Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Beijing -- Partai Komunis Cina menyiapkan perubahan konstitusi negara untuk memperpanjang masa jabatan Presiden Xi Jinping tanpa batas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Konstitusi saat ini mengatur pejabat Presiden dan wakilnya hanya boleh menjabat maksimal dua periode atau sepuluh tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Xi Jinping, 64 tahun, mendapat julukan Mao Zedong kedua setelah berani melakukan serangkaian perubahan radikal sejak menjabat sebagai Presiden pada 2013. Xi juga menjabat sebagai sekretaris jenderal Partai Komunis Cina.
Baca: Amerika Beri Korea Utara Sanksi Keras Sepihak, Cina Meradang
"Dia telah melakukan perubahan radikal di partai termasuk menangkap para pimpinan yang terlibat korupsi," begitu dilansir Reuters, Ahad, 25 Februari 2018. Sebelumnya, upaya ini dianggap mustahil dilakukan karena bakal mendapat tentangan keras.
Menurut media resmi Cina, Xinhua, proposal penghapusan batas masa jabatan Presiden dan wakilnya ini diajukan oleh Komite Sentral Partai Komunis. Ini merupakan komite yang paling berkuasa di partai.
Xi bakal menjalani masa jabatan kedua setelah mendapat perpanjangan masa jabatan oleh parlemen pada 5 Maret 2018. Parlemen ini bukanlah pilihan rakyat tapi partai karena Cina tidak mengenal sistem multipartai melainkan satu partai saja.
Menurut Zhang Lifan, seorang sejarawan dan komentator politik, mengatakan berita soal perubahan konstitusi itu bukan hal yang mengejutkan. Dia mengaku tidak bisa memprediksi berapa lama Xi bakal berkuasa.
"Secara teori, dia bisa saja menjabat lebih lama dari Mugabe, tidak ada yang tahu," kata Zhang sambil menyebut bekas Presiden Zimbabwe, Robert Mugabe, yang sempat berkuasa 40 tahun lalu mundur pada November 2017 karena desakan publik dan militer.
Seorang komentator di jejaring situs Weibo di Cina mengatakan,"Jika masa jabatan dua periode tidak cukup, mereka bisa menambah periode ketiga. Tapi harus ada limit. Menghilangkan batasan tidak bagus," kata pengguna ini.
Menurut Profesor Zhang Ming, yang mengajar ilmu politik di Universitas Renmin di Beijing, Cina, gelar itu tidak penting di Cina. Ini terkait posisi Xi sebagai sekretaris jenderal partai dan bukannya ketua. "Yang penting apakah Anda sebagai kaisarnya," kata Zhang. "Di Cina, orang-orang menganggap Xi Jinping sebagai kaisar."