Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Merquieades Salazar, 45 tahun, menemukan tubuh istrinya sudah tak bernyawa. Pasangan pengangguran itu datang ke stadion olahraga Ultra di Kota Pasig, sebelah timur Ibu Kota Filipina, Manila, untuk berpartisipasi dalam acara Wowowee, sebuah pertunjukan berhadiah yang diselenggarakan televisi ABSCBN. ”Saya berharap menang dan memperoleh hadiah uang yang ditawarkan itu, namun justru saya kehilangan istri,” ujarnya sedih.
Korban lain, Alberto Herrera, 11 tahun, harus hidup sebatang kara karena kehilangan ibunya, ”Tolong, apa yang mesti saya lakukan.” Kedua korban adalah dua dari 74 orang yang tewas dan 350 orang lukaluka.
Mayat mereka sempat dijejerkan di luar stadion, sedangkan para penonton yang berharap meraup hadiah masih bertahan.
Para penonton belum beranjak dari stadion dan tetap meminta acara itu dilanjutkan. Pembawa acara, Willie Revillname, masih berniat meneruskan acara tersebut. Namun Wakil Presiden Noli de Castro, yang juga dikenal sebagai bekas pembawa acara di televisi itu, datang ke stadion beberapa jam setelah kejadian. Ia meminta agar masyarakat memahami persoalan yang terjadi dan memutuskan untuk menunda acara tersebut. ”Saya sangat syok,” kata Willie.
Sesuai dengan namanya, Wowowee—orang Filipina membaca waw waw wi—menggiurkan karena menjanjikan hadiah yang menggiurkan. Begitu menggiurkannya, stadium yang kapasitasnya hanya 19 ribu orang itu diserbu 30 ribu orang. Bahkan banyak yang datang berkelompok dan berkemah tiga hari sebelum acara itu dibuka. ”Kami hanya ingin happy,” kata Nimfa Santos, salah seorang perempuan yang datang bersama grupnya.
Memang, di stasiun televisi ABSCBN, iklan acara Wowowee tampil gencar dan mengejutkan. Dimulai dengan gambar dan bunyi sirene, acara ini kemudian menampilkan kata ”alert” dengan huruf besar dalam alunan musik disko yang mengentakentak dan gambar orang berjogetjoget riang gembira. Dari tayangan itulah diketahui informasi cara orang ikut pertunjukan berhadiah tersebut.
Untuk bisa mengikuti acara itu, seseorang hanya mengirimkan nama, usia, dan alamat ke studio televisi itu melalui kupon undian cumacuma atau melalui pesan pendek (sms). Para peserta tinggal menebak pertanyaan yang diajukan pembawa acara, hingga akhirnya nanti ditemukan satu pemenang. Saat pemenang inilah ketegangan acara mulai terjadi. Para pemenang bisa memilih uang yang ditawarkan atau isi dalam tas belanjaan—di Filipina disebut bayong. Isi tas bisa lebih mahal atau lebih murah dari uang yang ditawarkan.
Gencarnya promosi dan hadiah itulah yang mengundang banyak orang ikut berpartisipasi. Pada Sabtu pagi, saat pintu gerbang stadion dibuka selepas fajar, orang sudah berdesakdesakan antre masuk ke stadion.
Namun yang terjadi pada Sabtu pagi dua pekan silam tentu saja tak terduga. Mereka yang di belakang mendorongdorong orang yang berada di depannya. Keadaan menjadi tak terkendali ketika terdengar orang berteriak, ”Ada bom.” Para penonton saling dorong, orang ceraiberai, panik, perempuan yang kebanyakan ibuibu jatuh, terinjakinjak, dan tergencet pintu besi stadion.
Wowowee, yang termasyhur di ABCCBN, ditayangkan enam hari dalam sepekan setiap pukul satu siang. Tak mengherankan jika sebagian besar penonton yang datang ke stadion Ultra adalah ibu rumah tangga dan kaum pengangguran. Biasanya acara itu digelar di studio terbuka stasiun televisi tersebut dan dihadiri sekitar 5.000 orang. Namun, pada Sabtu dua pekan lalu, acara digelar di stadion dan lebih membludak, karena memperingati ulang tahun pertama acara televisi tersebut. ”Saya hanya ingin memberikan kebahagiaan kepada banyak orang,” kata Willie Revillname, sang pembawa acara.
Pada ulang tahun pertamanya, Wowowee memberikan hadiah yang besarnya satu juta peso (Rp 179 juta) serta hadiah lainnya, antara lain rumah beserta isinya. Bagi negara yang rakyatnya 40 persen hidup di bawah US$ 2 (Rp 18 ribu) sehari, hadiah itu sangat berarti. ”Acara ini berniat membantu rakyat Filipina, terutama yang miskin,” ujar Willie Revillname.
Keinginan untuk menjadi kaya secara instan memang menjadi dorongan berbagai reality show di berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia. Filipina dengan separuh penduduk dari 80 juta yang masih hidup di bawah garis kemiskinan itu masih saja berusaha bangkit dari keterpurukan.
Manila serupa dengan banyak kota di Asia lainnya yang menyajikan pemandangan kontras. Gedung pencakar langit dan pusat pertokoan yang bisa menyamai tokotoko di negara Eropa, seperti Paris atau London. Namun, tak jauh dari gedunggedung yang angkuh, berkeliaran anakanak mengemis. Jika malam hari pemandangan orangorang miskin tanpa baju tidur di atas velbed di tamantaman kota atau di sisisisi hotel bintang lima. Kota Pasig di antara bagian Kota Manila yang kumuh.
Menurut seorang pengusaha terkenal Astro del Castillio, kesulitan Filipina lari dari belitan kemiskinan karena ketidakstabilan politik dan korupsi. Salah satu rintangan terbesar dalam pertumbuhan perekonomian adalah sikap para pemimpin politik. ”Selalu saja ada politisi yang haus kekuasaan, dan sayangnya negara menjadi korban,” kata del Castillio. Sebagian besar orang di daerah pedesaan bahkan lebih miskin dibandingkan mereka yang tinggal di kota.
Sejarah Filipina bisa membantu menjelaskan soal politik dan kemiskinan di negeri ”pabrik” buruh migran ini. Pertama, negara itu dijajah oleh Spanyol dan kemudian Amerika Serikat. Kebijakan kedua penjajah ini cenderung menguntungkan para tuan tanah.
Bagi aktivis reformasi tanah Bobby Tanada, kaum elite Filipina tetap memiliki sifat seperti penjajah, menindas rakyat kebanyakan. Motto penjajah yang cukup dikenal di Filipina, ”Bila Anda bagian dari pemerintah, Anda dapat menunggangi kuda dan kuda itu dapat membawa Anda sejauh yang Anda inginkan, dan Anda dapat mengklaim tanah itu milik Anda.”
Filipina kaya dalam lahan pertanian yang subur dan sumber alam lain, namun sedikit rakyat yang memiliki tanah. Menurut Bobby, sebagian besar kalangan percaya reformasi tanah sangat penting untuk mengurangi tingkat kemiskinan. Namun, bila sepakat langkah itu diambil, akan tetap sulit untuk menerapkannya karena akan banyak kalangan yang membela sistem yang berlaku saat ini.
Menurut Presiden Partai Laban ng Masa, Wilson Fortaleza, tragedi Wowowee menggambarkan bangsa yang putus asa, ketika banyak orang Filipina ketagihan acara televisi berhadiah, menggantungkan harapan dan ambil bagian dalam hadiahhadiah uang untuk cepat keluar dari kemiskinan.
Politisi lainnya, Riza Hontiveros, melihat korbannya sebagian besar adalah perempuan, bahkan mereka juga yang antre selama duatiga hari hanya untuk acara televisi berhadiah itu. ”Itu menunjukkan para perempuan yang sangat merasakan kemiskinan dan selalu mencari kesempatan apa pun untuk bisa memberi makan anakanak dan keluarganya,” ujar Riza.
Sheila Coronel, pengamat kemiskinan di Filipina, sepaham dengan para politisi itu. Peristiwa Wowowee hanyalah seri terbaru dari kejadian yang terus menimpa orang miskin di Filipina. Kecelakaan kapal feri, bencana banjir, longsor, bangunan runtuh yang memakan banyak korban, terutama kaum papa.
Presiden Arroyo langsung memerintahkan tim penyidik membuat laporan tragedi ini dalam 72 jam. Tim itu memeriksa pejabat eksekutif jaringan televisi ABSCBN dan kepala keamanan stadion Pasig.
Direktur ABSCBN Eugenio Lopez III berjanji akan bertanggung jawab penuh terhadap para korban meninggal dan lukaluka. Bagi yang keluarganya meninggal, masingmasing mendapat setengah juta peso. Namun nyawa tak bisa hanya diganti dengan uang. Seperti kata pengamat kemiskinan Coronel, menghargai kemanusiaan dan pemerintahan yang bersihlah yang akan membuat Filipina bangkit dari keterpurukan ekonomi.
A. Taufik (The Manila Times/BBC/ABSCBN/PCIJ)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo