HAMPIR setiap hari Lapangan Santo Petrus di Vatikan ramai dengan
pengunjung. Sebagai kota suci umat Katolik ia tak hanya
menampung para penziarah tapi juga turis dari seantero dunia.
Dan pada hari audiensi umum, setiap Rabu, saat Paus Johannes
Paulus 11 keluar menemui penziarah, suasana di lapangan itu
biasanya semakin meriah. Khalayak selalu berebut menyalami Paus.
Tapi suasana meriah yang berlangsung pekan lalu tiba-tiba
terganggu. Terdengar suara tembakan yang ternyata ditujukan ke
arah Paus.
"Bagaimana mereka bisa melakukan ini?" tanya Paus kepada
seorang perawat di Rumah Sakit Policlinico Gamelli, ketika ia
dibawa ke ruang operasi 20 menit setelah seorang pemuda Turki
menembaknya: untung peluru tidak mengenai bagian vital dalam
tubuhnya. Jiwa Paus bisa diselamatkan di ruang bedah. Operasi
mengeluarkan 3 butir peluru yang bersarang di tubuhnya
berlangsung selama 5 jam.
Setelah 72 jam, buletin medis yang dikeluarkan rumah sakit itu
masih menyatakan Prognosi riserveta, yang berarti keadaan Paus
belum bisa ditentukan apakah akan selamat. Tapi buletin hari
Mmggu mengumumkan keadaan Paus semakin membaik. Profesor Emilio
Tresalti, kepala bagian medis rumah sakit itu, mengatakan bahwa
tidak ada tanda infeksi gawat pada bekas lukanya.
Paus Johannes Paulus II, yang tertembak 5 hari menjelang ulang
tahunnya ke-61 itu, gemar berolah raga. Terutama berenang dan
main ski. Kondisi fisiknya yang begitu kuat merupakan modal bagi
penyembuhannya.
Dan hari Minggu itu ia mulai melakukan latihan pernapasan,
menggerakkan kaki dan lengannya. Bahkan bisa ia menyampaikan
pesan lewat radio yang ditujukan pada umat Katolik dan penziarah
yang sedang berkunjung ke Vatikan.
"Dengan perasaan yang dalam, saya mengucapkan terima kasih atas
doa kalian," kata Paus dalam pesannya. Sekitar 15 ribu orang
yang berada di Lapangan Santo Petrus, bertepuk riuh mendengar
Paus selama satu mcnit saja lewat pengeras suara. Inilah pertama
kalinya Pausberbicara kepada khalayak sejak ia ditembak.
Mendengar suara Paus yang agak lemah tapi tak tersendat-sendat
itu, banyak pengunjung menitikkan air mata. Mereka rupanya
teringat bahwa beberapa hari sebelumnya. di tempat yang sama,
Paus tertembak ketika akan menerima audiensi umum. Acara sekali
seming gu itu berbeda dengan acara rutin harian yang disebut
Uibi et Orbi, yang artinya doa untuk kota (Vatikan) dan doa
untuk dunia, saat Paus biasanya hanya berdiri di salah satu
balkon, melambaikan tangan kepada para penziarah selama beberapa
menit.
Sebelum penembakan itu terjadi Paus sedang menuju Basilika Santo
Petrus, tempat ia menerima audiensi tiap hari Rabu. Dengan
menggunakan jeep Toyota terbuka, Paus menyempatkan diri menerima
lambaian tangan para penziarah dan turis yang berdiri di
sepanjang rute yang akan dilaluinya. Kadang-kadang kendaraannya
terpaksa berhenti karena desakan pengunjung yang ingin
bersalaman. Bahkan sempat ia mendukung bayi yang diacungkan
ibunya.
Begitu Toyota itu melewati tempat yang sesak, suara letusan
terdengar. Tiba-tiba orang panik. Dan Paus yang berada di bagian
belakang kendaraan itu langsung rubuh. Tembakan itu datang dari
jarak hanya 4,5 meter dari tempat Paus berada. Banyak pengunjung
Jadi kucar-kacir. Di mana-mana terdengar suara teriakan.
Penembaknya adalah Mehmet Ali Agca, pemuda Turki yang berusia
23 tahun (lihat box).
Seorang suster Franciscan, Lucia Gludici, yang waktu itu berada
dekat si penembak, melihat dengan jelas pintol itu diacungkan ke
arah Paus. Ia bercerita dalam suatu wawancara tv Italia akhir
pekan lalu. "Tanpa sadar saya langsung menuju ke arahnya. Ia
mencoba untuk lari, tapi dengan cepat saya sempat menarik
jaketnya. Baru kemudian polisi datang," kata Gludici.
Sumber polisi sebelumnya mengatakan bahwa Ali Agca ditangkap
oleh Pasquale Novarra, seorang agen polisi, segera setelah
penembakan itu. Tapi siapapun yang pertama kali mengetahui
perbuatan Ali Agca, dia tak sempat lolos.
Sementara itu jip yang ditumpangi Paus langsung dilarikan
kencang ke arah kompleks Istana Vatikan. Dari situ Paus
dipindahkan ke ambulan, dan kemudian dibawa ke RS Policlinico
Gamelli, di bagian utara Roma. Selama di perjalanan Paus berdoa
dalam bahasa Polandia. Dan setibanya di rumah sakit, ia segera
dibawa ke ruang operasi. Menurut Dr. Renato Buzzoneto, dokter
pribadinya, Paus diberi infus darah golongan A.
Memang kehadiran Paus dalam kerumunan serupa itu sudah lama
diduga akan membawa bahaya. Bagi Paus adalah sulit menghindari
sambutan para penziarah -- sama halnya bila ia melakukan
perjalanan ke luar Vatikan. Pejabat Vatikan secara pribadi sudah
berulang kali mengatakan bahwa pertemuan Paus dengan massa
mengandung risiko besar, terutama bila massa berebut
menyalaminya.
Pengawalan untuk keselamatan Paus begitu sederhana. Berdasarkan
suatu pakta tahun 1929, keamanan di kota suci Vatikan sepenuhnya
menjadi tanggung jawab pemerintah Italia. Dan khusus di Lapangan
Santo Petrus yang sifatnya terbuka untuk umum penjagaan
betul-betul longgar. Selama ini kepolisian Italia hanya
mengirimkan 100 orang yang berpakaian preman untuk menjaga
keamanan kota Vatikan.
Ada juga pengawalan oleh Swiss Guard (Pengawal Swiss) yang
berkekuatan 95 orang. Mereka secara tradisional mengawal Paus
sejak abad ke-15. Dan anggotanya direkrut dari salah satu Canton
Katolik di Swiss. Senjata mereka tak lebih dari kampak dan
lembing, seperti yang digunakan pada masa abad ke-15 dan ke-16.
Namun mereka cukup terlatih dan memiliki kemampuan yang tinggi
sebagai pasukan keamanan.
Menurut cerita, pakaian seragam Swiss Guard yang berwarna biru,
kuning dan merah itu dirancang oleh pelukis terkenal,
Michaelangelo. Tak heran kehadiran pasukan pengawal ini begitu
menarik turis. Sifatnya seremonial. Tiap tahun pasukan ini
melangsungkan upacara sumpah di depan Paus. Tepatnya setiap 6
Mei. Tanggal ini sangat penting buat mereka.
Alkisah, pada hari itu, tahun 1527, 147 pengawal Paus Clementus
VII tewas dalam mempertahankan orang suci itu dari serbuan
tentara Charles V. Tapi Paus Clementus dapat diselamatkan.
Seminggu sebelum Paus Johannes II tertembak, Pengawal Swiss juga
mengadakan sumpah baktinya. Maka ada kesan seakan-akan Paus
sudah menyadari akan terjadi peristiwa itu. Dalam acara misa
khusus itu Paus sempat berdoa, "semoga kekerasan dan fanatisme
dijauhkan Tuhan dari wilayah Vatikan." Dan ia juga mengingatkan
para pengawal akan kemungkinan korban jiwa mereka demi menjaga
keselamatan Paus. "Siapa saja yang menyerahkan jiwanya demi
saya, dia akan mendapatkannya kembali. Tuhan sudah
menjanjikannya," ujar Paus mengutip Santo Matheus.
Selain itu Paus sendiri punya pengawal pribadi, yaitu Uskup Paul
C. Marcinkus, 58 tahun, bekas pemain bola. Mahir dalam seni bela
diri, Uskup asal Amerika ini biasanya ditugasi mengatur
penjagaan keamanan Paus bila melawat ke luar negeri. Biasanya ia
terlebih dahulu tiba di negara yang akan dikunjungi Paus. Dan
dia pula yang mengatur keamanan Paus bersama petugas setempat.
Di tengah kerumunan massa Marcinkus selalu mendampingi Paus.
Dengan tangannya yang kuat ia akan lebih mudah membuka jalan
bagi Paus.
Pernah terjadi percobaan pembunuhan terhadap Paus Paulus VI di
Lapangan Udara Manila, November 1970. Waktu itu Marcinkus yang
mengawal Paulus VI berhasil meringkus Mendoza y Amor. Pelukis
Bolivia ini mau membunuh Paus. Sejak itu pengawalan Paus di luar
negeri diperketat. Dan itu terlihat ketika Paus Johannes Paulus
II berkunjung ke Irlandia, September 1979. Di situ sedikitnya 10
ribu orang polisi dan 13 ribu tentara dikerahkan menjaga
keamanan Paus.
Paus Johannes Paulus II yang dilantik Oktober 1978 suka
melakukan kunjungan muhibah. Tahun 1979 saja ia telah melakukan
perjalanan ke Asia, Afrika, Amerika Serikat dan Eropa. Dan
ketika ia berkunjung ke Pakistan, 16 Februari lalu, sebuah bom
meledak beberapa menit sebelum ia tiba di stadion untuk
memberikan misa. Dalam kunjungannya ke Filipina, pada bulan yang
sama, suatu insiden terjadi di stadion Universitas Santo Thomas.
Seorang anak muda yang memakai T-shirt bertuliskan I Love You
sempat membuat heboh petugas keamanan. Tapi anak muda itu
mendadak mendekati Paus hanya karena ingin mencium tangannya.
Tak gampang mencegah massa mendekati Paus, pemimpin dari 750
juta umat Katolik di dunia. Ketika ia berkunjung ke Kinshasa,
Zaire, Mei 1980, 7 wanita dan 2 anak-anak hampir mati terinjak
karena berebutan memasuki tempat Misa Suci diselenggarakan.
Keadaan serupa ini diduga akan dihadapi Paus lagi dalam
perjalanannya ke luar negeri.
Namun kejadian pekan lalu di Lapangan Santo Petrus, masih di
Vatikan, sungguh mengagetkan. "Kita betul-betul heran, apakah
dunia sudah menjadi begitu barbar hingga tak mampu lagi
menghormati jiwa seorang utusan Tuhan bagi perdamaian," kata PM
Kanada, Pierre Trudeau, setelah mendengar berita penembakan itu.
Presiden Ferdinand Marcos yang belum lama ini menjadi tuan rumah
ketika Paus berkunjung ke Filipina menyatakan ia terkejut.
Penembakan itu disebutnya "tak berperasaan". Ia mendesak
pemerintah di dunia untuk mengambil tindakan yang cepat dalam
melawan 'para penjual darah' dan 'kekerasan yang sadis'.
Kantor Penerangan Palestina di Washington turut bersimpati.
Pernyataannya "Paus Johannes Paulus adalah tokoh perdamaian. Dia
bicara tentang keadilan bagi rakyat Palestina. Kami berdoa bagi
keselamatannya dan mengutuk usaha penembakan terhadapnya."
Memang reaksi dunia tampaknya begitu keras terhadap tindakan
kekerasan. Berbagai tajuk rencana koran -- seperti yang
dikumpulkan New York Times -- berkesimpulan bahwa penembakan itu
menunjukkan "tak seorang pun yang bisa selamat dari tindakan
kekejaman atau kegilaan." Enam mingu sebelum Paus tertembak,
Presiden Ronald Reagan juga mengalami hal yang sama. Dan
presiden yang berumur 70 tahun itu juga selamat meskipun harus
menjalani operasi.
Bedanya hanya satu. John W. Hinckley yang menembak Reagan
tampaknya tak punya motif politik. Sedang Mehmet Ali Agca yang
menembak Paus diduga datang dari suatu jaringan teroris
internasional (lihat Selingan). Ali Agca, konon mengaku sebagai
pengikut George Habash, tokoh gerilyawan Al Fatah. Tapi belum
jelas sejauh mana itu benar.
Sementara itu koran Italia Corriere della Sera telah membeberkan
surat Raja Hassan, dari Maroko. Ditujukan kepada Presiden
Italia, Sandro Pertini, surat itu menuduh pemimpin Libya,
Kolonel Moammar Khadafi, terlibat dalam usaha membunuh Paus.
Tapi benarkah ini? Ali Agca telah ditangkap. Adakah dia akan
bercerita siapa orang yang menyuruhnya, bila ada, itu masih jadi
pertanyaan besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini