Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PARLEMEN India menyetujui Nari Shakti Vandan Adhiniyam, undang-undang yang menjamin sepertiga kursi di parlemen untuk perempuan, pada Kamis, 21 September lalu. Pemerintah menyebut pengesahan terhadap undang-undang yang diperjuangkan selama seperempat abad itu sebagai langkah “bersejarah”. Perdana Menteri Narendra Modi menyatakan regulasi itu akan “mendorong pemberdayaan perempuan dan membuat partisipasi perempuan yang lebih besar di dalam proses politik kita”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aturan baru itu akan berlaku baik di parlemen nasional maupun negara bagian selama 15 tahun dan masa berlakunya dapat diperpanjang oleh parlemen. Ia juga berlaku pada jumlah kursi parlemen yang sekarang disediakan bagi komunitas-komunitas yang kurang beruntung. Parlemen akan memutuskan kursi mana yang akan diisi oleh perempuan dan akan dirotasi setelah beberapa tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejarah politik negeri itu sudah lama diwarnai para perempuan hebat. Mereka pernah menjadi perdana menteri, menteri, pemimpin negara bagian, hingga pemimpin salah satu partai politik terbesar di sana, termasuk Draupadi Murmu, presiden sekarang. Namun keterwakilan perempuan di parlemen nasional dan negara bagian sangat minim.
Saat ini sejumlah kursi parlemen dicadangkan untuk kasta Hindu dan suku yang terpinggirkan. Partai-partai oposisi menuntut sebagian kursi juga dicadangkan untuk perempuan dari kasta-kasta yang tertinggal secara sosial dan pendidikan (OBC) tapi belum terwakili di parlemen. Namun tuntutan mereka ditolak. Kepada BBC, Asaduddin Owaisi, salah satu anggota parlemen yang menolak Nari Shakti Vandan Adhiniyam, menyebutkan bentuk parlemen sekarang hanya menguntungkan perempuan dari kasta tinggi.
Amerika Serikat
Prakarsa Baru Perdamaian Israel-Palestina
Sven Koopmans. Twitter @EUSR_Koopmans
SEKITAR 30 menteri luar negeri dari negara Eropa dan Timur Tengah bertemu di sela-sela sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat, pada Senin, 18 September lalu. Mereka membahas prakarsa baru untuk melanjutkan perundingan damai Israel-Palestina yang sudah lama macet. Prakarsa Upaya Hari Perdamaian itu disokong Uni Eropa, Arab Saudi, Liga Arab, Mesir, dan Yordania, yang bersepakat menghasilkan Paket Dukungan Perdamaian dalam beberapa bulan mendatang. Prakarsa ini akan memaksimalkan keuntungan bagi Israel dan Palestina bila kedua negara itu telah mencapai kesepakatan damai.
Otak utama prakarsa baru, Sven Koopmans, Wakil Khusus Uni Eropa untuk Proses Perdamaian Timur Tengah, menyatakan prakarsa ini membayangkan apa yang setiap orang secara regional dan global dapat sumbangkan pada saat kesepakatan damai tercapai. Dia menegaskan bahwa upaya ini bukan mencoba merundingkan kesepakatan damai kedua negara. “Apa yang kami mulai lakukan sekarang adalah menyatakan, ‘Jika kalian mencapai kesepakatan... inilah yang akan kami sumbangkan sebagai tetangga kalian, sebagai sahabat dan sahabat potensial kalian di masa perdamaian kalian’,” ujarnya kepada The Times of Israel.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi Faisal bin Farhan menyatakan negaranya memilih terlibat dalam prakarsa ini karena kekerasan yang terus berlangsung di Palestina dan masyarakat mulai kehilangan harapan terhadap solusi dua negara, gagasan tentang Israel dan Palestina sebagai dua negara bertetangga. Prakarsa ini, kata dia, dimaksudkan untuk “memulihkan harapan” bagi Palestina bahwa perdamaian yang adil itu mungkin.
Arab Saudi menjadi sorotan belakangan ini setelah memulihkan hubungan diplomatiknya dengan Israel. Faisal bin Farhan juga menekankan dukungan Saudi terhadap Prakarsa Perdamaian Arab (API), yang sebenarnya bertentangan dengan sikap Saudi selama ini. API, yang didorong oleh pemerintahan Presiden Amerika Joe Biden, mengandaikan perdamaian hanya terwujud bila terjadi normalisasi hubungan dunia Arab dengan Israel.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo