Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bayang-bayang Suriah di Libanon tidak lama lagi akan sirna. Tanda itu terlihat dari tuntutan yang diteriakkan oleh demonstrasi besar-besaran di Libanon akhir-akhir ini, yang menentang kehadiran pasukan Suriah. Aksi itu pula yang membuat Perdana Menteri Libanon, Omar Karami, yang didukung Damaskus, mundur Senin pekan lalu. Mundurnya Karami semakin melemahkan posisi Suriah di wilayah yang pernah didera perang saudara berkepanjangan itu.
Ihwal kegeraman warga Libanon terhadap Suriah dipicu tewasnya mantan Perdana Menteri Libanon, Rafik Hariri, dalam aksi bom 14 Februari lalu. Tokoh dari muslim Sunni itu dikenal sebagai bapak pembangunan Libanon. Selama kepemimpinan Hariri (1992-2004), ekonomi negara yang memperoleh kemerdekaan dari Prancis itu bangkit.
Hariri pula yang selama ini getol menyuarakan agar tanah Libanon bersih dari jejak lars tentara Suriah. Meski didukung kelompok oposisi, suara itu ditolak Emile Lahoud, Presiden Libanon dukungan Suriah. Hariri lalu mundur, Oktober tahun lalu. Meski tak lagi menjadi perdana menteri, Ha-riri masih keras menyuarakan hal itu, bahkan sampai ke dunia internasional.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun sepakat dengan Hariri. September tahun lalu, anggota Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi No. 1559, yang intinya meminta Suriah segera menarik pasukannya dari Libanon. Sayang, perjuangan Hariri menuntunnya pada sang maut.
Kematian anak petani dari Sidon, Libanon Selatan, itu seperti bahan bakar penyulut kemarahan rakyat. Presiden Emile dan pemerintah Suriah dituding berada di belakang aksi keji itu. Tekad rakyat Libanon pun bulat: pasukan Suriah harus segera ditarik. Desakan juga datang dari kelompok oposisi. ”Kami ingin kabinet ad interim menyelidiki siapa pembunuh Hariri dan mengawasi pemilu musim semi ini,” kata Ghassan Mukheiber dari oposisi. Baik Emile maupun Presiden Suriah Bashar al-Assad membantah tuduhan itu.
Tekanan juga datang dari Amerika Serikat. ”AS akan menekan Suriah dengan berbagai cara agar segera menarik pasukan dan agen intelijennya dari Libanon,” kata Menteri Luar Negeri AS, Condoleezza Rice, Selasa pekan lalu. Keseriusan itu dibuktikan dengan menarik pulang Margaret Scobey, Du-ta Besar AS untuk Suriah.
Posisi Suriah semakin terjepit ketika Prancis, negara yang selama ini mendukungnya, mengikuti sikap AS. ”Libanon akan stabil jika pasukan Suriah ditarik dari negara itu,” kata Menteri Luar Negeri Prancis, Michel Barnier, Selasa pekan lalu.
Tekanan dunia internasional itu akhirnya menciutkan nyali Suriah. ”Penarikan (pasukan) akan dilakukan, namun harus sejalan dengan upaya mengakhiri perang saudara di Libanon,” kata Deputi Menteri Luar Negeri Suriah, Waleed al-Mualem. Rencananya, 15 ribu anggota pasukan Suriah yang bercokol di Libanon akan ditarik ke wilayah perbatasan.
Penarikan pasukan itu tidak otomatis mengakhiri dominasi Suriah—sejak 1976—di Libanon. Selama ini Libanon menjadi basis Damaskus—melalui gerilyawan Hezbollah dan fraksi radikal Palestina—untuk mengimbangi kekuatan Israel.
Di sisi lain, penarikan pasukan itu bisa menggiring Libanon kembali dalam situasi era tahun 1980-an ketika perang saudara berkecamuk. Selama ini tiga suku besar di Libanon, masing-masing Kristen Maronit, muslim Sunni, dan muslim Syiah, dikenal sulit disatukan ke-inginannya. Mereka selalu bertikai tentang pembagian kekuasaan.
Ketika Libanon merdeka, muncul kesepakatan di antara tiga kelompok besar itu, disebut sebagai Pakta Nasional. Posisi presiden diberikan untuk Kristen Maronit, perdana menteri untuk muslim Sunni, dan ketua parlemen menjadi jatah muslim Syiah. Suriah selama ini ikut membantu keberlangsungan pembagian kekuasaan itu.
Tanpa Suriah? Karami seakan memberi sinyal bagaimana nasib negeri itu selanjutnya. ”Semoga Tuhan menolong Libanon,” ujarnya saat mengumumkan pengunduran dirinya.
Johan Budi S.P. (AFP, AP, BBC News, Washingtonpost)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo