Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mengadu nasib

Kisah duka para pekerja mesir yang mencoba keluar dari kuwait setelah diduduki irak. banyak serdadu irak yang merampok dan memperkosa. catatan harian stephanie mcgehee,fotografer kantor berita ap.

25 Agustus 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG perwira Irak digantung di Kota Kuwait. Dan mayatnya dibiarkan tergantung-gantung. Konon, itulah eksekusi buat tentara Irak yang melanggar disiplin. Perwira itu dituduh merampas harta orang Kuwait. Tapi percayakah orang-orang asing di Kuwait hukuman itu akan menghentikan pasukan yang merasa menjadi tuan di wilayah yang dikalahkan? Berikut kisah-kisah para pekerja Mesir di Kuwait, yang bisa pulang ke negerinya pekan lalu, dikisahkan kepada Dja'far Bushiri dari TEMPO. Kisah Ir. Nadir Ahmad Ayub Kamis, hari pertama Irak menyerang Kuwait, saya pergi bekerja lewat jalur airport. Lalu lintas macet. Saya balik ke rumah, dan tiba-tiba terdengar tembakan. Beberapa lama kemudian, sekitar pukul 8 pagi, baru saya jelas apa yang terjadi. Tentara Irak datang. Mereka masuk rumah-rumah. Mereka merampok. Perhiasan yang sedang dipakai pun diminta dengan ancaman senjata. Mereka memperlakukan wanita dengan buas di hadapan suami mereka. Saya memutuskan untuk lari. Saya lari lewat sahara dekat Kota Raj'ah, di Saudi. Saya selamat bersama beberapa orang Mesir yang lain. Cerita Nikmah Muhammad, 25 tahun Saya menempuh perjalanan dari Kota Kuwait ke perbatasan Saudi selama hampir 18 hari. Semula saya berangkat bersama saudara saya. Di tengah jalan, tentara Irak memisahkan kami. Tentara Irak merampok uang dan bekal kami. Perkosaan terjadi di mana-mana. Tentara Irak masuk ke rumah, semua lelaki disuruh keluar. Lalu mereka mengumpulkan harta benda, kemudian memperkosa wanita-wanita. Ada pula wanita yang mereka bawa pergi. Mereka yang mencoba melawan ditembak mati. Nasib Mubashir Kahiry Abu Su'ud, 40 tahun Saya melarikan diri bersama istri dan banyak orang lain dengan kendaraan. Sebelum kami mencapai perbatasan, tiba-tiba datang serombongan tank dari depan dan samping. Rupanya, sopir grogi. Tampaknya, memang, tak ada jalan meloloskan diri. Tiba-tiba saja kami sudah dikepung oleh tank Irak. Tentara Irak itu berteriak-teriak agar para lelaki turun, atau akan mereka tembak. Karena ketakutan, kami -- para lelaki -- satu per satu turun dari kendaraan. Lalu kami disuruh meneruskan perjalanan. Sambil berjalan, kami melihat para serdadu itu menjarah barang-barang kami. Para wanita tak diperkenankan turun. Kemudian kendaraan kami beserta para wanita di dalamnya dibawa kembali ke Kuwait. Saya tak tahu bagaimana nasib istri saya kini. Dalam perjalanan penuh penderitaan ini, yang menguatkan mental kami hanyalah bahwa kami tak sendirian. Saya melihat sebuah mobil berhenti. Seorang lelaki keluar dari dalamnya, menggendong seorang anak. Anak itu anaknya, dan sudah tak bernyawa. Ia mati kehausan. Di tengah gurun itu pula kami sembahyangkan jenazah itu, lalu kami kuburkan. Catatan harian Stephanie McGehee (fotografer kantor berita AP, yang dimuat dalam harian Sraits Times. Hari kedua Irak masuk Kuwait, konon, seorang pramugari British Airways diperkosa oleh serdadu Irak di sebuah bis yang sedang diparkir. Ia kemudian lari ke hotel. Seorang awak British Airways marah dan menemui seorang jenderal Irak yang berada di hotel. Si jenderal berjanji akan menghukum mati serdadunya. Korban diminta menunjukkan pelakunya. Tapi ia tak bisa ingat mana serdadu yang memperkosanya. Akhirnya jenderal itu mengatakan, oh, mungkin saja ia serdadu Iran yang menyamar sebagai tentara Irak. Di hari keempat, toko-toko dan bank-bank jadi sasaran perampokan serdadu-serdadu Irak itu. Siaran radio mulai mengudara. Jelas, ini suara Irak. Dikatakan oleh penyiarnya bahwa tentara Irak datang membebaskan rakyat Kuwait dari penguasa yang korup. Dalam waktu dekat, akan dibentuk pemerintahan baru. Ketakutan berada di mana-mana. Di hari keenam, saya lari ke Hotel SAS. Paspor saya sembunyikan di sepatu. Saya bicara bahasa Arab dengan serdadu-serdadu itu, hingga saya dikira orang Arab. Untuk sementara, saya selamat. Saya, dan banyak orang bersembunyi di ruang bawah. Esoknya, kami berlatih bela diri. Karate, juga cara menusuk dengan pisau. Di hari kesebelas, 12 Agustus, mulai terasa langkanya bahan pangan. Wanita-wanita Kuwait menjual perhiasan untuk memperoleh uang kontan. Ruang bawah itu jadi tempat mengumpulkan uang dan makanan, yang dibagikan kepada siapa saja yang memerlukannya. Akhirnya saya bersama 60-an orang berhasil lolos ke Saudi. Penunjuk jalan kami adalah seorang wanita Inggris yang bersuamikan orang Kuwait. Hampir saja pelarian ini gagal karena di tengah jalan disuruh kembali oleh serdadu Irak, dan dicegat tank-tank. Kami berhasil lolos dengan ngebut di antara tank-tank. Konon, karena di antara mereka ada jenderal yang sebenarnya tak setuju disuruh menyerbu Kuwait, maka kami dibiarkan lolos.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus