Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di antara pohon-pohon jeruk yang tumbuh berderet di sebuah perkebunan di kawasan tengah Israel—kala itu masih disebut Palestina—tegaklah sebuah rumah mungil. Di sinilah, di tanah ini, Perdana Menteri Ariel Sharon lahir 74 tahun silam. Di kampung halaman para leluhurnya itu Sharon tumbuh dewasa dengan ideologi yang radikal tentang tanah. "Kekuasaan bersumber dari tanah," demikian Sharon menulis dalam autobiografinya yang berjudul Pejuang.
Maka, tatkala ia menjadi Perdana Menteri Israel pada 2001, Sharon segera meratakan tanah rakyat Palestina dan menyulapnya menjadi perumahan bagi imigran Yahudi. Tapi, hari-hari ini, warga Israel jadi heran tidak keruan melihat perilaku Sharon dalam hubungan dengan tanah. Pekan silam, hanya sehari setelah kantor kejaksaan Israel merekomendasikan pemeriksaan lanjutan atas tuduhan korupsinya, Sharon sudah lupa saja pada ideologinya tentang tanah dan kekuasaan.
Di hadapan parlemen Israel, Knesset, ia mengumumkan akan mengevakuasi permukiman Yahudi di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Ada 7.500 pemukim Yahudi di Gaza dan 200 ribu di Tepi Barat. "Hari ini 1,2 juta rakyat Palestina hidup di sana (Gaza). Saya tak melihat ada masa depan bagi permukiman Yahudi di sana," kata Sharon. Padahal Sharon-lah yang menentang habis-habisan ide penarikan permukiman Yahudi dalam proposal "Jalan Damai" yang disponsori kuartet Amerika Serikat, PBB, Uni Eropa, dan Rusia.
Saking bersemangatnya kali ini, Sharon tak peduli dengan ancaman dua partai radikal sayap kanan—mitra koalisinya dalam kabinet. Kedua partai ini siap mencabut dukungan terhadap pemerintah Sharon jika ia tetap nekat menggusur permukiman Yahudi di Gaza dan Tepi Barat. Apa jawab Sharon? "Jika rekan koalisi menarik diri, saya akan membentuk pemerintahan baru pada hari itu juga."
Ada dua dugaan tentang sikap kontroversial sang Perdana Menteri. Pertama, ia dijadwalkan akan terbang ke Washington untuk bertemu Presiden AS, George W. Bush, pada 14 April mendatang. Tapi saat ini dunia tengah mengutuk AS karena dianggap merestui tindakan Sharon membunuh pemimpin Hamas, Syekh Ahmad Yassin. Maka, Sharon perlu amunisi untuk "memikat hati Washington". Nah, pembongkaran permukiman Yahudi diperkirakan cukup manis untuk "angpau" bagi Bush.
Kedua, saat ini dengan mudah orang berprasangka bahwa aksi Sharon tak lain dari manuver untuk mengalihkan perhatian publik dari tuduhan menerima suap. Tuduhan korupsi bukan kali pertama dialamatkan ke Sharon. Oktober tahun silam, Sharon, yang akan menghadapi pemilu, digoyang dengan tuduhan korupsi. Polisi menyidik transfer uang sebesar US$ 1,5 juta (setara hampir Rp 13 miliar) ke rekening Omri Sharon, putra Ariel Sharon (lihat boks, Sudahlah, Pak Tua...)
Isu korupsi ini kian ramai ketika sepanjang pekan silam pers Israel melaporkan berita-berita tentang "Isu Pulau Yunani" . Disebut-sebut, keluarga Sharon mendapat uang suap US$ 3 juta dari kontraktor David Appel, yang mengembangkan resor wisata di Pulau Aegea di Yunani. Sejauh ini Sharon menepis tuduhan itu dan tetap nekat menggusur permukiman Yahudi, yang selama ini ditentangnya. "Saya tak akan mengubah sikap," ujarnya.
Raihul Fadjri (Haarezt, Jerusalem Post, Reuters)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo