Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Buket kembang tulip berwarna kuning itu tergeletak murung dalam selubung musim dingin, memeluk kaki patung Karol Joseph Wojtyla. Tegak dengan gagah di jantung Warsawa, ibu negeri Polandia, Wojtyla yang "asli" kini jauh dari gagah: tubuhnya ringkih, usianya sudah membalap magrib: 84 tahun. Dan penyakit rajin menyambanginya selama hampir dua dekade terakhir. Di Wadowice, kota kelahiran Wojtyla, butir-butir Rosario bergulir mengiringi Doa Salam Maria di setiap rumah, setiap gereja: Te saludi, Maria, de gràcia plena Salam Maria penuh rahmat.
Bunga dan doa itu, semua untuk Wojtylanama kecil Paus Yohanes Paulus II yang tengah terbaring di ruang perawatan lantai 10 Rumah Sakit Gemelli, Roma. Kamis pekan lalu Paus dilarikan ke Gemelli karena serangan flu dan sesak napas _ penyakit sejenis yang awal Februari lalu membuat dia dirawat di Gemelli hingga 10 hari. Mungkin lantaran lebih parah, kali ini dokter memutuskan membuat lubang di lehernya dan menanam sebuah pipa kecil untuk membantu dia bernapas (lihat Menanti Paus Bersabda).
Sakit itu pula yang membuat Polandia dan jutaan umat Katolik di seantero dunia bersatu dalam doa. "Kami berdoa setiap hari untuk kesehatannya. Kini terserah Tuhan," ujar Zofia Gebala, 73 tahun, salah satu umat di Gereja St. Mary, Wadowice. Di kota inilah Paus Yohanes Paulus II mula pertama dibaptis dan melewatkan masa kanak-kanaknya.
Kedukaan juga merambah Guatemala, negara yang sudah tiga kali mendapat kunjungan Paus. Kartu pos serta semua barang bergambar Yohanes Paulus II laku keras. "Mereka (umat Katolik) ingin dekat dengan dia dan membuat tempat-tempat doa di rumah mereka," ujar ujar Edgar Marroquim, pemilik toko bunga di salah satu sudut jalan dekat Katedral Metropolitan. Bagaimana sejatinya kondisi Bapa Sucisalah satu sebutan Pausbelakangan ini?
Vatikan mengatakan kondisi kesehatan Paus terus membaik. Namun peristiwa yang bergulir bertutur lain. Ahad pekan lalu, untuk pertama kalinya Yohanes Paulus II alpa memimpin Doa Angelus. Cuma pesannya yang mengunjungi para pendoa di pelataran Basilika St. Petrus dibacakan oleh Uskup Agung Leonardo Sandri: "Saya memikirkan kalian yang berkumpul di St. Petrus, yang datang sendiri maupun berkelompok, dan saudara-saudara sekalian yang memperhatikan saya di seluruh belahan dunia. Sertailah saya, terutama dengan doa."
Karol Joseph Wojtyla lahir di Wadowice, sebuah kota kecil di selatan Polandia, pada 18 Mei 1920. Di masa pendudukan Nazi Jerman, dia belajar teologi secara sembunyi-sembunyi hingga ditahbiskan sebagai pastor pada November 1946. Setelah menjadi Uskup Agung pada 1964, Wojtyla lalu diangkat menjadi Kardinal oleh Paus Paulus VI pada 1967.
Walau kariernya sebagai rohaniwan Katolik tergolong cepat menanjak, Wojtyla kurang dikenal, kecuali oleh kalangan pemimpin Gereja Katolik di Vatikan. Itu sebabnya tak ada yang menduga dia bakal menjadi Paus pertama yang bukan orang Italia dalam 455 tahun terakhir. Wojtyla menggantikan Paus Yohanes Paulus I yang meninggal saat baru bertakhta 33 hari. "Dia pergi ke Roma untuk pertemuan tertutup Dewan Kardinal dan berbekal tiket pulang ke Polandia. Tapi tiket itu tidak pernah dipakai," ujar Uskup Agung Lingayen_Dagupan, Filipina, Oscar Cruz.
Wojtyla bahkan tak sempat "berpamitan" ke Krakow, kota kediamannya di Polandia sebelum beranjak ke Vatikan. Sejak dikukuhkan sebagai Paus dengan nama Yohanes Paulus II pada 16 Oktober 1978, dia langsung melakukan berbagai tugas kepausan, hampir tanpa henti. Dia baru kembali ke Polandia setahun kemudian, dalam kunjungan pastoralnya sebagai seorang paus.
Selama 26 tahun memimpin Gereja Katolik, Yohanes Paulus II, yang fasih berbicara delapan bahasa termasuk Inggris, Jerman, dan Italia, muncul sebagai figur populer, baik bagi kalangan Katolik maupun luar. Dia mengunjungi lebih dari 100 negara, lebih banyak dari paus yang mana pun. Paus meninggalkan jejaknya di Indonesianegara Islam pertama yang dia kunjungipada tahun 1989. Kasus Timor Timur memang salah satu titik perhatian Paus di masa itu. Dia disambut di Jakarta, di Timor Timur, dan sempat menginap di Floressuatu pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang kini tercatat sebagai salah satu penghasil imam Katolik terbesar di dunia. Dia menjalin hubungan dengan banyak pemimpin dunia. Bahkan beberapa saat sebelum Uni Soviet runtuh, Mikhail Gorbachev pun sempat mampir ke Vatikan. Pada 1994, Majalah Time menggelari dia Man of the Year.
Bagi Paus, semua agama mewartakan kebenaran. Dia menjalin hubungan dengan berbagai kalangan agama, termasuk Islam, Buddha, bahkan Yahudi. Selain meminta maaf atas keterlibatan Gereja dalam gerakan anti-Semit di masa lalu, dalam kotbah di sebuah sinagoga di Roma pada April 1986, Paus memanggil agama Yahudi sebagai saudara tua. "Kami orang Katolik mengakui ikut mewarisi agama Yahudi dalam kepercayaan kami: kalian adalah saudara tua kami," katanya.
Yohanes Paulus II juga penuh kontroversi. Penolakannya atas gagasan mengenai pastor wanita telah membekukan dialog dengan Gereja Anglikan yang digagas Paus Paulus VI sejak 1968. Dia juga membungkam Teologi Pembebasangerakan melawan kemiskinan dan perlakuan tidak adil terhadap "orang kecil" yang lahir di Amerika Selatan. "Jika Yesus hidup saat ini," demikian salah satu slogan Teologi Pembebasan, "Dia pasti ikut gerakan Marxisme." Yohanes Paulus II tak sependapat. Baginya, tugas Gereja adalah menghadirkan Kerajaan Tuhan dan bukan masyarakat utopis ala Marx.
Hingga kini Paus pun masih berkukuh menolak aborsi dan kontrasepsi. Padahal, banyak pihak berharap Paus bersikap longgar terutama menyangkut masalah penggunaan kondom yang bisa membantu mencegah penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Afrika. "Vatikan telah mengkhianati orang miskin dalam perlawanannya terhadap Teologi Pembebasan dan penggunaan kondom yang mencegah penularan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) di Afrika," gugat Eamon Duffy, ahli sejarah Katolik dari Universitas Cambridge, Inggris.
Karena ingin lebih dekat dengan umat, Yohanes Paulus II selalu menyediakan waktu satu hari dalam seminggu untuk menyapa para peziarah di pelataran St. Petrus. Kebiasaan ini mendatangkan bala. Pada Mei 1981, Mehmet Ali Agca menyarangkan sebutir pelor ke tubuhnya. Walau dapat diselamatkan, kondisi kesehatan Paus terus menurun sejak itu.
Robert Moynihan, editor sebuah majalah Katolik di Vatikan, sebagaimana dikutip Newsweek, mengatakan, Paus sesungguhnya dalam keadaan kritis ketika dilarikan ke Gemelli selepas penembakan itu. Mungkin juga sempat koma. "Terlambat 10 menit saja, dia tak akan tertolong," tulis Moynihan, mengutip beberapa dokter yang menjadi sumber rahasianya.
Dengan kondisi kesehatannya yang terus memburuk orang mulai bertanya-tanya berapa lama lagi Yohanes Paulus II akan bertahan di Takhta Suci. Obrolan mengenai calon ahli waris Takhta Suci pun kembali ramai (lihat Mereka Calon Ahli Waris Takhta).
Sebenarnya, orang sudah mulai bertanya-tanya, apakah Paus akan mundur ketika kondisi fisiknya memburuk pada 1990-an akibat parkinson yang diidapnya sejak 1986. Toh, dia selalu menampik. "Paus memang harus menderita agar setiap keluarga dan dunia bisa melihat kehadiran Injil yang lebih tinggi, yakni Injil penderitaan," katanya dalam satu kesempatan pada 1994.
Banyak yang mempersoalkan pendirian Paus, termasuk Kardinal Godfried Danneels dari Belgia. Danneels pernah menyarankan pembatasan masa kemimpinan Paus pada 1999. Tapi lebih banyak lagi yang setuju dia bertakhta sampai mati. Mereka mendaraskan litani kesembuhan di berbagai belahan dunia. Juga di Vatikan. Mengutip Suster Iolanda, salah seorang peziarah di pelataran Basilika St. Petrus, pekan lalu, berkata: "Jangan bicara soal pengunduran diri Paus. Jika Tuhan ingin dia pulang, Tuhan akan mengambilnya."
Philipus Parera (AP/AFP/BBC/Wikipedia/Time/Vatikan.Va)
Jalan Panjang ke Vatikan
Siapa yang memilih Paus?
Berapa jumlah kardinal saat ini?
Siapa saja yang boleh dipilih?
Siapa saja papabili (orang yang oleh para pengamat Gereja Katolik dan media dianggap pantas untuk menggantikan Paus) yang ada sekarang?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo