Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Denmark menjadi negara Uni Eropa pertama yang mencabut semua pembatasan Covid-19.
Pelonggaran aturan sudah dimulai beberapa bulan sebelumnya.
Kepatuhan masyarakat untuk divaksin termasuk faktor penting.
SUHU 2,5 derajat Celsius menyergap Kota Nykøbing Sjælland, Denmark, pada Rabu, 2 Februari lalu. Rosa Damborg, warga Indonesia yang bermukim di sana, berkendara dari rumahnya di kota itu ke Damborg, tokonya di pusat belanja Dianalund Centret. Rosa membuka toko kelontong yang menyediakan berbagai peralatan dapur dan rumah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hari itu kebijakan baru pemerintah, yang mencabut semua pembatasan aturan Covid-19, telah berlaku. Namun hal itu tak serta-merta mengubah kehidupan di negeri itu. Beberapa orang, kata Rosa, tampak belum siap melepas masker dan masih memakainya di berbagai tempat. "Orang memakai masker kini merasa normal," tuturnya kepada Tempo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Denmark mencabut semua pembatasan aturan dalam penanganan pandemi Covid-19 sejak Selasa, 1 Februari lalu. Ia menjadi negara Uni Eropa pertama yang menerapkan kebijakan ini, yang menganggap Covid-19 bukan lagi ancaman dan mulai memasuki fase kenormalan baru. "Kami mengucapkan selamat tinggal kepada pembatasan dan selamat datang untuk hidup seperti yang kita tahu sebelum corona," ucap Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen saat mengumumkan kebijakan baru ini pada pekan lalu.
Pemakaian masker tidak lagi wajib di toko, restoran, dan sarana transportasi umum. Klub-klub malam dibuka kembali. Pembatasan jumlah orang yang berkumpul di dalam ruangan tertutup dan penetapan jarak sosial dicabut. Aplikasi MinSunhed, paspor corona yang mirip dengan PeduliLindungi di Indonesia, tidak lagi diperlukan untuk masuk ruang-ruang publik. Namun, "Akan tetap ada rekomendasi penggunaan masker dan paspor corona, misalnya di rumah sakit dan panti jompo," demikian pengumuman Coronasmitte.dk, situs informasi Covid-19 pemerintah.
Kebijakan ini diterbitkan di tengah jumlah kasus Covid-19 yang masih tinggi. Selama ini jumlah kasus hariannya bertahan di bawah angka seribu tapi jumlahnya kemudian meningkat sejak Oktober 2021 dan mencapai 44.255 kasus pada Kamis, 3 Februari lalu. Namun rata-rata jumlah pasien yang kini dirawat di rumah sakit hanya sekitar seribu atau kurang dan yang masuk unit gawat darurat atau memakai ventilator kurang dari seratus. Menurut Otoritas Kesehatan pada 3 Februari lalu, hanya 27 dari 1.116 pasien di rumah sakit yang masuk unit gawat darurat.
Menurut Michael Bang Petersen, penasihat Covid-19 untuk pemerintah Denmark, kebijakan ini keluar karena pemerintah melihat situasi sekarang yang jauh lebih baik. Di tengah jumlah kasus yang tinggi, rumah sakit tidak kewalahan karena hanya menangani sedikit pasien. Denmark juga memiliki serapan vaksin yang sangat tinggi. Selain itu, Omicron dinilai sebagai varian virus Covid-19 yang lebih ringan. "Kombinasi cakupan vaksin yang tinggi ditambah varian yang lebih ringan ini menunjukkan bahwa gelombang pandemi ini tidak terlalu membebani sistem rumah sakit kami," katanya kepada The Atlantic.
Denmark mulai melakukan vaksinasi Covid-19 massal pada Desember 2020. Vaksinasi ini gratis dan bersifat sukarela. Hingga 3 Februari lalu, 4,7 juta lebih orang atau 80,9 persen penduduk telah mendapat vaksin dosis kedua. Adapun 3,5 juta lebih atau 60,9 penduduk sudah mendapat vaksin dosis ketiga atau penguat. Vaksinasi tidak diwajibkan kecuali untuk beberapa jenis pekerjaan yang rawan, seperti tenaga kesehatan dan perawat di panti jompo.
Suasana pusat belanja Dianalund Centret di Kota Dianalund, Denmark, 2 2022. Rosa Damborg
Namun kebijakan pemerintah ini bukanlah perubahan total. Menurut Rosa, Denmark sudah lama pelan-pelan melonggarkan aturan Covid-19. Di awal masa pandemi, negeri itu, seperti juga di banyak negara lain, memberlakukan karantina ketat (lockdown). Masker wajib digunakan di mana-mana, pergerakan orang dibatasi, dan kerumunan besar dilarang. Bisnis dan toko juga tutup. Ketika pandemi mereda, pemerintah mencabut karantina tapi kemudian memberlakukannya kembali ketika jumlah kasus Covid-19 kembali meningkat.
Selama bisnis dan toko tutup, pemerintah memberi bantuan untuk menutup biaya operasional dan gaji pegawai. Hal ini memang meringankan beban pengusaha. Tapi bisnis yang tutup berarti tak ada pemasukan sehingga banyak usaha yang pada akhirnya gulung tikar.
Karantina terakhir berlaku selama Desember 2020 hingga akhir Maret 2021. Namun selama masa karantina ini berbagai pembatasan mulai dilonggarkan. Memakai masker di ruang publik tertutup tetap wajib tapi aturan tentang kerumunan tak terlalu ketat lagi. Dulu, jumlah tamu dan orang di dalam rumah tidak boleh lebih dari 10 orang dan tuan rumah bisa kena denda bila melanggarnya. "Belakangan, hal tersebut cuma disarankan," tutur Rosa, yang Januari lalu menggelar acara ulang tahun anaknya di rumah yang dihadiri sekitar 15 orang.
Namun, kata Rosa, kerumunan orang di negeri itu, seperti di acara pernikahan atau acara sosial lain, tidak pernah besar. "Enam puluh orang itu sudah banyak sekali," ucapnya.
Selain itu, "Rakyat di sini pada umumnya patuh pada kebijakan pemerintah," kata Rosa. Meskipun pemerintah hanya "menyarankan" untuk vaksinasi Covid-19, misalnya, tapi, tutur dia, orang juga berpikir vaksinasi penting untuk mencegah penularan dan meningkatkan kekebalan terhadap Covid-19 sehingga secara sukarela bersedia divaksin. Hal ini membuat Denmark termasuk negara di Benua Biru dengan tingkat vaksinasi yang tinggi.
"Rakyat di sini juga jujur. Kalau saya kena corona, maka saya tidak akan berkeliaran ke mana-mana," kata Rosa. "Kedisiplinan masyarakat untuk mencegah penularan itulah yang mungkin menjelaskan mengapa pandemi dapat dikendalikan di sini."
Meskipun demikian, Rosa mengakui memang ada orang-orang yang menolak vaksin atau memakai masker dengan berbagai alasan. Namun penolakan itu tidak sampai menjadi protes besar seperti di Belanda atau Jerman.
Rosa mengaku pernah kedatangan pelanggan di tokonya yang tidak memakai masker. Pelanggan itu mengaku dia dibebaskan dari memakai masker karena alasan kesehatan oleh dokter. "Tapi kamu tidak memakai lencana," tuturnya. Denmark memperkenalkan lencana berupa simbol masker dan tulisan "fritaget" ("pengecualian"). Lencana ini diberikan kepada mereka yang menderita asma, gangguan kronis pernapasan, atau penyakit lain yang akan terganggu pernapasannya bila memakai masker. Akhirnya Rosa meminta sang pelanggan menunggu di luar toko dan dia membantu mencarikan barang yang dibutuhkan.
Ada pula saat Rosa menghadapi seorang nenek yang tidak memakai masker dengan alasan sedang sesak napas. Dia meminta sang pelanggan untuk tetap memakai masker karena hal itu wajib di dalam toko. "Aku harus tegas karena bisa kena denda," ujarnya.
Kini, semua pembatasan itu tinggal kenangan. Namun, kata Rosa, perubahan kebijakan ini belum tampak pengaruhnya pada bisnis. Saat ini masih musim dingin dan umumnya kegiatan bisnis juga tidak ramai. Kegiatan perekonomian baru tinggi pada musim panas, yang diperkirakan dimulai pada Juni mendatang. Pada masa itu pula akan banyak wisatawan mancanegara yang berkunjung ke sana dan turut menggairahkan perekonomian negara tersebut. "Ramainya mungkin nanti pada musim panas. Kita lihat saja."
Rosa juga tak khawatir atas keramaian wisatawan nanti. Musim panas tahun lalu, ucap dia, wisatawan juga ramai berkunjung. "Kerumunan banyak terjadi tapi orang-orang secara sadar tetap berusaha menjaga jarak dan memakai masker," kata dia.
Meskipun telah mencabut semua pembatasan Covid-19, pemerintah tetap berhati-hati. "Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi pada Desember mendatang. Tetapi kami berjanji kepada warga Denmark bahwa kami hanya akan melakukan pembatasan jika itu benar-benar diperlukan dan kami akan mencabutnya secepat kami bisa," kata Menteri Kesehatan Denmark Magnus Heunicke kepada CNN. "Itulah yang terjadi sekarang."
Sejumlah negara Eropa kini juga mulai bersiap mengikuti Denmark, seperti Swedia dan Norwegia. Adapun sejumlah negara lain mulai melonggarkan aturannya, seperti Inggris, Irlandia, Prancis, dan Belanda.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo