Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota militer Cina, Tentara Pembebasan Cina (PLA), dihukum karena keluar dari angkatan bersenjata.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang mahasiswa dari Provinsi Hainan bernama Zhang Moukang, dihukum dua tahun dengan dilarang berpergian ke luar negeri; berpergian di Cina dengan pesawat, kereta, atau bus; membeli real estat; mendapat pinjaman atau asuransi; membuka bisnis; dan dilarang mendaftar atau belajar di perguruan tinggi atau sekolah menengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari CNN, 17 Desember 2019, cerita Zhang diunggah di situs web bahasa Inggris Tentara Rakyat Pembebasan, yang merinci hukuman yang dijatuhkan kepada Zhang setelah dia memberi tahu PLA bahwa dia tidak lagi ingin melayani ketentaraan lagi.
Zhang, yang usianya tidak diungkapkan, tidak akan diizinkan mendapatkan pekerjaan pemerintah seumur hidup, bahkan sebagai pekerja kontrak pemerintah. Larangan ini termasuk dilarang bekerja di perusahaan negara.
Zhang juga didenda US$ 4.000 (Rp 56 juta) ditambah kompensasi kepada militer sebesar US$ 3.750 (Rp 52,5 juta) untuk biaya yang dikeluarkan selama masa singkatnya sebagai seorang prajurit, termasuk pemeriksaan politik, pemeriksaan medis, biaya perjalanan dan hidup, serta tempat tidur dan pakaian.
Bukan hanya itu, Zhang juga akan menghadapi rasa malu di depan umum karena tindakan dan hukumannya akan dipublikasikan ke masyarakat melalui jaringan, televisi, surat kabar, dan media sosial.
Tentara Pembebasan Rakyat menunjukkan aksinya menggunakan pedang saat tampil sehari sebelum ulang tahun ke-21 kembalinya kota ke kedaulatan Cina dari pemerintahan Inggris, di pangkalan udara, di Hong Kong, Cina, Sabtu, 30 Juni 2018. AP.
Kasus Zhang mungkin jarang, tetapi tidak unik. Ditemukan setidaknya puluhan kasus mantan prajurit yang dihukum seperti ini selama beberapa tahun terakhir.
"Beijing mungkin menggunakan kasus ini untuk membuat pembelajaran dan mempublikasikannya dengan cara yang menjangkau masyarakat yang lebih luas," kata Adam Ni, editor China Neican dan peneliti China di Departemen Studi Keamanan dan Kriminologi di Universitas Macquarie di Australia.
Ni menambahkan bahwa ini adalah contoh dari beberapa ketegangan yang dihadapi PLA. Di satu sisi PLA perlu mempropagandakan citra yang baik, dan di sisi lain perlu menghalangi apa yang dianggap sebagai perilaku buruk dan pembangkangan.
Militer Cina secara teknis didasarkan pada wajib militer, tetapi itu adalah persyaratan yang jarang diberlakukan dalam beberapa tahun terakhir karena banyak sukarelawan yang maju untuk mengisi posisi dalam seiring modernisasi pasukan yang cepat.
Modernisasi itu membutuhkan lebih sedikit, tetapi lebih banyak taruna berpendidikan. Jadi pasukan telah melakukan perampingan, menekankan sukarelawan yang mahir secara teknis atas wajib militer yang cenderung berasal dari daerah yang lebih miskin dengan pendidikan rendah. Namun, hal ini menimbulkan masalah tersendiri.
Dalam China Power Report 2019, Badan Intelijen Pertahanan AS (DIA) mencatat meningkatnya penentangan yang dihadapi oleh PLA.
"Layanan militer mungkin akan tetap menjadi pilihan karier yang kurang menarik jika ekonomi Cina tetap sehat," katanya. "Meskipun pemuda Cina tetap tertarik pada bidang karir, minat tidak meluas."
Laporan DIA mencatat bahwa Beijing ingin menumbuhkan personel militer tipe baru untuk mempertahankan bakat dan mengembangkan personel yang dapat memenuhi tuntutan perang modern.
Sebuah laporan dari kantor berita Xinhua yang dikelola pemerintah pada Juli mengatakan PLA lebih suka merekrut mahasiswa dan lulusan terpelajar.
Militer Cina modern bukanlah kehidupan yang diinginkannya, menurut laporan di China Military Online.
Setelah bergabung dengan militer pada bulan September, Zhang memantapkan diri berhenti dan pada akhir November dikeluarkan dari PLA.
"Zhang Moukang tidak dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan militer Cina karena takut kesulitan dan kelelahan," kata laporan itu.