PETUGAS Satpam gedung Mahkamah Agung Colombia, Rabu siang pekan lalu, tersentak kaget ketika sekelompok orang berseragam polisi tiba-tiba menyerbu masuk ke bangunan modern berlantai empat itu. Begitu cepatnya kejadian, petugas Satpam tak sempat berbuat apa-apa, bahkan menginjak tombol alarem pun tak mampu. Itulah aksi kilat kelompok pemberontak bersenjata, yang menamakan diri "Komando Ivan Marino Ospina". Lalu mereka menyandera sekitar 200 karyawan MA, di antaranya 24 hakim, untuk dijadikan alat tukar bagi pembebasan teman-teman mereka yang dipenjarakan pemerintah. Ketika tuntutan mereka tidak digubris Presiden Colombia Belisario Betancur, termasuk agar pemerintah lebih luwes dan menjalankan negosiasi menghadapi gerilyawan kiri, para pemberontak itu, sekitar 40 orang, mulai mengamuk. Ada yang membakar dokumen Mahkamah Agung, ada pula yang diperintahkan menembaki para sandera itu satu per satu. Hakim Manuel Gaona Cruz, misalnya, disuruh mereka telentang di lantai, dan kemudian mereka tembak dari jarak dekat. Menjelang kematiannya tiba, Ketua MA Alfonso Reyes masih sempat menelepon Presiden Betancur. "Kami sudah terkepung. Kalau tuntutan mereka tak diindahkan, kami mati semua," katanya emosional. Permintaan Reyes itu ternyata tak digubris Betancur. Ia malah memerintahkan petugas keamanan - yang berkuatan 500 orang dan bersenjatakan senapan mesin, roket, gas air mata, dan dibantu beberapa buah tank serta helikopter - menghancurkan gedung MA itu. Operasi pembebasan yang memakan tempo 27 jam itu minta korban 100 jiwa lebih - yang mati kebanyakan sandera. Menurut saksi mata, otak manusia dan darah berceceran di setiap lantai gedung MA itu. Setelah dilakukan identifikasi, di antara mayat-mayat itu terbujur Andreas Almarales, salah seorang pemimpin M-l9, kelompok yang membawahkan "Komando Jihad Colombia", dengan sebuah peluru bersarang di kepala. Diduga, ia mati bunuh diri, karena semua anak buahnya mati tertembak. Korban lain, menurut keterangan pemerintah Colombia, adalah 11 hakim tinggi, 50 tentara pembebas, pegawai MA, pelajar yang sedang membaca di perpustakaan, dan pengunjung lainnya. Humberto Murcia Ballen, salah seorang dari 60 sandera yang selamat, bercerita, "Ketika aksi penyanderaan berlangsung, saya teringat bahwa sebulan sebelumnya pihak teroris pernah menelepon akan menyerang gedung MA ini. Tapi pemerintah tak menggubrisnya." Hakim tinggi ini mengecam keputusan Presiden Betancur yang menolak melakukan negosiasi dengan para teroris. Siapakah mereka? Kelompok "Komando Ivan Marino Ospina", yang diambil dari nama salah seorang pemimpin M-19 yang terbunuh Agustus lalu, adalah grup yang bertugas melakukan sabotase atau aksi lainnya dari M-l9. Organisasi yang memakai angka 19 ini didirikan untuk mengenang kekalahan diktator Gustavo Rojas Pinilla pada pemilihan presiden 19 April 1970. Selama 15 tahun, kelompok sayap kiri dengan jumlah apggota tidak lebih dari 1.000 orang itu sering melakukan aksi di mana-mana. Adalah kelompok ini yang menyandera 60 orang, 30 di antaranya diplomat, pada sebuah resepsi di Kedubes Dominika, 1980. Buntut keputusan pemerintah untuk menumpas habis para teroris di gedung MA, menurut para pengamat di Bogota, akan membuat kredibilitas Presiden Betancur, 61, di mata pihak militer jatuh. Bahkan Menteri Kehakiman Enrique Parejo telah membentuk sebuah komisi khusus untuk menyelidiki perintah penghancuran gedung MA yang diberikan Betancur, tanpa mengindahkan sama sekali permintaan Ketua MA Alfonso Reyes.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini