Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Turki mengganti nama jalan di mana kedutaan Amerika Serikat berdiri menjadi Malcolm X Venue. Sebelumnya jalan ini diberi nama Olive Branch.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Malcolm X disebut sebagai politisi Muslim ternama AS dan pembela hak-hak sipil. Dia digambarkan sebagai salah satu pemimpin Afro-Amerika terbesar dan dipuji sebagai orang yang meletakkan dasar gerakan Black Power.
Baca: Nama Jalan Kedutaan AS di Turki Diganti Jadi Malcolm X, Kenapa?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Malcolm lahir di Omaha, Nebraska tahun 1925. Saat dia berusia 6 tahun, ayahnya, Reverend Earl Little, seorang pendeta gereja Baptis, tewas ditabrak mobil. Ibunya, Louise Little, membesarkan Malcolm dan saudara-saudaranya. Kemiskinan yang mendera melanda kehidupan keluarga ini. Ibunya dirawat di rumah sakit jiwa ketika Malcolm berusia 13 tahun,
Selama hidupnya, Malcolm tidak selalu diakui atas prestasinya. Banyak yang menganggapnya sebagai pemuda yang agresif.
Pada usia 27 tahun, Malcolm mengubah nama belakangnya menjadi X. Dia kemudian menulis bahwa Little adalah nama yang identik dengan majikan kulit putih dari budak kulit hitam yang telah dipaksakan pada leluhur ayahnya.
Di masa remajanya, Malcolm mulai terlibat dalam kegiatan kriminal sehingga dipenjara dari tahun 1946 hingga 1952. Saat di penjara, Malcolm mengalami transformasi dan akhirnya bergabung dengan Nation of Islam, sebuah gerakan Amerika Afrika yang menggabungkan Islam dengan nasionalisme kulit hitam.
Malcolm berhenti merokok dan berjudi. Dengan ambisi untuk mendidik ulang dirinya, ia menghabiskan waktu berjam-jam membaca buku di perpustakaan penjara dan menghafal kamus.
Malcolm X. biography.com
Baca: Krisis Turki, Erdogan: Turki Akan Boikot Produk Elektronik AS
Setelah dibebaskan dari penjara, Malcolm membantu memimpin Nation of Islam. Ini kemudian menandai periode pertumbuhan terbesarnya. Ia juga mulai mendirikan surat kabar Nation, Muhammad Speaks, dan memimpin administrasi masjid untuk Nation di New York, Philadelphia dan Boston.
Kepedulian terhadap hak-hak sipil juga mulai ditunjukan oleh Malcolm yang ditandai dengan rasa frustrasi dan kepahitan orang-orang Afrika-Amerika selama fase utama gerakan hak-hak sipil dari tahun 1955 hingga 1965.
Malcolm menganjurkan pemisahan orang Amerika berkulit hitam dan putih, serta menolak gerakan hak-hak sipil karena penekanannya pada integrasi.
Dalam oposisi yang tajam terhadap filosofi non-kekerasan Martin Luther King, Malcolm X mengatakan: "Saya melakukan kekerasan jika non-kekerasan bermakna kita terus menunda solusi untuk masalah orang kulit hitam di Amerika."
Malcolm mendesak para pengikutnya untuk membela diri dengan cara apa pun yang diperlukan.
Malcolm juga memberikan landasan intelektual untuk Black Power dan gerakan untuk kesadaran kulit hitam di AS pada akhir 1960-an.
Setelah terjadi perseteruan mendalam dengan Elijah Muhammad atas arah politik Nation of Islam, Malcolm meninggalkan Nation pada tahun 1964.
Baca: Turki Akan Gugat Amerika Serikat Jika Melarang Penjualan F-35
Setelah melakukan perjalanan ke Afrika dan Timur Tengah, di mana ia melakukan ziarah Muslim untuk menjadi Haji, Malcolm memeluk Islam dan mengganti nama sebagai el-Hajj Malik el-Shabazz.
Tumbuhnya permusuhan antara Malcolm dan Nation kemudian menyebabkan ancaman kematian dan kekerasan terbuka terhadap Malcolm.
Malcolm ditembak saat menyampaikan ceramah di Ballroom Audubon di Harlem, New York City pada hari Minggu, 21 Februari 1965. Tiga bulan sebelum dirinya genap berusia 40 tahun.
Meskipun Malcolm sempat dilarikan ke klinik darurat, dirinya tidak tertolong. Tiga anggota Nation of Islam didakwa atas pembunuhan tersebut.
Pengamatan publik Amerika Serikat menyatakan bahwa penguburan Malcolm di Unity Funeral Hom dihadiri oleh 14.000 hingga 30.000 pelayat.
ALJAZEERA | SARAH ERVINA DARA SIYAHAILATUA