Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pelarian dari kartal

Sekilas tentang mehmet ali agca, pemuda turki yang dituduh menembak paus johannes paulus ii. ia tergolong orang yang tak beruntung dimasa kanak-kanaknya. (ln)

23 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAJAHNYA sama sekali tak menunjukkan rasa penyesalan. Mehmet Ali Agca, pemuda Turki yang dituduh menembak Paus Johannes Paulus II, memang agak aneh. Begitu tertangkap ia langsung mengatakan, "saya adalah sahabat bangsa Palestina." Dan di sakunya dijumpai sebuah pamflet yang ditandatanganinya sendiri. Isinya: "Saya, Agca, telah membunuh Paus agar dunia tahu ribuan orang telah menjadi korban imperialisme." Tak jelas apa maksudnya. Tapi ada dugaan ia mencoba menghindari tuduhan bahwa ada komplotan di belakang aksi yang dilakukannya. "Ia adalah teroris dengan 'T' besar," kata Alfredo Lazzarni, Komandan Pasukan Anti Teroris Roma. "Sikapnya yang dingin, cerdik serta terlatih baik dalam menembak membuat orang tak percaya bahwa ia bertindak sendirian." Lazzarni selama 12 jam secara terus-menerus memeriksa Ali Agca. Dalam pemeriksaan itu ia menyatakan tak pernah mengalami kesulitan uang. Dan waktu tertangkap ia masih mengantungi uang Swiss dan Italia bernilai lebih dari US$ 400. Ia mengaku telah melakukan perjalanan ke Prancis, Jerman Barat, Bulgaria dan Spanyol, tahun lalu. Dan selama ini ia memakai paspor dengan berbagai nama, seerti Farouk Osgun, Ali Hussein dan Ali Mussein. Semua tu nama palsu. Tak ada bukti yang menunjukkan ia pernah merampok atau mencuri. Namun untuk mendapatkan uang, menurut pemeriksa, Ali Agca mesti mendapat dukungan kelompok tertentu. "Ia adalah orang yang mampu melaksanakan berbagai tugas, meskipun untuk itu ia harus mengorbankan dirinya," demikian polisi Roma. Mehmet Ali Agca, 23 tahun, tergolong orang yang tak beruntung pada masa kanak-kanaknya. Ayahnya meninggal ketika ia berusia 8 tahun. Sejak itu ia harus bekerja keras untuk bisa membantu keluarganya. Menurut ibunya, Muzeyyen Agca, ia pernah berjualan minuman di stasiun kereta api. Setelah ayahnya meninggal, Ali Agca jadi berubah, menjadi lebih agresif dan sulit diawasi. Dr. Atalay Yorukoglu, seorang psikiater Turki, mengatakan bahwa Agca menderita trauma semasa kanak-kanaknya. Trauma ini disebabkan ia harus berhadapan dengan ayahnya yang sadis dah ibunya yang lemah dan sama sekali tak berpikir secara efisien. Kehidupan masa kecilnya inilah yang kemudian melatarbelakangi aksi kekerasan yang dilakukannya terhadap Paus. Sebelum meninggalkan Turki, ia pemah dijatuhi hukuman mati secara in absentia. Sebagai anggota Partai Gerakan Nasional (NMP) yang ekstrim kanan, ia terlibat dalam pembunuhan editor koran Milliyet, Abdi Ipekci Februari 1979. Tapi, November 1979, ia berhasil melarikan diri dari penjara Kartal di Istambul dengan memakai seragam tentara. Enam orang tentara dan '3 orang sipil, yang diduga jadi anggota sayap pemuda NMP, membantu Agca melarikan diri. Pemimpin partai ini, Kolonel Alpaslan Turkes, sedang diadili karena tuduhan mencoba menggulingkan kekuasaan yang sah dengan kekerasan. Ia juga dituduh terlibat dalam pembunuhan Abdi Ipekci. Maka banvak dugaan bawa aksi Agca tidak bisa dilepaskan dari aksi teror yang dilancarkan NMP selama ini. Apalagi selama berkelana di Eropa ia diduga mendapat bantuan keuangan dari kelompok tertentu. Tapi keinginan Agca membunuh Paus bukan hal baru. Beberapa hari sebelum Paus berkunjung ke Turki, November 1979, Agca yang baru saja melarikan diri dari penjara Kartal menulis surat kepada koran Milliyet. "Imperialis Barat, yang khawatir melihat Turki membuka hubungan baru di bidang politik ekonomi dan militer dengan saudaranya negara Islam di Timur Tengah, telah mengirim komandannya yang bertopeng pengkhotbah, yaitu Paus Johannes Paulus ke Turki" tulisnya. Tak hanya sampai di situ. Agcajuga juga mengancam: "Jika kunjungan ini tidak dibatalkan, saya akan menembak Paus. Satu-satunya alasan saya lari dari penjara adalah untuk ini." Dan sejak ia melarikan diri pemerintah Turki sudah memperingatkan negara Eropa. Bahkan Turki telah 3 kali meminta Jerman Barat agar mengekstradisikan Agca. Konon waktu itu Agca diduga berada di Bonn. Peringatan yang sama juga sudah disampaikan Polisi Turki kepada Italia, 15 hari sebelum Paus tertembak. Dalam hal ini Duta Besar Turki di PBB, A. Coskun Krica, menyesalkan beberapa negara Eropa Barat yang telah memberi tempat perlindungan bagi teroris Turki yang melarikan diri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus