Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Lahirnya seorang diktator

Catatan harian ferdinand marcos ditemukan. kini disita pemerintah aquino. tulisan itu menunjukkan kediktatoran marcos. ia ambisius, merebut kekuasaan dan memberlakukan keadaan darurat di filipina.

7 Oktober 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGAIMANA seorang diktator lahir? Dalam hal Ferdinand Marcos, pertanyaan itu bisa dijawab dengan membaca catatan hariannya. Catatan yang ditulis tangan itu ketinggalan di Istana Malacanang, ketika Marcos, keluarga, dan pengikutnya mengungsi ke Hawaii, Februari 1986. Pemerintahan Aquino menemukannya, dan sempat menunjukkan sebagian isinya kepada beberapa diplomat asing di Manila. Surat kabar The Los Angeles Times memperoleh fotokopinya setebal lebih dari 2.500 halaman. Aslinya ditulis dengan tinta hitam dan biru, tersimpan dalam 30 peti khusus kepresidenan. Kabarnya, catatan yang bertahun 1970-an banyak yang hilang atau disimpan oleh pemerintah karena memuat rahasia negara. Dari catatan itu tercermin, Marcos adalah seorang yang ambisius, dan cenderung tergoda pada kekuasaan tak terbatas. Saya sedang memikirkan kemungkinan mengumumkan keadaan darurat bila situasi mendesak. Beberapa lama setelah ia dikukuhkan sebagai presiden untuk kedua kalinya, media massa melaporkan adanya penipuan serta korupsi dalam pemilu, selain itu juga desas-desus rencana kup yang didukung oleh Amerika. Beberapa hari kemudian, demonstrasi brutal terjadi di Manila, yang memaksa Marcos dan Imelda bersembunyi di Istana Malacanang. Saat itu, di luar istana pasukan pengawal telah memasang penghalang-penghalang untuk menahan massa yang mengamuk. Di dalam, Marcos mengenakan baju antipeluru. Pola-pola subversi perlahan-lahan muncul ke permukaan. Bahaya kini mengancam saya .... Saya lihat ada konspirasi untuk mengambil alih kekuasaan dan membunuh saya . . . teroris, cendekiawan merah, penulis, profesor, mahasiswa. Para wartawan yang namanya ada dalam daftar yang saya miliki semua sedang menempatkan pemerintah pada posisi tak terhormat dan memperburuk namanya di muka rakyat .... Jadi, kami mesti segera menyempurnakan rencana darurat itu. Marcos makin curiga terhadap siapa saja, bahkan kepada pastor dan suster. Ia menulis bahwa suster-suster telah ikut-ikutan memaksa sopir taksi agar berdemonstrasi menentang pemerintah. "Agak sulit dipercaya memang . . . tapi bahkan pastor dan suster pun sudah mulai main kayu." Pada 17 Februari 1970, ia menulis: Saya telah berkeyakinan bahwa pada akhirnya saya akan sampai pada kekuasaan diktator, bila situasi seperti ini berkelanjutan. Dan, rupanya, situasi ini memang berkelanjutan. Kaum kiri terus berusaha menciptakan suasana revolusioner. Sabotase besar-besaran ternyata hanya memakai bom kasar buatan sendiri .... Mereka jelas tak mendapat sokongan militer. Marcos mendapat dukungan istrinya. Kata Imelda, diktator adalah pilihan terbaik bagi pemerintahan di Dunia Ketiga. Pun penasihat militernya, menurut Marcos, menyokong keadaan darurat. Sampai-sampai, para duta besar dari negara-negara Amerika Latin pun, kata Marcos, berdiri sepenuhnya di belakang dia. Rencana rahasia untuk pengambilalihan kekuasaan secara militer segera dibuat, dan sebuah deklarasi negara dalam keadaan darurat (yang belum ditandatangani) disimpan dalam lemari besi. Deklarasi itu, katanya, akan segera ditandatangani apabila ada yang berusaha membunuhnya. Akhir 1970, Filipina dilanda kekacauan politik. Marcos mempersalahkan semua orang, kecuali dirinya sendiri. Tak diragukan lagi bahwa masyarakat kita kini sedang sakit dan pemerintah kacau-balau .... Para pembuat undang-undang sering berlagak, dan dungu. Orang-orang kota lebih gemar bergunjing ketimbang menghasilkan sesuatu yang berguna. Media massa suka sensasi murahan, menyesatkan, bahkan sengaja memalsukan berita agar menjadi berita utama. Para pengusaha tak lagi peduli dengan rakyat kecil, tapi berlomba menumpuk kekayaan. Partai oposisi tak bertanggung jawab dan tak ambil pusing, yang penting bagi mereka adalah meningkatkan kemungkinan untuk meraih kekuasaan. Mulai pertengahan 1971, Marcos makin percaya bahwa Filipina membutuhkan sebuah "kediktatoran yang arif". Lebih dari itu, ia menganggap hukum darurat itu merupakan sebuah "pemecahan Kristiani" bagi negeri itu. Sikap itu jelas terbaca dalam catatannya 21 Maret 1971: Pagi ini bermain golf. Saya merasa kurang fit. Cuaca dingin beberapa minggubelakangan ini membuat udara begitu lembab .... Saya lewati hari-hari dengan perasaan kosong, seakan-akan bermimpi mengikuti sebuah drama yang sudah Anda ketahui akhir ceritanya. Jadi, kita semua hanya terpaksa mengikuti segala ritual dan upacara-upacara untuk peran kita masing-masing. Kita sudah tahu bahwa akhirnya sebuah konfrontasi antara militer dan kaum komunis serta kaum revolusioner harus terjadi. Saya hanya menunggu saat yang tepat untuk mengumumkan keadaan darurat, dan secara praktis menguasai pemerintahan. Sementara ini, kita mesti bersikap netral, sabar, dan berpura-pura . . . Di musim semi tahun itu juga Marcos mengadakan pertemuan rahasia dengan penasihat militernya yang terpenting. Dengan cerdik ia mengatakan bahwa ia mendapatkan dokumen tentang rencana komunis melakukan pembakaran di Manila di musim panas. Ia tak mau setengah-setengah, karena itu akan ia hadapi tindakan mereka dengan tegas. Yakni mengumumkan negara dalam keadaan darurat. Tak satu pun dari jenderal-jenderal itu menampik. Ketika pada bulan-bulan berikutnya tetap tak terjadi sesuatu, Marcos mulai melakukan intrik. Ia perintahkan tentara memancing kaum radikal melakukan tindak kekerasan. Sebuah bom meledak di bawah panggung kampanye Partai Liberal di Manila, yang dihadiri sekitar 10.000 orang. Sembilan tewas, termasuk seorang anak. Kedelapan calon Partai Liberal semuanya luka parah. Segera beredar kabar bahwa bom itu buatan tentara Filipina sendiri. Dengan cepat Marcos menunggangi situasi itu, dengan mengatakan bahwa kaum komunis mulai mengacau. Ia membekukan hak-hak sipil di seantero negeri dan memerintahkan penangkapan tanpa surat perintah. Sore hari berikutnya, 21 Agustus 1971, ia menulis: Lewat pengumuman nomor 889, saya memerintahkan pembekuan semua hak istimewa yang tertulis dalam undang-undang. Ini semua saya lakukan setelah pihak kepolisian sepakat bahwa pengeboman kampanye Partai Liberal di Plaza Miranda dilakukan oleh kaum subversif .... Kejahatan yang keji dan memalukan itu harus dihadapi dengan aksi yang tegas dari pemerintah. Kalau tidak, demokrasi kita bakal hancur. Menteri (Pertahanan) Enrile mendesak agar keadaan darurat segera saja diumumkan .... Jenderal Ramos membuat daftar sejumlah orang yang perlu segera ditangkap. Senator Benigno Aquino, yang tak hadir dalam kampanye, menjadi tersangka utama. Tiga bulan setelah peristiwa pengeboman, Marcos dikagetkan oleh kegagalan pemilihan senator bagi pihaknya. Calon-calon dari Partai Liberal berkampanye dengan kursi roda, tongkat, dan perban-perban di tubuh. Partai Liberal menangtelak. Mula-mula Marcos menganggap kemenangan itu berkat simpati yang diberikan pada korban pengeboman. Lalu ia menunjuk kenaikan harga, kekurangan beras, para pemuka agama, dan media massa sebagai kambing hitam kekalahannya. Akhirnya, dengan licik Marcos menyimpulkan bahwa rakyat Filipina tak cukup pintar untuk sebuah demokrasi. Gambaran kediktatoran makin jelas. Konstitusi baru mulai ia pikirkan, karena konstitusi lama tak mengizinkannya memegang kekuasaan ketiga kalinya. Proses merancang konstitusi baru ternyata butuh waktu dan berjalan alot. Marcos pun melakukan meditasi untuk mencari petunjuk . Saya berdoa kepada Tuhan untuk mencari petunjuk. Dan Dia memberikannya. Pagi ini, dalam meditasi, beberapa pemikiran terlintas .... Tugas ini terlampau berat buat saya, tetapi adalah kehendak-Mu dan bukan kehendak saya. Kebobrokan dalam masyarakat telah menciptakan kejahatan yang akan menghancurkan republik kita. Maka, ia harus diimbangi dengan kekuasaan -- dan itu berarti hukum darurat .... Akhirnya, sebuah rencana kilat segera disusun. Daftar nama yang akan menjadi sasaran penangkapan dibuat. Jenderal-jenderal yang loyal diperintahkan menjadi pengawas jenderal-jenderal yang dicurigai. Tentara juga diserahi tugas mengawasi media massa. Bom-bom berledakan di seantero Manila. Pihak oposisi menbut semya ini ulah tentara. Benigno Aumo, dalam sebuah pidato di depan Senat membeberkan adanya sebuah rencana pemberlakuan undang-undang darurat. Pidato ini disambut dengan munculnya kritik-kritik tajam dari ners dan lolitikus terhadan Marcos. Nama Marcos kontan merosot. Pada 13 September 1972, setelah pertemuan rahasia selama 4 jam dengan penasihat utama militer, Marcos menulis: Kami menyelesaikan rencana pengumuman keadaan darurat .... Semua sepakat, semakin cepat semakin baik, karena pers telah melancarkan propaganda yang menyesatkan dan mengacaukan fakta, dan mereka mungkin akan berhasil melemahkan dukungan yang kita peroleh dari rakyat bila mereka dibiarkan. Dan mereka pun telah memastikan tanggal pengumuman keadaan darurat: 21 Sep tember 1972. Pukul 8 malam semua persiapan selesai. Tinggal menunggu hasil kekacauan buatan yang mengabsahkan keputusan itu diambil. Dan semua ini harus rampung 24 jam. Kekacauan terjadi saat Menhan Enril pergi ke lapangan golf dengan mobil Ford birunya. Tembakan-tembakan diarahkan kepadanya tetapi ia (tentu saja) selamat Belakangan Enrile mengakui bahwa semua itu buatan belaka. Di halaman 2332 catatan hariannya, Marcos menuliskan kejadian itu: Semua itu membuat hukum negara dalam keadaan darurat menjadi keharusan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus