Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mampuslah para koruptor

Setelah perang melawan mafia dicanangkan beberapa tahun lalu, kini pemerintah roma melakukan gerakan pembersihan korupsi.

10 April 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BELAKANGAN ini, di Italia, di kota mana saja, bila terdengar sirene mobil polisi lewat, orang-orang mencoba melihat ke iring- iringan mobil itu, dan menebak-nebak pejabat siapakah, atau politikus siapakah, yang duduk di joki belakang dengan tangan diborgol. Kadang-kadang orang-orang dengan emosional melemparkan koin ke arah mobil sambil berteriak: ''Pencuri.'' Dua perang besar kini berlangsung di Italia. Yang sudah dimulai beberapa tahun lalu adalah perang melawan cosa nostra alias mafia Italia. Yang baru dimulai sekitar setahun yang lalu adalah perang yang oleh orang Italia dinamakan pulizia, artinya pembersihan. Itulah pembersihan koruptor di segala bidang yang dimulai dan dipimpin oleh Antonio Di Pietro, jaksa Kota Milan. Dan sejak ada pulizia itulah setiap terdengar sirene mobil polisi orang-orang lalu berkerumun, memelototkan mata ke arah penumpang mobil itu. Seperti perang melawan mafia, perang melawan koruptor pun membuat sibuk polisi dan penjara di seantero Italia. Mula-mula ada penangkapan dua atau tiga pejabat dan politikus, lama-kelamaan makin banyak politikus dan pejabat pemerintah, bahkan sampai ke tingkat menteri, ditahan, dituduh terlibat manipulasi dan menerima suap. Pekan lalu jumlah mereka yang diusut sekitar 2.500 orang, termasuk enam menteri dan lebih dari 150 anggota parlemen. Juga termasuk sedang diusut adalah duta besar Italia untuk Indonesia ia dicurigai menggelapkan uang sewaktu menjadi wakil kepala Badan Bantuan Kementerian Luar Negeri Italia, 1985-1987. Kepada Kompas, Michele Martinez, duta besar itu, menjelaskan bahwa itu baru tahap pemeriksaan, belum putusan. Ia yakin telah menggunakan dana yang dikelolanya secara benar. Akibat itu semua, Perdana Menteri Giuliano Amato terpaksa mengajukan permintaan mengundurkan diri tapi ditolak oleh Presiden Oscar Luigi Scalfaro. Sulit buat Giuliano Amato memimpin pemerintahan yang semestinya beranggotakan 24 menteri tapi terpaksa berjalan dengan kurang dari 20 menteri. Yang kemudian mewarnai ''pembersihan'' dengan ketegangan, diperoleh informasi bahwa para pejabat, terutama yang ditahan di Italia Selatan, punya hubungan dengan mafia. Wilayah ini memang daerah asal mafia Italia. Dari pengakuan di antara mereka yang ditahan, terungkapkan bahwa orang kuat Giulio Andreotti, senator terkemuka yang tiga kali menjadi perdana menteri (1972-1973, 1976-1979, dan 1989-1992) ternyata ''pelindung cosa nostra yang paling berpengaruh di panggung politik.'' Pengakuan orang mafia setebal 246 halaman itu antara lain menceritakan bahwa Andreotti terlibat sebagai pelindung dalam sejumlah aksi kekejaman yang dilakukan oleh mafia Sisilia sejak tahun 1978 sampai 1982. Antara lain, aksi penculikan dan pembunuhan Aldo Moro, bekas perdana menteri, oleh kelompok Brigade Merah, tahun 1978. Juga pembunuhan Jenderal Carlo Alberto Dalla Chiesa, kepala polisi Palermo, dan istrinya, tahun 1982. Operasi besar-besaran ini bermula ketika Hakim Antonio Di Pietro menerima pengaduan Luca Magni, seorang kontraktor Milan, tahun lalu. Magni kesal karena harus memberi uang komisi US$ 4.300 (sekitar Rp 9 juta), kepada Mario Chiesa, pejabat Milan dari Partai Sosialis. Untuk menangkap basah Chiesa, Di Pietro mengatur jebakan. Magni dibekali mikrofon mini dan kamera mini ketika menyerahkan uang ke Chiesa. Ketika uang diserahkan di suatu tempat itulah Di Pietro dan sejumlah polisi langsung menggerebeknya. Segera Chisea menjadi politikus pertama yang meringkuk di penjara, karena terbukti kemudian, ia setidaknya menyimpan uang senilai US$ 8 juta dari suap. Dari kasus Chisea inilah Hakim Di Pietro lalu membentuk operasi pembersihan yang menyapu seluruh Italia. Ceritanya, Chisea rupanya tak mau menjadi tumbal untuk teman-temannya. Maka ia mengungkapkan nama politikus lainnya yang menerima suap serupa. Segera Pietro merasa, di seluruh Italia orang macam Chisea ini banyak sekali. Dan benar saja, segera ratusan, dan akhirnya lebih dari 2.000 orang terjaring Operasi Pembersihan ini. Di antara mereka adalah orang ternama. Selain Andreotti, ada Francesco Mattioli, direktur keuangan perusahaan mobil Fiat. Ia dituduh menyuap orang-orang Partai Kristen Demokrat untuk memenangkan kontrak pembelian Fiat. Lalu Bettino Craxi, bekas perdana menteri, yang dituduh menerima komisi dan mengumpulkan dana ilegal untuk partainya, Partai Sosialis. Ada pula Carlo Tignoli, bekas menteri pariwisata dan bekas wali kota Milan. Ia dituduh menadah barang curian dan menyumbangkannya ke Partai Sosialis. Semua ini dimungkinkan karena yang disebut ''rekomendasi'' sangat menentukan untuk memperoleh pekerjaan. Nah, ''rekomendasi'' dari pejabat tertentu, yang diterima lembaga tertentu, diketahui kemudian, memudahkan terbentuknya jaringan komisi dan suap. Salah satu yang paling laku memberikan ''rekomendasi'' adalah bekas perdana menteri Andreotti. Dari operasi pembersihan ini pula diketahui bahwa besarnya suap bisa sampai US$ 3,4 juta (sekitar Rp 7 milyar). Riset Institut Luigi Einaudi di Turin mengungkapkan bahwa praktek pemberian komisi yang sudah lama berlangsung di Italia menyebabkan anggaran umum meningkat menjadi US$ 4 miliar tahun 1992 dari US$ 3 miliar tahun 1991. Defisit anggaran belanja pemerintah yang besarnya US$ 100 miliar pun naik 15% lebih. Praktek suap dan komisi ini menyebabkan sejumlah proyek pembangunan terbengkalai. Gedung pertunjukan Piccolo Teatro dan Stadion Olahraga Stadio Meazza di Milan serta tambahan rel jaringan kereta api bawah tanah Milan terbengkalai pembangunannya. Tiga contoh ini disebut-sebut oleh orang Italia sebagai monumen korupsi. Sebenarnya praktek korupsi di Italia modus operandinya sederhana saja. Di tingkat paling bawah adalah penggelapan pajak. Rumah- rumah makan, misalnya, tak menuliskan dan memasukkan jumlah rekening dalam mesin hitung kasir. Dalam jual-beli barang, penjual selalu menawarkan dua jenis harga: yang tinggi termasuk pajak penjualan atau yang rendah tapi tanpa pajak, artinya tak ada nota jual-beli sah. Di tingkat yang kakap, tingkat proyek, kontraktor membayar komisi untuk melancarkan segalanya: dari persetujuan rencana kontrak sampai bentuk pembayaran. Konon, demikian besar komisi itu hingga sebelum proyek selesai uang si kontraktor sudah ludes terlebih dahulu. Bila itu terjadi, penyelesaiannya mudah saja: kontraktor itu raib, meninggalkan pekerjaannya yang terbengkalai. Inilah yang terjadi dengan tiga ''monumen korupsi'' itu. Tapi mengapa baru sekarang ini praktek komisi diusut sebagai korupsi? Ada tiga hal setidaknya. Pertama, sebelum ekonomi Italia anjlok, keuangan pemerintah tampaknya mampu memikul ''uang yang raib'' itu. Tahun 1980-an, misalnya, orang Italia demikian makmur hingga seorang pegawai sebuah kedai ikan mampu memiliki telepon genggam. Pada masa ini komisi ditoleransi. Akibatnya, defisit terus membengkak, dan akhirnya senjata makan tuan. Faktor kedua, sistem politik dan pemerintahan di Italia mirip di Dunia Ketiga. Sistem ini memungkinkan dua partai, Partai Sosialis dan Partai Demokrat Kristen, menguasai pemerintahan koalisi. Ini menyebabkan sejumlah orang berada dalam pemerintahan berkali- kali, hingga memberi perasaan bahwa Italia milik mereka. Coba simak, Giulio Andreoti (dari Partai Demokrat Kristen) beberapa kali menjadi perdana menteri, selain menteri luar negeri. Emilio Colombo, menteri luar negeri sekarang, pernah menjadi menteri, dan sejak tahun 1948 selalu duduk dalam kabinet. Ketiga, munculnya kasus Chisea yang ditangani oleh seorang hakim yang bersikap ''hukum adalah hukum dan harus dilaksanakan''. Hakim itu, Antonio Di Pietro, kini 42 tahun, datang dari keluarga petani miskin. Ia memang memiliki persyaratan sebagai orang yang melakukan pembersihan. Ia itu ''keras kepala bagai keledai, sabar bagai petani, dan jujur,'' tutur Anna Di Pietro, 79 tahun, ibunya. Dan Pietro bekerja dengan efisien. Ia sedikit bicara dengan wartawan. Ia tak merasa menjadi pahlawan, meski anak-anak muda kini suka turun ke jalan mengelu-elukan Di Pietro dan stafnya. Salah satu akibat tak langsung operasi pembersihan tersebut adalah disepakatinya sebuah referendum, yang akan diselenggarakan pada 18 April nanti, untuk mengubah sistem politik. Bagaimana alternatifnya yang kongkret, memang belum tampak. Yang jelas, kalau rakyat setuju, sistem yang memungkinkan pemerintahan dikendalikan partai yang sama dalam waktu lama, dan memungkinkan orang-orang yang sama terus bercokol sebagai pejabat tinggi, akan diatur kembali. Orang menduga, bila referendum menyimpulkan konstitusi perlu diubah, dan karena itu diadakan pemilu, nama Antonio Di Piotri punya kesempatan besar untuk tampil. Didi Prambadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus