Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Zuhairi Misrawi*
Ketika kudeta tidak disebut kudeta", itulah ungkapan yang mengemuka seputar kontroversi jatuhnya Presiden Mesir Muhammad Mursi, yang terpilih secara demokratis.
Media Barat pada umumnya menyebut pelengseran Mursi sebagai kudeta, tapi media di Mesir dan Timur Tengah tidak. Setidaknya ada empat alasan utama yang menyebutnya bukan kudeta—bahkan para analis Mesir menyebutnya sebagai revolusi jilid II. Pertama, militer mengambil langkah politik berdasarkan mandat dari kaum muda yang mencetuskan gerakan pembangkangan (harakat al-tamarrud) dan mendapatkan 22 juta tanda tangan dari rakyat Mesir. Mereka menuntut Mursi melaksanakan pemilihan presiden dini sebagai koreksi atas mandat yang diberikan rakyat sebagai presiden.
Kedua, militer sangat menggarisbawahi demonstrasi setahun pemerintahan Mursi pada 30 Juni 2013. Aksi yang diklaim melibatkan 30 juta jiwa ini dianggap sebagai demonstrasi terbesar dalam sejarah Mesir dan dunia. Mereka meneriakkan yel-yel irhal (lengser). Menurut demonstran, Mursi dianggap tidak mampu mengemban misi revolusi, seperti menjunjung tinggi demokrasi, hak asasi manusia, dan keadilan sosial.
Ketiga, langkah kudeta oleh militer direstui sebagian besar faksi politik dan organisasi sosial keagamaan. Mayoritas partai politik penentang Mursi, yang tergabung dalam Front Penyelamat Nasional dan Partai Cahaya (hizb al-nur), faksi politik kaum Salafi, juga perguruan tinggi Al-Azhar dan Gereja Kristen Koptik, mendukung militer melakukan kudeta atas rezim Mursi.
Keempat, militer menganggap Mursi tidak mau mendengarkan aspirasi rakyat Mesir, khususnya tuntutan menggelar pemilihan presiden dini. Militer telah memberikan ultimatum 48 jam sebelum pengumuman kudeta agar Mursi memenuhi tuntutan kaum muda tamarrud. Tapi sangat disayangkan Mursi tidak mau mengambil langkah politik yang lebih kecil mudaratnya itu.
Sebenarnya pemilihan presiden dini merupakan jalan tengah yang paling mungkin diambil Mursi, untuk menghindari krisis politik berisiko tinggi. Menurut Muhammad Hasanain Haikal dalam sebuah dialog di televisi CBC Mesir, Mursi tidak mau memenuhi tuntutan gerakan pembangkangan karena ia tahu jika digelar pemilihan dia tidak akan menang.
Hakikatnya, akar utama pelengseran berasal dari hilangnya kepercayaan dan harapan terhadap pemerintah Mursi. Rakyat Mesir menganggap misi revolusi telah dibajak Al-Ikhwan al-Muslimun, pendukung Mursi.
Setelah terpilih sebagai presiden, Mursi telah mengadakan pertemuan dengan semua faksi politik dan berjanji membentuk pemerintahan berdasarkan konsensus nasional (al-tawafuq al-wathani). Namun janji Mursi itu isapan jempol belaka. Bahkan sejumlah pihak menganggap Mursi telah melakukan "ikhwanisasi" Mesir, yang tecermin dalam monopoli kabinet dan Dewan Konstituante, serta pengangkatan gubernur dari Al-Ikhwan al-Muslimun. Bahkan seorang yang divonis sebagai otak pengeboman diangkat sebagai Gubernur Provinsi Sinai karena dia dari Al-Ikhwan al-Muslimun.
Di samping itu, Mursi dianggap gagal menjamin keamanan rakyat Mesir, krisis listrik, serta krisis bahan bakar minyak dan gas. Kondisi ekonomi memburuk akibat buntunya komunikasi dan negosiasi politik antara rezim yang berkuasa dan oposisi.
Adapun prestasi Mursi selama setahun memimpin adalah menjembatani ketegangan antara Israel dan Hamas. Mursi dicatat oleh majalah Time sebagai salah satu pemimpin dunia yang berjasa bagi perdamaian di Timur Tengah. Selain itu, Mursi berhasil mengajak Fatah dan Hamas, yang selama ini berkonflik, duduk bersama menggariskan peta rekonsiliasi bagi masa depan Palestina.
Pada 3 Juli, Mursi dan Al-Ikhwan al-Muslimun harus menelan pil pahit karena dilengserkan melalui kudeta militer. Ironisnya, kudeta itu didukung mayoritas faksi politik dan organisasi sosial keagamaan di Mesir. Menurut Imam Besar Al-Azhar, Syekh Ahmad Thayyeb, kudeta adalah pilihan yang paling kecil risikonya (akhaffu al-dhararain).
*) Analis Pemikiran dan Politik Timur Tengah The Middle East Institute
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo