Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Lintas Internasional

20 Februari 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Irak Kekerasan di Irak Berlanjut

Delapan tentara Inggris tampak memukuli empat remaja Irak dengan tongkat dan kepalan. Seorang tentara menyepak selangkangan salah seorang remaja. Ia menjerit, minta ampun berkalikali. Sementara itu, seorang kopral tertawatawa: ”Oya, ya, kalian akan mendapatkannya anak nakal. Matilah kalian ha…ha!”

Minggu dua pekan lalu, surat kabar terlaris di Inggris, News of the World, mempublikasikan gambargambar yang dipetik dari sebuah rekaman video berdurasi dua menit. Satu bukti baru yang menunjukkan penyiksaan tentara Inggris terhadap orangorang Irak. Diperkirakan kejadian itu diambil di Irak Selatan, awal 2004.

Menurut sumber tentara Inggris, para remaja tersebut adalah sekelompok pencuri biasa. Namun, Menteri Pertahanan Inggris Gordon Brown tak menerima kelakuan tentaranya.

Gambar itu memukul citra pasukan Inggris yang selama ini ditempatkan di Basrah. Pasukan itu dikenal lebih bersahabat dengan warga lokal dibandingkan dengan sekutunya, tentara Amerika Serikat. ”Tentara Inggris memang oke, tidak sok pamer,” kata Kamal Ali, anak pemilik hotel di Basrah kepada Tempo.

Setelah sang video, kini muncul lagi fotofoto baru penyiksaan tentara AS di penjara Abu Ghuraib, Irak. Kali ini dipublikasikan televisi SBS Australia dan situs Sydney Morning Herald, Jumat lalu. Menurut juru bicara Departemen Pertahanan AS (Pentagon) Bryan Whitman, pemuatan foto penyiksaan di abu Ghuraib itu bisa memicu konflik baru. ”Rilis fotofoto itu hanya akan menyulut kemungkinan kekerasan di dunia, serta membahayakan tentara kami yang bertugas di seluruh dunia,” katanya.

Perdana Menteri Irak Ibrahim Jaafari dalam pernyataan tertulis mengutuk penyiksaan terhadap warga negaranya.

Kuba PBB Tuntut Guantanamo Ditutup

Sekretaris Jenderal Perserikatan BangsaBangsa Kofi Annan mendukung rekomendasi PBB untuk menutup penjara Amerika Serikat di Teluk Guantanamo, Kuba, Jumat pekan lalu. Annan yang merespons temuan PBB yang disampaikan sehari sebelumnya, menandaskan penutupan itu harus dilakukan sesegera mungkin.

Menurut kantor berita AP, anggota kabinet Inggris Peter Hain juga mendukung usulan tersebut. Hain menyarankan, Perdana Menteri Inggris Tony Blair sepakat dengan penutupan itu.

Menurut laporan 54 halaman tersebut, sebagian besar tahanan di Guantanamo—mayoritas dari perang Afganistan—berhak mendapat pengadilan sebelum ditahan. ”Hak mereka jelasjelas dilanggar,” kata laporan itu. Laporan ini akan dipresentasikan di depan Komisi Hak Asasi Manusia PBB.

Sedangkan pemerintah AS, dengan keras menolaknya. Mereka berpendapat dapat menahan ”pasukan musuh” sepanjang perang terhadap terorisme berlangsung. Mereka juga menuduh PBB hanya mendapatkan cerita dari satu sisi saja.

Irak Saddam Mogok Makan

Bekas penguasa Irak, Saddam Hussein, mogok makan untuk melawan pengadilan yang dipimpin Hakim Rauf Abdul Rahman. Pada persidangan Selasa pekan lalu, ia dan tiga tertuduh lainnya mengumumkan aksi itu sebagai protes terhadap perlakuan Hakim Rauf yang memaksa mereka hadir di pengadilan. ”Selama tiga hari kami mogok makan sebagai protes atas perlakuan Anda, melawan Anda dan majikan Anda,” ujar Saddam. Tapi pengakuan itu tidak bisa dikonfirmasikan karena Saddam dan terdakwa lainnya berada dalam tahanan tentara Amerika Serikat.

Salah seorang anggota majelis hakim, Raid Juhi, tak membantah Saddam dan terdakwa lainnya menolak makanan. Menurut Juhi, pengadilan sedang menyelidiki kebenaran pernyataan Saddam mogok makan dan akan menyelesaikan masalahnya dengan penguasa penjara (militer Amerika). ”Sebagaimana Anda lihat, terdakwa dalam kondisi sehat,” katanya.

Para terdakwa menolak menghadiri sidang pada 1 dan 2 Februari lalu karena tim pengacara mereka menyatakan keluar dari ruang sidang pada akhir Januari lalu. Pengacara Saddam menuntut hakim Rauf diganti, karena dia bias dalam menilai Saddam.

Israel Bui untuk Omri Sharon

Pengadilan memvonis anak sulung Perdana Menteri Ariel Sharon, Omri Sharon, sembilan bulan kurungan dan denda US$ 64 ribu (sekitar Rp 587 juta), Selasa pekan lalu. Menurut hakim, Omri, 41 tahun, terbukti bersalah karena menggalang dana semasa kampanye ayahnya untuk jabatan perdana menteri dari Partai Likud pada 1999. Tapi hakim tak mewajibkan Omri langsung masuk bui, setidaknya hingga 31 Agustus mendatang, karena ayahnya, Ariel Sharon, dalam kondisi koma akibat serangan stroke sejak awal Januari lalu.

Menurut jaksa, Omri menerima US$ 1,3 juta (sekitar Rp 12 miliar) dari penyumbang asing untuk membiayai kampanye ayahnya itu. Ariel Sharon terpilih sebagai perdana menteri pada 2001 dan kembali menjabat dua tahun kemudian. Omri mengaku bersalah pada November tahun lalu karena memalsukan dokumen dan melanggar peraturan penggalangan dana partai. ”Saya membuat kesalahan fatal, dan saya minta maaf,” kata Omri.

Haiti Rene Preval Menang

Bekas Presiden Haiti (1996–2000), Rene Garcia Preval terpilih lagi sebagai Presiden Haiti. Bekas tangan kanan mantan Presiden Jean Bertrand Aristide ini memperoleh 51,15 persen suara, mengungguli 31 calon lainnya.

Pada penghitungan pertama, Preval hanya meraih suara 48,76 persen sehingga pencoblosan kedua harus dilakukan. Preval dan pendukungnya menduga terjadi kecurangan. Suara Preval naik setelah kertas suara kosong yang dibagi rata kepada setiap kontestan, ikut dihitung.

Preval mengecap pendidikan pertanian di Belgia dan lima tahun menetap di Brooklyn, New York, sejak 1970an. Dia kembali ke Haiti pada 1975. Meskipun berpisah dengan Aristide, dia sangat populer di antara pendukung presiden yang digulingkan itu, karena Preval mampu menyediakan lapangan kerja, makanan dan keamanan.

Preval berjanji meneruskan program Aristide, yaitu menekan angka kemiskinan. ”Anakanak harus berhenti berkeliaran di jalan. Senjata harus diambil dari tangan mereka, diganti dengan pulpen dan buku,” katanya.

Thailand Thaksin Batal Diperiksa

Mahkamah Konstitusi Bangkok menolak permohonan pemeriksaan terhadap Perdana Menteri Thaksin Shinawatra. Awal Februari lalu, 28 anggota Senat, sekitar lebih 10 persen dari total anggota, meminta penyidikan atas Thaksin yang dinilai melanggar undangundang ketika menjual perusahaan telekomunikasinya, Shin Corp.

Para senator menuduh Thaksin melanggar Pasal 29 Konstitusi Kerakyatan yang menyebut pejabat publik tidak boleh ikut mengontrol perusahaan mana pun. Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Paiboon Varahapaitoon mengatakan, delapan hakim menolak dan enam mendukung petisi itu. Alasannya, tuduhan tak jelas dan cukup bukti.

Keluarga Thaksin menjual 49 persen saham Shin Corp milik mereka pada 23 Januari lalu senilai US $ 1,9 miliar (sekitar Rp 17,6 triliun) ke Temasek Holdings, lembaga investasi pemerintah Singapura. Thaksin mengatakan, penjualan itu sudah sesuai dengan regulasi Thailand.

Ahmad Taufik, R. Fadjri, Leanika (AFP, Reuters, AP, BBC)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus