Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kasus Limbah Nuklir Fukushima Dibawa ke WTO

Cina menyetop impor makanan laut dari Jepang setelah limbah nuklir Fukushima dibuang ke laut. Jepang mengadu ke WTO.

10 September 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Jaringan pipa biru untuk mengangkut air laut, bagian dari fasilitas pelepasan air radioaktif yang telah diolah dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi, di Futaba, Jepang, 27 Agustus 2023. Reuters/Eugene Hoshiko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Jepang mengadu ke WTO mengenai pelarangan impor makanan laut Jepang oleh Cina.

  • Kebijakan Cina ini keluar setelah Jepang membuang air limbah pembangkit tenaga nuklir Fukushima.

  • Amerika Serikat mengirim peluru uranium untuk memperkuat pertahanan Ukraina.

PEMERINTAH Jepang mengadu ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) bahwa mereka sama sekali tidak bisa menerima kebijakan Cina yang melarang impor makanan lautnya. Kebijakan itu keluar setelah Negeri Matahari Terbit melepas air limbah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima ke Samudra Pasifik pada Kamis, 24 Agustus lalu. Menurut Al Jazeera, pada Selasa, 5 September lalu, Jepang menyatakan akan menjelaskan sikapnya kepada komisi WTO dan meminta Cina segera mencabut kebijakan itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jepang akan membuang total sekitar 1,3 juta ton air limbah nuklir Fukushima ke laut. Kini 500 ton air limbah, yang setara dengan 500 kolam renang ukuran Olimpiade, dibuang setiap hari ke lepas pantai Fukushima. Hal ini akan berlangsung selama 30-40 tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Air limbah itu sudah disaring untuk memastikan tidak mengandung radioaktif dan mendapat lampu hijau dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Namun tak semua orang yakin akan keamanannya. Masyarakat umum dan nelayan Jepang sempat memprotesnya. Pemerintah kemudian menggelontorkan dana sebesar 100 miliar yen lebih atau sekitar US$ 682 juta untuk mendukung industri perikanan yang melemah akibat kebijakan ini.

Menurut The Japan Times, Jepang memakai Sistem Pemrosesan Cairan Tingkat Lanjut (ALPS) untuk menyaring air limbah nuklir. Sistem ini dapat menangkap 62 dari 64 zat radioaktif. Dua yang lolos, karbon-14 dan tritium, diklaim akan larut dalam air laut. Meskipun secara teoretis limbah yang sudah disaring ini dianggap aman, tidak ada penelitian memadai yang membuktikan tritium tak berdampak pada makhluk laut dan manusia. Nyatanya, Tokyo Electric Power, operator PLTN Fukushima, menemukan ikan di perairan sekitar saluran pembuangan Fukushima terpapar senyawa radioaktif sesium-137 dengan kadar 180 kali lebih tinggi dari standar. Senyawa itu berisiko menyebabkan kanker.



Amerika Serikat

Pentagon Kirim Peluru Uranium ke Ukraina

PEMERINTAH Amerika Serikat mengumumkan bantuan militer senilai US$ 175 juta kepada Ukraina, termasuk peluru uranium 120 milimeter untuk tank tempur M1 Abrams. Bantuan itu dimaksudkan untuk memastikan Ukraina memiliki apa yang dibutuhkan guna melawan serangan pasukan Rusia. “Tentu saja kami telah melihat kemajuan penting dalam serangan balik dan itu sangat, sangat membesarkan harapan,” kata Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Kyiv, Rabu, 6 September lalu, seperti dikutip Al Jazeera.

Tentara Ukraina memuat amunisi ke kendaraan tempur infanteri di Zaporizhzhia, Ukraina, 23 Januari 2023. Reuters/Stringer

Peluru itu dibuat dari uranium terdeplesi, yakni sisa proses pengayaan uranium untuk bahan bakar atau senjata nuklir. Uranium terdeplesi dapat digunakan buat memperkuat pelat baja tank, tapi sering dipakai sebagai senjata untuk menembus bahan baja seperti tank.

Uranium terdeplesi tidak dapat digunakan untuk memicu reaksi nuklir dan dipandang Badan Energi Atom Internasional (IAEA) kurang radioaktif daripada uranium alami. Komisi Ilmiah Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Dampak Radiasi Atom tak menemukan keracunan signifikan akibat paparan bahan ini, tapi Program Lingkungan PBB (UNEP) melaporkan pada 2022 bahwa mereka khawatir akan masalah kesehatan akibat penggunaannya di Ukraina. “Keracunan kimia dari uranium terdeplesi dinilai sebagai isu yang lebih penting daripada kemungkinan dampak radioaktivitasnya,” tulis UNEP.

“Keputusan pemerintah Amerika memasok senjata mengandung uranium terdeplesi itu adalah indikator ketidakmanusiawian,” ucap Kedutaan Besar Rusia untuk Amerika Serikat di Washington, DC, melalui pesan Telegram. “Jelas, dengan ide yang mengakibatkan ‘kekalahan strategis’, Washington bersiap untuk berperang tidak hanya hingga orang Ukraina terakhir, tapi juga melakukannya untuk seluruh generasi.”

Rusia juga bereaksi keras ketika Inggris mengirim peluru uranium untuk dua tank Challenger ke Ukraina pada Maret lalu. Ketika Presiden Rusia Vladimir Putin menyebutkan senjata itu mengandung komponen nuklir, Kementerian Pertahanan Inggris menyatakan bahwa mereka telah menggunakan uranium terdeplesi dalam senjata selama puluhan tahun dan menuduh Moskow menyebarkan informasi yang menyesatkan.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Kasus Limbah Nuklir Fukushima Dibawa ke WTO"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus