Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Berita Tempo Plus

Menanti Paus Bersabda

7 Maret 2005 | 00.00 WIB

Menanti Paus Bersabda
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di usianya yang telah merambat ke 85 tahun, tubuhnya telah dikunjungi beragam penyakit. Tetapi pekan silam, dari influenza yang "ringan", Paus Yohanes Paulus II ambruk dan kemudian dibawa ke Rumah Sakit Gemelli untuk sebuah operasi. "Paus kesulitan bernapas dan harus dibedah tenggorokannya," kata orang-orang dekatnya dengan nada yang panik.

Bagaimana pilek bisa berujung di pisau bedah? Menurut para dokter yang merawatnya, saat terkena gejala flu, ternyata sebenarnya bagian larynx (bagian ujung tenggorokan yang juga berfungsi sebagai penghasil suara) Paus sedang meradang.

Saking parahnya, udara tak bisa lewat selaput yang menutupi tenggorokan dan menjadi pintu masuk udara ke paru-paru.

Dalam keadaan gawat itulah akhirnya dokter membuat lubang di dinding tenggorokan dan menyelipkan selang.

Operasi trakeotomi sebenarnya bukan operasi yang super gawat. Banyak orang yang mengalami operasi ini, termasuk aktris Catherine Zeta-Jones di masa kecil. Operasi yang sering cuma butuh waktu 30 menit itu biasanya dilakukan untuk berbagai keperluan, mulai dari membersihkan lendir, menyelamatkan orang tersedak, hingga mengangkat kanker.

Meskipun operasi kecil, masalahnya yang dioperasi ini adalah Paus dengan tubuh yang lemah dan sudah tua. Pada Mei mendatang, usianya mencapai 85 tahun. Tubuh Paus sudah lama berkawan dengan aneka penyakit, seperti penyakit pembikin tremor, parkinson, rematik, dan sederet penyakit gawat lainnya (lihat Penggerus Tubuh Paus). "Dapatkah Paus bertahan dengan saluran napas barunya?"

Kekhawatiran itu menguap, Selasa pekan lalu, ketika Paus dikabarkan sudah bisa berbicara. "Bapa Suci telah berbicara kepada saya dalam bahasa Jerman dan Italia!" kata Kardinal Jerman, Joseph Ratzinger, kegirangan. "Dia akan segera bekerja kembali atas berkas-berkas yang saya bawakan kepadanya," ujar kepala untuk urusan Doktrin Iman dalam Kongregasi Vatikan itu.

Rodolfo Proietti, anggota tim dokter yang menangani Paus, menuturkan, pria bernama asli Karol Wojtyla itu memiliki kemampuan psikologis yang tidak biasa saat bereaksi atas penyakit. "Dia lebih baik ketimbang kebanyakan pasien trakeotomi usia 50-an tahun," kata Guido Malatesta, spesialis tenggorokan-hidung-telinga (THT) Rumah Sakit Bambino Gesu di Roma.

Akankah pria kelahiran Krakow, Polandia, itu akan kembali bertahan? Salvatore DiMauro, profesor saraf di Pusat Medik Columbia University meragukannya. Soalnya, pada umumnya pengidap Parkinson, kontrol otot dadanya lumpuh. Jika sudah begitu akan sulit paru-parunya membuang udara.

Terlepas dari kekhawatiran itu, Profesor Hendarto Hendarmin Sp THT K. menegaskan, operasi trakeotomi umumnya bersifat temporer. "Ya, satu sampai dua minggu lubang bisa ditutup kembali," kata dia. Latihan melafalkan huruf hidup dan kata-kata pendek dilakukan dengan cara membuka tutup tabung. Dengan sistem itu, pasien pada akhirnya akan dapat bernapas, bicara, bahkan makan kembali.

Wuragil (BBC, AFP, Timesonline)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus