Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Begitulah rekaman historis hampir setahun silam ketika orang ramai menolak keputusan anggota DPR untuk menyetujui Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PKB). Aksi penolakan serupa merembet ke daerah lain seperti Bandung, Yogyakarta, Denpasar, Medan, Makassar, dan Manado. Walhasil, kendati sudah disetujui DPR, Presiden Habibie akhirnya menunda pelaksanaan RUU PKB sampai waktu yang tidak ditentukan.
Wajah Indonesia sekarang sedikit berubah. Kerusuhan makin menggejala dan berlarut-larut di pelbagai daerah dewasa ini. Bahkan, di Ambon, kerusuhan telah begitu gawat sehingga pemerintah terpaksa memberlakukan keadaan darurat sipil. Tapi satu masih sama, Presiden Abdurrahman Wahid, yang naik menggantikan Habibie, tetap belum bersedia meneken RUU PKB.
Isu mengenai pemberlakuan undang-undang itu pun bergema kembali, dengan "angin" yang terlihat berbalik. Sementara dulu pemerintah yang menginginkan UU PKB diberlakukan ditentang masyarakat, sekarang giliran pemerintah didesak menerapkannya. Kepada wartawan di Gedung MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta, pada 21 Maret 2000, Ketua DPR Akbar Tandjung, misalnya, terang-terangan menyatakan pemerintah harus segera menetapkan UU PKB. Hal tersebut perlu segera dilakukan untuk mengatasi keadaan bahaya sekarang yang sangat memerlukan landasan hukum. Akbar mengaku DPR telah sepakat mengirim surat kepada pemerintah. Inti surat tersebut, salah satunya, meminta pemerintah segera menetapkan RUU PKB.
Menteri Hukum dan Perundang-undangan Yusril Ihza Mahendra pun bereaksi. Dalam sebuah kesempatan, ia mengisyaratkan pemerintah akan memberlakukan UU PKB. Masyarakat terlihat adem ayem. Belum terdengar reaksi penolakan yang sama dengan yang terjadi hampir setahun lalu. Benarkah publik telah berubah sikap?
Jajak pendapat TEMPO memperlihatkan sebagian besar responden juga menyetujui kehadiran undang-undang yang kontroversial itu. Mereka beralasan, situasi cenderung membahayakan keselamatan sehingga diperlukan suatu jaminan keamanan. Jaminan keamanan itu, menurut responden, ada pada sosok UU PKB. "Saya khawatir apa yang terjadi di Ambon merembet ke daerah lain," kata Indrawati, ibu rumah tangga di kawasan Durensawit, Jakarta Timur.
Selain itu, responden beranggapan, tentara membutuhkan suatu landasan hukum untuk melaksanakan fungsi sebagai penjaga keamanan. Dengan demikian, aparat tidak perlu khawatir dituduh melanggar hak asasi manusia seandainya nanti terpaksa bertindak keras. Walhasil, responden meminta agar RUU PKB segera diterapkan sekarang.
Seandainya hasil jajak pendapat ini boleh dibaca sebagai pendapat yang mewakili orang ramai, ini merupakan sesuatu yang menarik. Sebab, berarti telah terjadi perubahan besar dalam diri masyarakat. Setahun silam mereka menentang UU PKB, tapi sekarang publik justru membutuhkan undang-undang itu.
Pendapat responden bertolak belakang dengan Bambang Widjojanto. Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia itu justru membaca adanya kepentingan pemerintah untuk mengegolkan UU PKB dengan penetapan status darurat sipil di Maluku dan Maluku Utara. Kasus Ambon, menurut dia, malah dipakai oleh pemerintah untuk mendorong proses agar UU PKB segera ditandatangani. "Itu tidak fair," kata Bambang. Jadi, publik teperdaya oleh pemerintah?
Wicaksono
Apakah Anda setuju terhadap kehadiran Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB)? | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ya | 67%Tidak | 33% | | Bila ya, mengapa Anda menjawab demikian? | Masyarakat butuh jaminan keamanan | 59% | Aparat keamanan membutuhkan dasar hukum dalam bertindak | 27% | Kondisi keamanan menuntut adanya undang-undang semacam UU PKB | 26% | Alat kontrol aparat dalam melakukan pengamanan | 19% | UU PKB lebih baik ketimbang undang-undang sebelumnya | 10% | Tidak ada yang salah dengan UU PKB | 1% | | Bila tidak, mengapa Anda menjawab demikian? | Masyakarat belum tahu benar isi undang-undang itu | 43% | UU PKB akan dipakai TNI sebagai alasan berkuasa kembali | 29% | UU PKB terlalu berpihak pada militer | 25% | Berisiko memicu kerusuhan seperti dulu | 24% | UU PKB melanggar hak asasi manusia | 20% | UU PKB menghambat demokrasi | 16% | UU PKB represif | 3% | | Apakah UU PKB perlu diberlakukan sekarang? | Ya | 61% | Tidak | 39% | | |
---|
Metodologi jajak pendapat :
MONITOR juga ditayangkan dalam SEPUTAR INDONESIA setiap hari Minggu pukul 18.00 WIB
Independent Market Research
Tel: 5711740-41, 5703844-45 Fax: 5704974
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo