Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Letupan Api di Langit Detroit

Seorang pemuda Nigeria nyaris meledakkan pesawat penumpang milik Amerika. Dinas intelijen dan pengawas keamanan bandara dianggap lalai. Bagaimana dia bisa lolos dari pengawasan ketat?

4 Januari 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RATUSAN penumpang bergegas memasuki kabin pesawat Northwest Airlines yang tengah parkir di Bandar Udara Schiphol, Amsterdam. Jumat pagi itu, bertepatan dengan hari Natal, pesawat bernomor penerbangan 235 itu akan membawa mereka ke Washington, DC, melalui Detroit, Amerika Serikat.

Satu di antara 278 penumpang bernama Umar Farouk Abdulmutallab, 23 tahun. Berbekal tiket pesawat seharga 1.775 pound sterling (sekitar Rp 26,5 juta), lelaki muda berkulit gelap itu terbang dari Lagos, Nigeria, sebelum transit dan berganti pesawat di Bandara Schiphol. Petugas keamanan bandara tak menemukan hal-hal yang mencurigakan pada lelaki itu. Pada pukul 09.21 pesawat lepas landas.

Setelah delapan jam duduk, Umar meninggalkan kursinya menuju toilet tepat satu jam sebelum tiba di Detroit. Selang 20 menit, dia kembali dan langsung berselimut sambil mengeluh sakit perut. Beberapa menit kemudian, tiba-tiba terdengar suara ledakan diikuti asap dan semburan lidah api dari selangkangan lelaki itu. Beberapa penumpang berusaha mematikan api yang juga menyambar dinding pesawat.

Sebagian besar penumpang panik karena lelaki yang kelihatan polos itu tiba-tiba berteriak memiliki peledak di kantongnya. Beruntung, seorang penumpang berhasil menyergapnya. Umar langsung diborgol di lantai pesawat. Begitu mendarat, dia ditahan oleh hakim federal Negara Bagian Michigan.

Departemen Kehakiman mengatakan Umar menyimpan alat berdaya ledak tinggi yang dijahitkan di celana dalamnya. Dengan jarum suntik plastik, Umar lalu memasukkan suatu zat kimia ke dalamnya. Ternyata bom itu gagal meledak dan malah membakar selangkangannya. Foto celana dalam Umar yang dedel duwel dan sedikit hangus terpampang di media massa.

Analisis awal mengungkapkan alat tersebut mengandung PETN, yang juga dikenal dengan pentaerythritol. Alat ini tak terbaca detektor. Beruntung, alat itu gagal meledak. ”Jika tidak, ratusan orang tak bersalah akan terbunuh atau terluka,” kata Jaksa Agung Amerika Eric Holder, yang mengaku pihaknya terus menginvestigasi kasus ini.

Berita sabotase itu membuat gerah Presiden Amerika Serikat Barack Obama yang tengah berlibur bersama keluarganya di Hawaii. Secara mendadak dia memanggil para pejabat keamanan dan intelijen Amerika. ”Ini adalah peringatan serius dari orang-orang yang mengancam tanah air kita,” ujarnya.

Meski pihak berwenang sudah menahan Abdulmutallab, Obama bersumpah akan menumpas habis seluruh sel jaringan yang menyokong aksi tersebut, termasuk menumpas seluruh jaringan teroris di Timur Tengah, Asia, dan Afrika.

Obama juga menuding aparat keamanan dan intelijen lalai. Sebab, selama ini Umar diketahui termasuk dalam daftar orang yang dicurigai. Upaya peledakan bom di dalam pesawat itu, menurut Obama, menunjukkan ”kegagalan sistemik” aparat keamanan dan intelijen Amerika. Apalagi CIA mengaku telah mendapat informasi soal Abdulmutallab sejak November lalu dari sang ayah, Alhaji Umar Mutallab. Alhaji, yang berprofesi sebagai bankir, curiga akan tindak-tanduk putranya yang terlibat dalam suatu gerakan radikal. ”Dia datang ke Kedutaan Besar Amerika di Nigeria meminta bantuan untuk melacak keberadaan anaknya,” kata juru bicara CIA, Paul Gimigliano.

Menurut Paul, nama Abdulmutallab sebelumnya tak tercantum dalam daftar orang yang wajib dicurigai. Setelah ada laporan itu, lembaga intelijen ini bekerja sama dengan Kedutaan Besar Amerika mengkaji semua data soal Umar, termasuk kemungkinan keterlibatannya dalam jaringan ekstremis di Yaman.

Peter King, anggota Kongres Amerika dari New York, mengungkapkan nama Umar berada dalam daftar Terrorist Identities Datamart Environment. Orang-orang yang masuk daftar tersebut, kata Peter, tak masuk dalam daftar ”dilarang terbang” ataupun penumpang yang harus menjalani pemeriksaan ekstra di bandara.

Apa pun dalih pihak intelijen, Obama telanjur kesal. ”Peringatan itu seharusnya membuat siaga. Tersangka seharusnya tidak dibiarkan masuk pesawat yang membawanya ke Amerika,” kata Obama, seperti dilansir stasiun televisi Fox News, Selasa pekan lalu. ”Kegagalan sistemik ini sangat tidak bisa saya terima,” ucapnya. Obama juga memerintahkan organisasi intelijen itu memeriksa kembali prosedur pemeriksaan keselamatan di udara.

Lalu siapa sebenarnya Umar? Kepada Biro Penyelidik Federal (FBI), Umar, yang dirawat di Rumah Sakit Universitas Michigan karena luka bakar, mengaku pernah mendapat pelatihan dari jaringan Al-Qaidah yang beroperasi di Yaman. Namun infomasi soal pemuda itu masih samar-samar.

Alhaji Mutallab mengatakan sebenarnya putranya tengah bersekolah di London. Pemerintah Inggris membenarkan keterangan itu. Menteri Dalam Negeri Inggris Alan Johnson mengatakan Umar memang pernah belajar teknik mesin di sebuah universitas di London sejak 2005 hingga 2008. Namun, pada Mei 2009, universitas menolak permohonan visa pemuda itu. Namanya ditempatkan dalam ”daftar orang yang diwaspadai”.

Kepada Alhaji, Umar lalu minta izin meninggalkan London untuk berlibur. ”Dia tidak mengatakan ke mana, tapi saya yakin ke Yaman,” kata Alhaji, yang sempat menyewa agen keamanan Nigeria untuk menemukan anaknya. Soalnya, Umar sempat mengungkapkan keinginannya belajar bahasa Arab di sana.

Para pegawai, dosen, dan mahasiswa Institut Bahasa Arab San’a, Yaman, mengaku Umar pernah belajar di sekolah itu selama Ramadan lalu. Mereka mengenal Umar sebagai seseorang dengan pribadi tertutup. Selama di Yaman, Umar diketahui kerap mendatangi sebuah masjid. Namun apakah masjid itu ada kaitannya dengan jaringan Al-Qaidah, tak seorang pun yang tahu.

Menteri Informasi Yaman Hassan al-Lozy mengatakan Umar pernah berkunjung ke negara itu pada 2004-2005. Pemerintah Yaman memberikan visa untuk belajar bahasa Arab setelah mengetahui pemuda itu juga memegang visa dari sejumlah negara lain yang dikenal getol memerangi teroris. ”Dia juga memiliki visa dari Amerika,” kata Al-Lozy.

Gara-gara kasus ini, pemerintah Yaman memperketat pemberian visa belajar kepada mahasiswa yang akan belajar di Yaman. Namun pemerintah Yaman menolak tudingan Amerika yang menganggap negara itu gagal mengidentifikasi Umar sebagai tersangka teroris. ”Kami tak pernah mendapat pernyataan dari Amerika agar memasukkan pria ini dalam daftar cekal,” kata Al-Lozy.

Menteri Luar Negeri Yaman Abubakr al-Qirbi mengatakan Al-Qaidah telah menyatakan bertanggung jawab atas percobaan peledakan pesawat itu. Abubakr al-Qirbi memperkirakan saat ini ada sekitar 300 anggota kelompok militan Al-Qaidah di negaranya. ”Mereka mungkin benar-benar merencanakan serangan seperti yang terjadi di pesawat itu,” katanya. Dia menyerukan pembagian data intelijen yang lebih baik untuk menghambat perjalanan para gerilyawan Al-Qaidah dari negara-negara semacam Irak dan Afganistan ke Yaman.

Namun diduga kuat Umar tak bekerja sendirian. Para pejabat Departemen Pertahanan Amerika mencurigai dua mantan tahanan Teluk Guantanamo, Muhamad Attik al-Harbi dan Said Ali Shihri, ikut terlibat. Keduanya pernah ditangkap di Afganistan pada 2001 dan dibawa ke kamp penahanan di Kuba. Dua tahun kemudian mereka dibebaskan.

Nunuy Nurhayati (Reuters, BBC, CNN, AP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus