MEMASUKI Tahun Naga kali ini, Malaysian Chinese Association (MCA) mau tak mau harus menerima kenyataan pahit. Bekas ketua MCA, Tan Koon Swan, mengaku di pengadilan Kuala Lumpur bahwa ia telah melakukan kecurangan bisnis yang melibat uang US$ 9,2 juta. Pada sidang pengadilan Senin pekan lalu, terungkap bahwa uang sebanyak itu, yang adalah milik Multi-Purpose Hotdings Berhad -- satu sayap binis MCA - telah digunakannya tanpa persetujuan dewan pimpinan. Waktu itu Tan terdesak karena harus menyelamatkan Pan Electric Singapura (Pan El) yang terancam bangkrut, tahun 1985. Di Pan El itu Tan memiliki saham pribadi lebih dari 30%. Ancaman hukuman atas tindakan Tan maksimum 20 tahun kurungan dan denda. Pada 4 Februari depan, Tan akan memohon keringanan hukuman. Tampaknya, ia jera di dalam sel, apalagi sebelum ini sudah dlpenjarakan di Singapura tidak kurang dari 16 bulan. Perkaranya berkait erat dengan skandal Pan El. Pada Januari 1986, Departeman Penyidikan Perkara Perniagaan (Commercial Affairs Investigation Department, CAID) Singapura, telah membongkar manipulasi yang dilakukan Tan atas dana Pan El. Menyadari bahwa reputasinya hancur, Tan mengirimkan surat bertulisan tangan ke Komite Sentral MCA di Kuala Lumpur. Di situ ia menyatakan mundur dari kedudukan sebagai ketua partai. Berarti Tan cuma dua bulan "merajai" MCA, padahal untuk sampai pada posisi itu, ia bertahun-tahun memperjuangkannya. "Saya telah memutuskan untuk mundur dari jabatan sebagai ketua. Maaf kepada seluruh anggota partai, yang telah saya permalukan akibat perkara saya di Singapura ini. Saya tekankan bahwa pengadilan ini melulu bersifat pribadi, tak perlu dipolitisasi," begitulah Tan, mengakui kekhilafannya. Penyeretan bekas presiden MCA itu ke meja hijau, membuat hubungan Singapura-Malaysia terganggu. Sempat terjadi demonstrasi di Kuala Lumpur, Johor Baru, Malacca, dan Ipoh, yang antara lain menuduh pemerintahan Lee Kuan Yew arogan, tidak bisa menghargai tetangga. Gerakan anti-Singapura ini dimotori oleh Pemuda MCA. Di mata kalangan politikus Malaysia, kasus penyelewengan Tan Koon Swan kemudian dijadikan bukti bahwa kegiatan bisnis MCA memang sudah kelewat jauh. Dan pengelolaan bisnis itu tak becus. Harian The Star -- yang karena konflik rasialisme akhir tahun lalu diberangus PM Mahathir Mohamad -- bahkan pada awal 1980-an pernah menyebutkan betapa jaringan bisnis MCA sudah mirip gurita: belalainya kemana-mana tanpa kontrol yang ketat. Lalu pada edisi 21 Februari 1986, surat kabar tersebut mengkritik kondisi keuangan perusahaan-perusahaan di lingkungan Multi- Purpose Holdings Berhad, yang dirutnya waktu itu adalah Tan Koon Swan. Sementara itu, sudah jadi rahasia umum di Malaysia bahwa MCA dalam kiatannya mengumpulkan dana, juga menyelenggarakan judi buntut -- di sana disebut "empat namber ekor" atau buntut empat digit, yang beredar tiga kali seminggu. Sampai sekarang, kupon-kupon berhadiah ini sering dijajakan di tempat-tempat strategis. Menurut Bernard H.Y. Lu, bekas sekretaris politik Tan Sew Sin -- yang disebut terakhir adalah Ketua MCA (1962-1974) "Kegiatan bisnis yang dilakukan MCA telah merusakkan persatuan dalam tubuh partai." Perkiraannya tak meleset. Krisis tak bisa dihindarkan, sehingga MCA terpecah dalam dua kubu: pihak yang setuju bisnis dan pihak yang idealis. Golongan yang disebut terakhir juga disebut kelompok reformis, dan mereka hanya mau murni berpolitik, tanpa bisnis. Bernard Lu alias Abang Lu, 59 tahun, mengaku masuk kelompok reformis. "Saya kecewa melihat partai yang makin ricuh akibat berdagang itu. Akhirnya, saya keluar," tuturnya. Padahal, politikus yang sekarang menjadi sekretaris politik Deputi Menteri Pertanian Datuk Alex Le ini ketika di MCA sempat menjadi direktur Central Political Division, direktur Divisi Riset, dan direktur Divisi Pengkaderan Politik. Tapi karena menolak bisnis, sejak Agustus 1982 ia pun menyeberang aktif di Partai Gerakan. Perusahaan Multi-Purpose Holdings Berhad (MPHB) didirikan tahun 1975 dengan modal pertama yang disetor Mal$ 10 juta. Semula, MPHB merupakan alat politik MCA -- katakanlah sebagai pelengkap Koperatif Serbaguna Malaysia (KSM), yang didirikan oleh Pemuda MCA 1968. KSM, lalu MPHB, digunakan sebagai sarana memperkuat basis politik di kalangan pedagang keturunan Cina -- antara lain dengan mengajak mereka menanamkan saham di proyek-proyek di bawah MPHB -- di samping merupakan tandingan terhadap kegiatan usaha keturunan Melayu, yang dikontrol partai berkuasa, UMNO. Pada tahap lanjut, ketika MPHB telah menuasai bisnis real estate sampai perbankan, banyak tokoh partai yang berwiraswasta lalu bersikap rancu. "Tidak bisa memilah-milah, mana kepentingan bisnis pribadi mana kepentingan partai," kata Abang Lu. Kegiatan yang nyerempet-nyerempet korupsi ini juga melanda Pemuda MCA. Contoh terakhir, seperti diberitakan The Straits Times Jumat lalu, adalah kasus bekas ketua Pemuda MCA Datuk Kee Yong Wee. Di pengadilan, Datuk Kee mengaku telah menyelewengkan uang sejumlah Mal$ 3,3 juta milik Komuda, serikat usaha partai. MCA, kekuatan terbesar kedua setelah UMNO dalam koalisi Barisan Nasional, sekarang benar-benar pada puncak krisis. Berdiri pada tahun 1949, partai yang merupakan wadah keturunan Cina nonkomunis ini mencapai kejayaan pada pemilu 1969. Sesudah itu, akibat konflik di antara berbagai kepentingan di dalamnya, MCA merosot. Pertikaian tersebut -- yang berakar pada konflik antara golongan Cina priayi (golongan kaya dan terdidik) dan golongan menengah yang kebanyakan pedagang juga muncul lagi saat terjadi ketegangan rasial akhir tahun lalu. Dewasa ini, akibat perpecahan di dalam serta tiadanya kepemimpinan yang kuat, MCA kehilangan kepercayaan diri. MCA kini melempem, berbeda dengan MCA dua tahun lalu, setidaknya ketika Tan diinterogasi di Singapura. Solidaritas partai waktu itu begitu mencolok, hingga para pejabat terasnya tak setuju bila Tan mengundurkan diri. Kini bak kata orang, periuk sudah tertelungkup. Dan tak ada lagi aib Tan yang bisa ditutup-tutupi. Mohamad Cholid
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini