Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ketika para idealis berkuasa

Setelah partai baath berkuasa,irak layak disebut sekuler. baath dibentuk oleh kaum muda dengan penuh idealisme dan atas dasar cinta. kenyataannya irak seperti haus darah. militer yang berkuasa.

25 Agustus 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RADIO Baghdad kadang-kadang mengancam, kadang-kadang membujuk serdadu-serdadu Amerika di Saudi. Jumat pekan lalu, penyiar Radio itu mengatakan, "Bagaimana kalian sampai hati menyerang Irak, yang menyimpan 200 gereja di seluruh negeri? Apakah kalian tega membunuh orang-orang Kristen seperti kalian juga, atau kalian mau dibunuh oleh mereka?" Kristen? Di Irak? Bagi sementara orang, mungkin citra Irak adalah sebuah negara Islam. Dulu, di masa kerajaan, memang. Tapi setelah Partai Baath merebut kekuasaan pada 1968, Irak lebih layak disebut negara sekuler. Partai Baath, atau lengkapnya Partai Baath Renaisans Sosialis Arab, memang bukan partai agama. Dalam tubuh pemerintahan Saddam sekarang, bahkan orang terpenting kedua, wakil Perdana Menten dan Menteri Luar Negeri, tak lain adalah Tareq Azis, adalah Kristen Ortodoks (Yunani). Nama asli Tareq adalah Mikhail Yuhanna. Ketika Partai Baath pertama berdiri, pada 1940-an, memang bukan dimaksudkan sebagai gerakan agama. Orang-orang muda yang berkumpul di Damaskus membentuk Partai Baath waktu itu, menurut Fouad Ajami dalam bukunya The Arab Predicament, adalah anak-anak muda pemberontak yang punya pandangan menolak. "Kami adalah orang-orang asing dari masyarakat kami, pemberontak yang menentang segala nilai-nilai lama." Dalam pandangan mereka para pemimpin dunia Arab kala itu layak dikecam, karena mereka terlalu mementingkan rasa kesukuan -- suatu hal yang harus dilenyapkan demi lahirnya negara Arab. Mereka memandang diri mereka sendiri para "idealis yang meletakkan hubungan satu sama lain atas dasar cinta". Suatu hal yang ironis -- tak seorang pun di antara mereka menduga bahwa Partai Baath akhirnya menjadi partai berkuasa dan melakukan hal-hal yang jauh dari "cinta" -- "pembunuhan, penyiksaan". Anak-anak muda itu menemukan jawaban atas Arab yang mereka sebut dekaden dalam doktrin nasionalisme Eropa, terutama nasionalisme Jerman. Mereka Jerman. Mereka hidup dengan penuh idealisme. Sementara rekan-rekan seangkatan mereka yang lain sibuk dengan diri sendiri, aktivis Partai Baath menghabiskan masa mudanya dengan berpolitik. "Kami kutipkan pelajaran-pelajaran politik pada anggota-anggota muda, kami berbicara dengan petani-petani jauh di desa, dan betapa pemurah serta penuh perhatian mereka, dan betapa murni persahabatan mereka," tulis Sami Al-Jundi, salah seorang pendiri Partai Baath, yang kemudian mengundurkan diri dari dunia politik, mempraktekkan profesinya sebagai dokter gigi di Tunisia. Pendiri utama partai ini sendiri adalah Michel Aflak, seorang Syria. Waktu itu ia berusia 30-an tahun. Ia belajar di Universitas Paris (1929-1934), penganut Kristen Ortodoks, dan pandangan politiknya banyak dipengaruhi oleh Marxisme. Ia yakin bahwa perjuangan nasional tak cuma melawan penjajah asing, tapi juga aristokrasi setempat. Aflak-lah yang boleh disebut ideolog Partai Baath sesungguhnya. Pada dasarnya ia seorang guru, seorang seniman, ketimbang pemimpin politik. Menurut Al-Jundi, Aflak menganggap Partai Baath bak sebuah karya seni, bagaikan sebuah novel atau puisi. "Ia menginginkan partai ini bagaikan karya novel atau epik besar, dan ia mencintainya bagaikan seorang seniman mencintai karya seninya," tulis Al-Jundi. Di akhir 1950-an, ketika Saddam Hussein belajar di Kairo, ketika itulah ia mulai tertarik pada Partai Baath. Bersama Ahmed Hassan Al-Bakr, akhirnya Partai Baath sukses merebut kekuasaan di Irak, pada 1968. Sementara itu, di Syria, partai ini lima tahun sebelumnya sudah memegang tampuk kekuasaan. Tapi mengapa partai yang penuh idealisme dan romantisisme itu berubah jadi bak monster yang haus darah? Kata Al-Jundi, nasionalisme waktu itu, dilihat dari jauh oleh anak-anak muda itu, berkilauan dan penuh dengan janji. Zaman kolonialisme menjadikan anak-anak muda itu berpikir berlebihan. Mereka belum tahu bagaimana rasanya berkuasa, dan bukan sekadar membayangkan jadi penguasa. Idealisme anak-anak muda ternyata bermuara dalam intrik dan kebrutalan militerisme. Partai Baath ingin cepat menegakkan nasionalisme. Dan pihak militer menawarkan bantuan itu -- satu jalan pintas pun terbuka. Bila mau jujur, sebenarnya bukan sepenuhnya salah para idealis muda itu. Di tengah perjalanan, kaum militer itulah yang mendengung-dengungkan ideologi partai, sementara para pemimpin partai diberi kursi empuk kekuasaan. Pada kenyataannya bukanlah mereka yang memerintah, tapi para serdadu itu. Pemerintahan sipil dikesampingkan. Contoh yang jelas memang yang terjadi pada diri Saddam Hussein dan Partai Baath di Irak. Sementara Haffez Assad berhasil mendamaikan sayap progresif dan moderat dalam Partai Baath di Syria, Saddam Hussein bergerak dengan caranya sendiri. Ia berkomplot dengan militer, bahkan tampaknya ia kemudian mengidentikkan diri menjadi tentara -- mungkin itu sebabnya ia sangat suka berseragam militer. Maka, ketika partai ini berkuasa di Irak, 1968, dan Ahmed Hassan Al-Bakr jadi presiden, sebenarnya yang menjalankan roda pemerintahan adalah orang kedua, yakni Saddam Hussein. Sebab, dialah yang dekat dengan militer. Satu catatan sejarah yang penting bagi riwayat partai ini adalah dibunuhnya Salah Al-Din Al-Bitar, juga pendiri partai, teman dekat Aflak. Sementara itu, Aflak sendiri pada 1966 lari ke Libanon, setelah terjadi kudeta militer. Ia melanjutkan hidup sebagai penulis. Partai Baath kini memang bukan lagi partainya para idealis muda. Mungkin namanya saja Baath. Di Irak, misalnya, Saddam Hussein menyatakan, mereka yang boleh menjadi tentara dan polisi hanyalah anggota Partai Baath. Bambang Bujono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus