UNTUK pertama kalinya setelah 28 tahun, para pengamat pertemuan tingkat -menlu AS dan Uni Soviet kehilangan wajah Andrei Gromyko di meja perundingan. Dalam konperensi tiga hari memperingati 10 tahun Persetujuan Helsinki, di ibu kota Finlandia itu, pekan lalu, kursi "abadi" Gromyko diduduki oleh Eduard A. Shevardnadze, menlu Soviet yang baru bertahta persis sebulan. Sekaligus inilah penampilan perdana bekas pemimpin Partai Komunis Georgia itu di gelanggang internasional. Setelah berbicara tiga jam dengan "pendatang baru" dari Kremlin itu, Rabu pekan lalu, menlu AS George P. Shultz tampak muncul dengan komentar berhati-hati. "Pertemuan ini bisa disebut langkah pertama yang bagus," katanya ketika meninggalkan kediaman duta besar AS di Helsinki, tempat perundingan itu berlangsung. Shultz dan Shevardnadze memang bertemu untuk rembukan yang lebih besar: pertemuan tingkat tinggi antara presiden AS Ronald Reagan dan pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev di Jenewa, Swiss, akhir November nanti Tetapi, "Yang kami bicarakan barulah sekadar bahan dan pokok persoalan," kata Shultz. Menurut beberapa pejabat senior AS yang tidak bersedia diumumkan namanya, pertemuan tingkat tinggi itu lebih bersifat membangun kontak pribadi di antara kedua pemimpin. "Tidak ada persetujuan kongkret yang bisa diharapkan," ujar seorang pejabat, dengan nada pesimistis. Sebaliknya, di pihak Soviet, semangat tampaknya agak tinggi. "Kami justru mengharapkan pertemuan nanti mencapai beberapa persetujuan," kata juru bicara Soviet, Vladimir B. Lomeiko. "Mengingat hubungan kedua negara yang agak terganggu belakangan ini, pertemuan November nanti bisa menjadi satu di antara pertemuan sejenis yang sangat kompleks," ujar Anatoli F. Dobrynin, duta besar Soviet di Washington, yang ikut mendampingi Shevardnadze. Di pihak AS, ada empat hal yang diajukan untuk pertemuan tingkat tinggi mendatang: pengawasan senjata, masalah-masalah regional, bilateral, dan hak-hak asasi manusia. Lomeiko juga menyebutkan isu yang sama, kecuali masalah hak-hak asasi manusia itu. Dari kenyataan ini saja sudah bisa dipahami keterangan Shultz, "Faktanya adalah, seraya kami melihat beberapa kemajuan di beberapa bidang, masih terdapat beberapa perbedaan yang sangat mendalam." Berbeda dengan ramalan para pengamat, yang membayangkan sosok Shevardnadze sebagai "bintang baru" yang kagok, pengganti Gromyko itu ternyata tampil meyakinkan. "Ia ternyata lebih simpatik," kata menlu Prancis Roland Dumas. "la juga berbeda dari Gromyko," tutur menlu Inggris Sir Geofrey Howe. Para diplomat Barat melukiskan Shevardnadze "mahir, layak, dan menguasai persoalan dengan cepat". Ia disebut "politikus yang baik", dengan kemampuan mengendalikan diri, sembari tidak kehilangan selera humor. Tetapi, mereka juga sadar, yang membedakan Shevardnadze dari Gromyko hanyalah gaya, bukan sikap dan kebijaksanaan. Bersama istrinya Nanuli, bekas wartawan, tamu dari Kremlin itu memang menjadi pusat perhatian. Bisa dimaklumi kalau akhirnva peringatan 10 tahun Persetujuan Helsinki, yang sebetulnya merupakan pusat acara, hampir seperti terkesampingkan. Padahal, peringatan ini, yang dihadiri wakil 35 negara penanda tangan persetujuan, cukup hangat. Shultz, misalnya, dalam acara pembukaan mengkritik Soviet di bidang kebijaksanaan hak-hak asasi manusia - hal yang disambut dengan tajam oleh Shevardnadze. Seperti diketahui, persetujuan yang diteken 32 negara Eropa, plus Kanada dan AS, 1 Agustus 1975 itu terbagi dalam tiga masalah besar. Yaitu, prinsip integritas teritorial tanpa campur tangan masalah dalam negeri, kerja sama ekonomi, teknik dan ilmu pengetahuan, serta penggalakan arus informasi dan gagasan melalui pertukaran di bidang pendidikan dan kebudayaan. Masalah hak-hak asasi manusia termaktub dalam pasal pertama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini