Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bom Bunuh Diri Melumat Tentara Rusia
Sudah sembilan bulan lamanya Rusia menyelenggarakan operasi antiteroris di Chechnya. Kini gerilyawan Chechnya mulai mengganti strategi perangnya. Mereka meninggalkan taktik konvensional dan menggunakan pasukan bom bunuh diri. Hasilnya, sekitar 60 tentara Rusia tewas akibat serangan yang dilakukan pihak gerilyawan pekan silam. Mereka menabrakkan truk yang penuh bahan peledak ke beberapa markas polisi dan sentral militer Rusia di wilayah Chechnya.
Menurut para pejabat militer Rusia, hancurnya pasukan itu lebih disebabkan kurang disiplinnya para prajurit Rusia dalam menghadapi pihak pemberontak.
Perubahan strategi itu seolah membuktikan prediksi para pengamat yang pernah menyatakan bahwa Rusia akan kesulitan menumpas para gerilyawan. Selama ini, tentara Rusia memang kerepotan menghadapi perang gerilya. Menurut para pengamat, strategi baru yang efektif ini tampaknya akan menjadi bentuk perlawanan pemberontak yang baru.
"Jika aksi para pemberontak ini tidak bisa ditaklukkan, aksi terorisme akan segera meluas," kata Presiden Vladimir Putin. Karena itu, Putin dan pejabat tinggi militer lainnya bertekad segera mengakhiri perang yang telah berlangsung sejak empat tahun silam itu.
Benarkah begitu? "Kami memiliki dua batalyon sekitar 500 pasukan bom bunuh diri yang siap melaksanakan operasi di Chechnya dan seluruh wilayah Rusia," kata Movladi Udugov, juru bicara pemberontak. Tampaknya, pihak Rusia harus lebih hati-hati lagi.
Pantai Gading
Tentara Pelaku Kudeta Menuntut Bonus
Tiada kerja tanpa pamrih. Begitulah yang muncul di benak serdadu Pantai Gading, yang Desember tahun silam ikut melakukan kudeta. Mereka yang merasa berjasa menuntut uang lelah US$ 9.000 per orang atas jasa-jasa yang telah dilakukan. Kudeta yang terjadi Desember tahun lalu itu berhasil mengantarkan Henri Konan Bedie ke kursi presiden.
Akibatnya, peluru pun berdesingan di udara Abidjan, Bouake, dan Korhogo, Selasa pekan silam. Selain itu, mereka juga membajak beberapa mobil pribadi. Empat orang tewas dalam peristiwa itu, termasuk seorang fotografer surat kabar. Mereka juga menguasai stasiun radio dan televisi negara penghasil cokelat terbesar di dunia itu.Keesokan harinya, penduduk yang akan pergi ke kantor diperintahkan agar kembali ke rumah.
Beberapa jam setelah tembakan sempat meletus pada Selasa dini hari itu di pusat kota Abidjan, Jenderal Robert Guei, salah seorang penguasa militer, memberlakukan jam malam di Abidjan. Dia juga memerintahkan para prajurit bandel itu agar kembali ke barak. Namun, karena tuntutannya belum terkabul, mereka tak jua beranjak. Praktis, keadaan kota menjadi lumpuh.
Keadaan itu berubah setelah perundingan yang dilakukan penguasa militer Jenderal Robert Guei dan pemberontak itu mencapai kesepakatan. "Kami telah mencapai kesepakatan. Saya minta agar mereka kembali ke barak," kata Guei.
Menurut para pemberontak, sesuai dengan kesepakatan, mereka akan menerima pembayaran awal dari bonus yang dituntut. Namun, tidak disebutkan berapa uang yang akan mereka kantongi. Mereka mengelu-elukan Guei dengan mengenakan kaus bertuliskan "Manusia Perdamaian." Namun, tampaknya persoalan tak berhenti di sana. Guei menyatakan tindakan ini tak lain merupakan percobaan kudeta yang dilakukan kelompok politik tertentu.
Israel-Palestina
Upaya Rujuk di Camp David
Di Camp David, Maryland, AS, perdamaian disandarkan. Perdana Menteri Israel Ehud Barak dan Presiden Palestina Yasser Arafat direncanakan akan hadir dalam pertemuan puncak kedua negara selama tiga hari, pekan ini. Pertemuan itu dilangsungkan atas gagasan Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton.
Bila tujuan itu tercapai, Camp David akan kembali menjadi tempat bersejarah bagi penyelesaian konflik di Timur Tengah. Pada September 1978, di tempat ini pula, Israel dan Mesir menandatangani perjanjian perdamaian. Pertemuan itu berlangsung atas inisiatif Presiden AS Jimmy Carter.
Diharapkan, pertemuan ini mampu menghasilkan kesepakatan bersama atas isu-isu mendasar yang selama ini menjadi titik perbedaan pendapat di antara kedua negara. "Meskipun tidak ada jaminan akan keberhasilan pertemuan puncak tersebut, jalan itu lebih baik dan satu-satunya cara untuk menggerakkan proses perdamaian," kata Clinton.
Rencananya, dalam pertemuan ini, mereka akan membicarakan masalah status Yerusalem Timur, pengungsi Palestina, permukiman Yahudi, dan perbatasan Israel-Palestina. Hal yang cukup pelik, memang. Dan bila mandek, menurut Clinton, kemungkinan buruk bisa saja terjadi di kawasan penuh konflik ini. "Bisa saja kekerasan dan guncangan yang terjadi lebih buruk dari sebelumnya," katanya.
Namun, belum lagi pertemuan bergulir, Barak sudah beroleh hadangan dari anggota kabinetnya. Menteri Dalam Negeri Natan Sharansky dan Menteri Urusan Perumahan Yizthak Levy mengancam akan mundur dari koalisi pimpinan PM Barak sebagai protes atas pertemuan Camp David. Semoga ini bukan pertanda buruk.
Irfan Budiman (dari berbagai sumber)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo