tak mengenal pesakitan yang tengah diadili di persidangan Israel dengan tuduhan penggelapan itu. Tuduhan yang serius: penyelewengan dana kemanusiaan sebesar US$ 40 juta lebih untuk kemudian dialirkan kepada kelompok Hamas, buat membangun terowongan rahasia dan membeli senjata. Dan ini telah berlangsung selama sepuluh tahun.

"Saya hanya mengenal wajahnya. Mungkin saya pernah mengucapkan selamat pagi kepadanya," kata Alatar, pengusaha agrobisnis, di kantornya di Gaza utara, awal pekan lalu, seperti dikutip Yahoo News. Perusahaannya dituding melakukan kongkalikong dengan si pesakitan, kepala kantor lembaga kemanusiaan Kristen, World Vision, di Gaza. "Saya bahkan tidak menyimpan nomor teleponnya," ujarnya.

Namun Alatar memastikan nilai penggelapan US$ 40 juta lebih itu tak masuk akal. Ia menyebutkan kontrak dengan World Vision maksimal US$ 70 ribu per tahun, dan pendapat ini dikuatkan dengan keterangan World Vision. Lembaga ini mengatakan bahwa kontrak dengan Alatar mencapai US$ 330 ribu selama satu dekade terakhir. "Selama satu dekade terakhir, total dana yang digelontorkan ke Gaza hanya US$ 22,5 juta," demikian pernyataan resmi World Vision.

Dalam kesempatan terpisah, Direktur World Vision International Kevin Jenkins ragu Halabi telah menyelewengkan US$ 40 juta ke kas Hamas. Soalnya, setiap pembelian di atas US$ 80 membutuhkan dua tanda tangan. Adapun tagihan lebih dari US$ 15 ribu harus diteken oleh kantor pusat World Vision di Yerusalem. Pemerintah Jerman dan Australia sebagai pemberi dana pun telah menyewa auditor eksternal untuk menyelidiki tuduhan tersebut, dan belum menemukan kesalahan apa pun.

"Kami bukan organisasi kemarin sore. World Vision memiliki sistem kelas dunia untuk menghindari hal-hal seperti yang dituduhkan terhadap Halabi. Kinerja kami berdasarkan integritas," Jenkins menegaskan.

* * *

Si pesakitan adalah Mohammed al-Halabi. Jaksa mendakwanya telah mengakali sistem pembelian World Vision sehingga akan dimenangkan satu dari dari dua perusahaan yang mengikuti tender. Salah satunya perusahaan agrobisnis Alatar. Setelah perusahaan pemenang tender menagih di luar harga wajar, kelebihan uang tersebut dikembalikan ke Halabi. "Selanjutnya Halabi akan mengirim uang itu ke Hamas," demikian dakwaan jaksa.

Sejak awal, aroma kriminalisasi Halabi sangat kental. Ditangkap oleh lembaga intelijen Israel, Shin Bet, pada 15 Juni saat hendak pulang ke rumah, Halabi baru didakwa pada 4 Agustus 2016. Selama 50 hari dalam tahanan, pria lulusan fakultas teknik ini tidak didampingi pengacara dan diduga telah disiksa.

Protes datang dari World Vision dan lembaga-lembaga pegiat hak asasi manusia. Persidangan yang digelar di Kota Beersheba pada Selasa dua pekan lalu itu juga menuai kritik. Dengan dalih keamanan negara, pengadilan dilakukan secara tertutup. Media dan kolega Halabi dilarang mengikuti sidang. Bahkan pengacaranya mengaku dapat masuk bui jika mengungkap detail dakwaan kepada wartawan.

Keluarga Halabi, yang juga berkecimpung dalam bidang kemanusiaan di Gaza, menuding seorang bekas akuntan World Vision yang kini telah keluar dari Gaza sebagai pembisik Shin Bet. Seorang sumber World Vision menyebutkan lembaganya pernah menyewa auditor eksternal setelah seorang akuntan yang dipecat pada 2015 menuding Halabi memiliki kaitan dengan Hamas. "Tuduhan itu tak pernah terbukti," tutur sumber tersebut, seperti dikutip Yahoo News.

Selain soal penggelapan, Halabi dituduh mengajak seorang pekerja lembaga kemanusiaan asal Inggris, Save The Children, bergabung dengan milisi bersenjata Hamas, Brigade Izzed-Din al-Qassam. Namun kawan dari pekerja Save The Children itu membantah keras. "Ia membenci Hamas karena saudara perempuan, ipar, dan tiga anggota keluarga lainnya tewas dalam penyerbuan Hamas di sebuah masjid Salafi pada 2009," ucapnya.

Pekerja kemanusiaan di Gaza semakin khawatir setelah sepekan dakwaan terhadap Halabi, Shin Bet kembali menangkap seorang pegawai Badan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) di Gaza, Waheed Burish, pada awal Agustus lalu. Pria berusia 38 tahun yang telah bekerja selama 13 tahun untuk UNDP ini dituduh memberikan bantuan materi kepada Hamas. Aktivis hak asasi manusia di Gaza menyebut tudingan-tudingan Israel sebagai sebuah skenario untuk menakut-nakuti organisasi sipil dan internasional yang selama ini bekerja untuk kepentingan warga Palestina.

"Pemerintah Israel dan Shin Bet menggunakan cara-cara kotor untuk mencengkeram bantuan kemanusiaan ke Gaza," ujar Samir Zaqout, Wakil Direktur Pusat Hak Asasi Manusia Al-Mezan di Kota Gaza. Dalam sebuah pernyataan bersama yang langka pada 22 Agustus lalu, sejumlah lembaga kemanusiaan di Gaza dan Israel mengingatkan pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bahwa upaya kriminalisasi yang berujung pada penghentian bantuan ke Gaza akan mempengaruhi 70 persen penduduk yang bergantung pada bantuan. "Akan terjadi krisis kemanusiaan yang luar biasa di Gaza."

Shlomi Eldar, kolumnis untuk Israel Pulse di Al-Monitor, menduga upaya kriminalisasi ini dimanfaatkan oleh Menteri Pertahanan Israel Avigdor Liberman untuk menggulingkan Hamas, yang telah berkuasa selama sembilan tahun di Jalur Gaza. Upaya mempersulit bantuan dana ke Gaza—pemerintah Australia, misalnya, menghentikan sementara bantuan untuk World Vision Gaza—memaksa Hamas mengalokasikan dana mereka sendiri untuk kepentingan rakyat. Jika dana Hamas tak mencukupi, Liberman berharap warga Gaza akan menyingkirkan kelompok itu dalam pemilihan umum.

Penilaian Eldar didukung oleh pernyataan Liberman sehari setelah penangkapan kedua pekerja kemanusiaan itu. "Pendekatan saya adalah rehabilitasi untuk demiliterisasi," kata Liberman kepada wartawan. "Mereka (Hamas) mengambil pajak untuk membangun terowongan, bukannya membangun perumahan. Karena mereka tahu, jika ada krisis (kemanusiaan), Israel akan membantu, PBB membantu, Uni Eropa membantu. Banyak pihak akan membantu Gaza."

Sita Planasari Aquadini (Yahoo News, ABC News, Al-Monitor, The Atlantic)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus