TANPA mengindahkan larangan pemerintah, 50.000 umat Sikh membanjiri Kuil Martir, yang terletak 1,5 km dari Kuil Emas Amritsar, Ahad pekan silam. Datang untuk menghadiri pertemuan Sikh sedunia, mereka memenuhi tempat suci itu, memanjat sampai ke atap, lalu melimpah ke jalan-jalan. Meski diguyur hujan dan dikepung tentara India yang bersenjata lengkap, mereka tidak beranjak dari tempatnya hingga Karpal Singh selesai berpidato. Padri kepala itu tanpa takut-takut mengultimatum pemerintah India agar segera menarik tentaranya dan Kuil Emas. Jika tidak orang-orang Sikh akan bergerak ke tempat suci itu 1 Oktober depan. "Kita akan menantang peluru ataupun pentung dan mematahkan setiap hambatan di jalan-jalan agar sampai ke Kuil Emas, dan membebaskan tempat suci itu," ucap Karpal Singh berapi-api. Seperti tempat ibadah lainnya, Kuil Emas Amritsar bukan saja dianggap suci menurut kepercayaan Sikh, tapi juga merupakan tempat berlindung bila dikejar petugas keamanan. Sebab, tentara ditabukan masuk ke sana. Tapi justru itulah yang terjadi awal Juni berselang. Dalam Operasi Bintang Biru, Perdana Menteri Indira Gandhi memerintahkan tentara menduduki Kuil Emas sekaligus mematahkan perlawanan Sikh. Keamanan untuk sementara memang bisa dipulihkan. Tapi orang Sikh, yang semula dituduh teroris dan sekarang separatis, justru semakin nekat. Mereka memproklamasikan Khalistan - begitu orang Sikh menyebut negara idaman mereka - yang direncanakan berdiri sendiri, berdaulat penuh, lepas dari New Delhi. Pada pertemuan di Kuil Martir, bendera Khalistan, yang berwaSna kuning dengan gambar burung elang dan tulisan Akal Sahay (Tuhan Maha Penolong), dikibarkan. Tampaknya perjuangan Sikh yang bernapaskan keagamaan ini tidak bisa dianggap remeh. Pertemuan Sikh sedunia itu bukan saja merupakan batu ujian bagi keteguhan sikap mereka, tapi juga bagi ketegasan pemerintah pusat di New Delhi. Dalam pertemuan itu, Karpal Singh mencanangkan tiga resolusi: pengunduran segera tentara India dari Kuil Emas, perbaikan tempat ibadah itu diserahkan pada komite pengelola kuil Sikh, dan mengutuk penyerbuan serta pendudukan tentara atas kuil itu. Tidak kurang pentingnya ialah deklarasi yang mengaflrkan presiden India Zail Singh dan Menteri Urusan Parlemen Buta Singh. Kedua pejabat tinggi yang beragama Sikh itu dianggap durhaka karena tidak mendukung perjuangan kaumnya. Mereka digolongkan sebagai tankhaiyas - orang-orang yang berdosa terhadap agamanya. Selain itu, mereka juga mengecam kelompok Nihang, suatu aliran dalam agama Sikh yang memperoleh dukungan pemerintah. Sebab, kelompok Nihang telah memugar Kuil Emas walau, menurut kepercayaan Sikh, tempat suci itu belum dibebaskan dari pendudukan tentara India. Melihat pasang surut pergolakan Sikh, bisa disimpulkan bahwa pemerintah yang dipimpin Indira Gandhi tidak memberi peluang besar bagi oposisi. Mereka dibolehkan sekadar berkuku, tapi tidak lebih dari itu. Sampai tahap tertentu, Indira akan menilainya sebagai musuh yang membahayakan persatuan bangsa. Dengan dalih "demi persatuan", ia pun tidak segan-segan bertindak keras, seperti memberlakukan keadaan darurat, 1975. Apakah sikap keras Indira itu akan diperlihatkannya kembali? Bisa dilihat 1 Oktober nanti, ketika orang Sikh melaksanakan rencana mereka: menyerbu dan merebut kembali Kuil Emas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini