Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Serbia
Menyelam di Arus Deras
Parlemen Serbia baru saja meloloskan sebuah rancangan undang-undang kontroversial. Intinya memberikan kompensasi keuangan dan tunjangan negara kepada para tersangka penjahat perang. Undang-undang itu berlaku bagi bekas presiden Slobodan Milosevic dan sejumlah warga Serbia yang kini ditahan di Mahkamah Kejahatan Perang PBB di Den Haag, Belanda.
Para penjahat perang itu diberi kompensasi setiap bulan, sebagai penukar gaji yang terputus dan biaya penasihat hukum. Bahkan bantuan keuangan pun diberikan kepada keluarga para tertuduh, untuk menutup biaya perjalanan, hotel, visa, dan tagihan telepon.
Ide liar ini muncul dari Partai Radikal Serbia—yang ultranasionalis—dan didukung parlemen, termasuk perdana menteri yang baru saja terpilih, Vojislav Kostunica. Di pihak lain, para penentang undang-undang ini menuduh langkah tersebut sebagai isyarat pembangkangan kepada Barat dan imbalan atas dukungan Partai Sosialis-nya Milosevic terhadap pemerintah minoritas Kostunica. Menteri Luar Negeri Serbia, Goran Svilanovic, menyebut produk hukum itu sebagai "keputusan tak bertanggung jawab."
Inggris
Penggerebekan 500 Kg Bahan Peledak
Delapan orang warga London ditahan polisi Inggris, Rabu pekan lalu, dalam sebuah penggerebekan. Mereka menyimpan 500 kilogram bahan peledak di sebuah bengkel 24 jam di kawasan London Barat. Sekitar 700 anggota pasukan dikerahkan dalam aksi penggerebekan itu. Menurut Peter Clarke, Komandan Antiterorisme Metro London, pasukan sebesar itu sengaja disiapkan untuk mengantisipasi serangan teror yang diyakini bakal melanda daratan Eropa.
Kini delapan orang yang berusia 17-32 tahun itu ditahan berdasarkan UU Aksi Terorisme 2000 dan dituduh merencanakan aksi teror. Meski berkebangsaan Inggris, dari penyelidikan diketahui sebagian dari mereka berasal dari Pakistan. Salah satu di antaranya bekerja di bagian catering Bandar Udara Gatwick—lapangan udara terbesar kedua di Inggris.
Bahan peledak berupa amonium nitrat yang terdapat di bengkel itu sebenarnya mudah didapat oleh siapa saja. Hanya, penyimpanan dalam jumlah banyak amat membahayakan. Jika dicampur dengan minyak diesel dan semtex, bahan ini dapat menjelma menjadi bom yang amat dahsyat. Daya ledak bahan seberat setengah ton ini sebanding dengan bom yang mengoyak gedung apartemen di Oklahoma, Amerika, pada 1995.
Thailand
Pencurian Dinamit di Yala
Sekelompok orang bertopeng menyerang sebuah bangunan tambang batu di Provinsi Yala, Thailand, Selasa pekan lalu. Mereka membawa kabur berkarung-karung bahan peledak, di antaranya berupa amonium nitrat dan dinamit, setelah mengikat dua orang penjaganya. Hingga kini, mereka masih lolos.
Polisi Thailand curiga, aksi ini dilakukan oleh kelompok teroris yang sama yang pernah melakukan aksi serupa di negeri itu. Sejak awal Januari lalu, setidaknya 50 orang telah tewas dalam berbagai tindakan teror. Yang terakhir adalah insiden bom pada Sabtu dua pekan lalu di kawasan Sungai Kolok. Sekitar 28 orang luka-luka. Sebagian besar korban adalah polisi dan pejabat pemerintah setempat.
Sementara ini, pejuang separatis Islam—sekitar 500 orang—dituduh berada di belakang insiden itu. Aksi kaum minoritas itu berpangkal pada kekecewaan mereka terhadap diskriminasi pemerintah Thailand—mayoritas beragama Buddha—terhadap kaum minoritas Islam. Sejumlah pejabat Thailand mengkhawatirkan adanya hubungan kerja sama aksi pejuang separatis Islam ini dengan jaringan terorisme internasional.
Cina
Sidik Jari Penyulut Dendam
Gara-gara pihak imigrasi Amerika mempersulit warga Cina masuk ke AS melalui aneka prosedur superketat (termasuk cek sidik jari), pemerintah Cina membalasnya secara setimpal. Warga Amerika yang mau masuk ke Cina kini mesti melewati aneka saringan. Pemegang paspor diplomatik diharuskan mengajukan permohonan visa biasa—jika melakukan perjalanan nondinas—serta membayar pengurusan visa. Bahkan staf konsuler Cina kini kian sibuk karena harus mewawancarai setiap warga AS yang mengajukan visa.
Kementerian Luar Negeri Cina juga menutup fasilitas visa-on-arrival (visa kedatangan) bagi warga AS. Tadinya mereka leluasa keluar-masuk dari segenap penjuru mata angin, termasuk melalui kota padat Shenzhen, di sebelah utara Hong Kong. Keputusan mbalelo ini diterapkan tak lama setelah Amerika menolak permohonan pemerintah Cina agar kebijakan cek sidik jari dieliminasi. Washington bersikukuh, cek sidik jari adalah tuntutan global yang tak bisa dihindari.
RF & EWS (AP, CNN, BBC)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo