Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Perang uang,di samping perang ... perang uang, di samping perang ...

Saddam memasang perisai warga-warga barat untuk menangkal serangan as dan sekutunya. pemerintah kuwait di pengasingan punya aset di sejumlah negara. plo terpecah oleh yang pro dan kontra tentang krisis teluk.

25 Agustus 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MERIAM telah menggelegar di Teluk Persia. Sabtu petang pekan lalu sebuah fregat Amerika melepaskan enam tembakan ke arah sebuah tanker Irak yang kelihatannya mencoba menerobos blokade. Kapal yang jadi sasaran itu kemudian menghilang. Keadaan tenang kembali, tapi ketegangan segera menjalar: semua pasukan darat dan laut Barat dan Arab yang mengepung Irak segera disiapsiagakan selama enam jam. Perang memang belum meledak, sampai awal pekan ini. Tapi sebuah perang yang lain sedang berlangsung dengan sengit. Inilah perang urat saraf. Sekitar 16.000 warga Barat dan Uni Soviet kini terperangkap di Kuwait dan Irak. Mereka nampaknya menjadi bidak pertama yang dijadikan Saddam sebagai alat propagandanya. Selain itu, ada sekitar 270 warga Jepang di Kuwait, 15 di antaranya anak-anak. Sadar akan betapa berharganya jiwa manusia untuk negara-negara Barat, Saddam dengan segera mengumpulkan mereka dan ditempatkan di barak-barak dekat instalasi militer dan industrinya. Saddam sedang memasang perisai manusia, begitu Barat menyebutnya. Sementara itu, sejak 2 Agustus lalu tanggal masuknya Irak ke Kuwait -- Radio Baghdad membuka siaran bahasa Inggris yang ditujukan terutama ke Saudi. Di hari-hari pertama siaran itu tak menarik perhatian. Belakangan, radio tersebut menayangkan pengumuman-pengumuman yang mengancam. Umpamanya, akan diberlakukan penjatahan makanan, termasuk terhadap orang asing apa pun kewarganegaraannya, termasuk terhadap bayi. Kemudian, siaran lebih ditujukan pada seradadu-serdadu Amerika. Seorang penyiar wanita Irak dalam bahasa Inggris dengan aksen Arab yang berat mengatakan, "Untuk prajurit-prajurit Amerika di padang pasir Arab. Apakah kalian ingin kembali ke Amerika dengan cacat tubuh dan hanya dipertunjukkan dalam keramaian-keramaian amal? Apakah kalian mau kembali ke negeri kalian dengan jiwa yang oleng?" Pesan-pesan selama empat jam yang diselingi musik rock itu mengingatkan para serdadu itu pada keluarganya yang ditinggalkan, pada udara gurun yang terik, pasir berapung yang bisa menarik orang dan kendaraan ke dalam bumi, cerita-cerita tentang serdadu Amerika yang hilang di Vietnam, sampai soal kenaikan pajak di Amerika. Kemudian disiarkan pula bagaimana tak bermoralnya para syeikh minyak Arab, yang dengan uangnya mempermainkan wanita-wanita Amerika sebagai gula-gula mereka. "Apakah kalian mau membela mereka itu?" kata penyiar itu. Pokoknya, suara wanita itu sangat mirip dengan siaran-siaran radio yang diucapkan "Tokyo Rose", wanita Amerika yang digunakan Jepang untuk menyiarkan propaganda melemahkan semangat tentara Amerika semasa Perang Dunia II. Barangkali julukan "Baghdad Rose" cocok untuk penyiar tersebut. Sementara itu, terjadi pula perang yang lain, menurut Glenn Frankel, yang menulis sebuah analisa di International Herald Tribune. Yakni sebuah perang uang atau perang bank. Serbuan Irak ke Kuwait, menurut seorang ahli keuangan Kuwait di pengasingan yang dikutip oleh Frankel, ibarat "pencuri yang masuk ke bank yang tak dijaga". Dengan kekayaan yang dijarahnya dari Kuwait itulah kini Irak berharap hisa membeli makanan untuk bertahan. Diduga, meski harta jarahan itu tak sampai milyaran dolar, jumlahnya cukup banyak. Diduga sekitar 830 juta dolar dari cadangan luar negeri, emas, dan bank komersial -- harta Kuwait kini berada di tangan Saddam Hussein. Bila kebutuhan gandum, tepung, gula, dan jagung Irak dalam setahun sekitar 1,6 milyar dolar itu berarti uang tersebut bisa menghidupi Irak setidaknya selama setengah tahun. Sementara itu, pihak pemerintah Kuwait dalam pengasingan kini mencoba mencairkan aset mereka di sejumlah negara. Diduga, aset itu antara 100 dan 200 milyar dolar. Seperti sudah diketahui, hampir semua negara di dunia membekukan aset Irak dan Kuwait. Maksudnya, agar harta itu tak bisa digunakan oleh Irak. Kini pemerintah Kuwait, yang kabarnya dikendalikan dari Riyadh, Arab Saudi, mencoba memanfaatkan asetnya di sejumlah negara Barat. "Kuwait adalah negeri kecil yang selama ini sukses dengan diplomasinya," kata seorang eksekutif di Kuwait Petroleum International, perusahaan minyak Kuwait yang mahabesar. Maksud eksekutif ini, dengan dana yang ada dan keterampilan yang selama ini dimiliki, mereka akan bisa bertahan dalam krisis Teluk ini. Para eksekutif Kuwait Petroleum International dua pekan belakangan ini sudah berusaha mencari minyak mentah guna dimasak di penyulingan minyak mereka. Dengan bantuan negara-negara Teluk yang lain, mereka optimistis akan bisa menyuplai langganan mereka selama ini. Dalam perhitungan sementara, sekitar 400.000 barel per hari bisa mereka ekspor -- dan sejumlah itulah yang dihasilkan oleh perusahaan minyak negara itu. Sementara itu, diplomasi telah mencairkan setidaknya hampir empat milyar dolar uang United Bank of Kuwait di London yang disimpan di Bank of England. Sedangkan penyimpan uang dari pihak Irak, meski itu Kedutaan Besar Irak sendiri di London, tak diperbolehkan menggunakan uangnya. Dengan uangnya itulah kini Kuwait berusaha menunjukkan pada dunia bahwa negeri ini cukup tahu berterima kasih. Dalam kunjungan ke Turki pekan lalu, Perdana Menteri Saad Abdulla Salim Sabah menjanjikan bantuan tiga milyar dolar pada negeri yang menutup pipa minyak Irak itu. Tampaknya, itu merupakan imbalan buat Turki, yang konon selama ini menerima sekitar tiga milyar dolar dari Irak sebagai sewa tanah yang dilewati pipa minyak Irak. Sebaliknya, kini pihak Kuwait menunggu akibat disikatnya simpanan dinar Kuwait sekitar 200.000 pekerja Palestina di Kuwait oleh Saddam Hussein. Uang tersebut kini diganti dengan dinar Irak yang tak laku untuk ditukarkan dengan mata uang yang lam. Akibat itu bukan cuma terasa bagi orang-orang Palestina di Kuwait. Soalnya, ekonomi di Jalur Gaza dan Tepi Barat selama intifadah sebagian besar tergantung kiriman uang dari orang-orang Palestina di Kuwait. Ironisnya, Jalur Gaza dan Tepi Barat bertepuk tangan atas penyerbuan Irak ke Kuwait. Biasanya pembayaran pada 200.000 orang Palestina itu jatuh pada tanggal 20 tiap bulannya. Kini pihak Kuwait menunggu akibat tak datangnya kiriman ke wilayah pendudukan. "Tunggu saja apa kata mereka bila uang tak datang," kata seorang pejabat minyak Kuwait. Ada yang dilupakan oleh orang Kuwait. Sesungguhnya orang-orang Palestina itu pun menyimpan kebencian terhadap orang Kuwait. Selain orang Palestina di Kuwait dibayar rendah, mereka merasa diperlakukan sebagai warga negara kelas dua. Jadi, bukannya tak mungkin tak datangnya kiriman uang justru mempertebal rasa benci itu. Sementara itu, di tubuh PLO timbul perpecahan. Perwakilan PLO di Arab Saudi menulis surat pada Raja Fahd, yang isinya menentang penggabungan Kuwait dan Irak, dan mendukung Saudi, yang begitu mendengar Yasser Arafat mendukung Irak langsung menghentikan bantuannya pada PLO. Surat itu diteken oleh 15 pemimpin PLO di Saudi. Konon, PLO di Tunis sampai berdebat dan kemudian baku hantam karena pro dan kontra terhadap tindakan Irak atas Kuwait. Menurut Frankel pula, dalam perang uang dan bank ini, yang jelas sudah kalah adalah negara-negara Teluk tetangga Kuwait. Di sini dikabarkan bank-bank terkena dua pukulan. Pertama, dari para penyimpan uang, yang tiba-tiba menarik uangnya, begitu krisis Teluk muncul. Kedua, dari para pemberi kredit Barat, yang menutup pinjaman uang kontan. Padahal, menurut pemimpin redaksi majalah Arab Banker, negara-negara Teluk telah menyusun program pembangunan dari uang simpanan itu dalam dekade ini. Celakanya, ketakutan para penyimpan uang, menurut pemimpin redaksi itu, tak mudah disembuhkan. Bahkan seandainya pun kini tiba-tiba Saddam Hussein bersedia mundur, atau ia digulingkan, dan keadaan kembali seperti sebelum ada serangan dini hari, modal di Teluk tak mudah kembali. Orang kadung dirundung trauma. Yang kini juga dicemaskan dunia adalah seberapa berwibawa Amerika terhadap Israel. yang memerintahkan agar negeri Yahudi tak ikut campur dalam krisis Teluk. Yang dicemaskan adalah, bisa saja tiba-tiba Saddam Hussein menduduki Yordania yakni sebelum pelabuhan yakni sebelum pelabuhan Aqaba di Yordania ditutup oleh Amerika. Bila ini terjadi, besar kemungkinan Israel akan bertindak, karena merasa terancam -- Yordania dan Israel berbatasan. Mungkin karena kekhawatiran itu Yerusalem yang sedang waswas mengingatkan Amerika, apabila keadaan tak menentu itu berjalan terus-menerus, bukan hanya Yordania yan diancam kemelut, tapi semua negara Arab. Soalnya, Saddam, yang nampaknya pandai memainkan senjata nasionalisme Arab dan solidaritas Islam, akan makin populer di kalangan massa Arab. Dukungan terhadap Saddam bisa muncul dimana-mana, tak cuma di Yordania, Yaman, dan beberapa negara lagi. Karena itulah Israel menyarankan Amerika segera bertindak cepat. Yang harus dilakukan Amerika, kata Israel, adalah melancarkan satu serangan udara dan keampuhan peluru kendali. Sekali pukul, kata Yerusalem, pasti akan merontokan moril serdadu-serdadu Irak. Tapi Bush mesti berpikir seribu kali: bagaimana kalau perang kalau perang berkembang ke arah yang menghancurkan kawasan ladang-ladang minyak? Bagaimana pula dengan para sandera? Krisis Teluk jalan terus. A. Dahana (Jakarta), Dja'far Bushiri (Kairo), Seiichi Okawa (Jepang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus