Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB pada Selasa, 12 Desember 2023 menuntut gencatan senjata kemanusiaan segera di Jalur Gaza. Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 negara mengeluarkan resolusi yang menyerukan gencatan senjata dengan 153 negara mendukung dan 23 negara abstain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bersamaan dengan itu, Presiden Amerika Serikat Joe Biden memperingati Israel bahwa mereka telah kehilangan dukungan internasional karena pemboman “tanpa pandang bulu” terhadap warga sipil dalam perang melawan pejuang Palestina Hamas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Otoritas Palestina menyambut baik resolusi tersebut dan mendesak negara-negara lain untuk menekan Israel agar melakukan gencatan senjata.
Seorang pejabat Hamas di pengasingan, Izzat El-Reshiq, dalam sebuah pernyataan di Telegram m mengatakan Israel harus “menghentikan agresi, genosida, dan pembersihan etnis terhadap rakyat kami,” seperti dilaporkan Reuters.
Akan tetapi, Amerika dan Israel bersama dengan delapan negara lainnya menentang tindakan tersebut dan berpendapat bahwa gencatan senjata hanya menguntungkan Hamas.
Lantas, kenapa gencatan senjata antara Israel dan Hamas berjalan dengan alot?
Alasan Gencatan Senjata Israel dan Hamas Sulit Dilakukan
Gencatan senjata antara Israel dan Hamas seringkali berjalan alot dan hanya bersifat sementara.
Seperti diketahui, pada 23 Oktober 2023 Israel dan Hamas menyepakati gencatan senjata sementara atau jeda kemanusiaan. Kesepakatan itu ditengahi oleh Qatar, AS seta Mesir dan mulai berlaku pada hari Jumat 27 Oktober 2023, sehari lebih lambat dari rencana semula.
Melansir AP News, berdasarkan ketentuannya, Israel dan Hamas sepakat untuk menghentikan permusuhan selama empat hari. Gencatan senjata sementara itu memfasilitasi pertukaran sandera yang ditahan oleh Hamas, dan warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.
Selain itu, untuk pertama kalinya sejak serangan tersebut, Palang Merah Internasional akhirnya akan diberikan akses untuk memberi bantuan dan pengobatan.
Selama jeda kemanusiaan, Israel mengizinkan sejumlah besar bahan bakar dan pasokan kemanusiaan masuk ke Gaza. Jet dan pasukan Israel juga akan menahan tembakan, sementara militan Hamas diperkirakan akan menahan diri untuk tidak menembakkan roket ke Israel.
Akan tetapi, Israel kembali melanjutkan serangan militernya terhadap Gaza pada 1 Desember setelah keduanya tak lagi mencapai kesepakatan soal perpanjangan jeda kemanusiaan.
Setidaknya ada beberapa alasan mengapa gencatan senjata antara Israel dan Hamas berlangsung alot, berikut adalah penjelasannya.
Israel Berniat Melenyapkan Hamas
Mengutip laman Monash University, alasan pertama mengapa gencatan Israel dan Hamas berjalan sangat alot adalah karena Israel telah menyatakan niat untuk membubarkan Hamas sebagai respons atas serangan 7 Oktober.
Israel terus menerus menyerang warga sipil, rumah sakit, sekolah, dan bahkan taman kanak-kanak di wilayah tersebut di Jalur Gaza dengan alasan ingin melenyapkan Hamas.
Namun serangan tersebut tidak hanya menyasar Hamas, tapi juga warga sipil Palestina. Dalam pertempuran tersebut, tercatat sekitar 13.000 warga Palestina menjadi korban.
Bahkan lebih dari satu juta warga Palestina telah meninggalkan rumah mereka di bagian utara Jalur Gaza dan kini menghadapi kondisi yang mengerikan, sebagian besar berada di tenda-tenda dan akomodasi sementara, di selatan Gaza.
Gencatan Senjata Berikan Waktu Pada Hamas untuk Pulih
Selama gencatan senjata dalam satu minggu, Israel setiap harinya terus memantau tingginya jumlah truk yang membawa pasokan ke Gaza untuk memastikan kendaraan tersebut tidak disalahgunakan untuk menyelundupkan senjata. Israel juga harus memastikan bahan bakar tidak dialihkan untuk meningkatkan kemampuan militer Hamas.
Kemudian Israel menilai memperpanjang waktu jeda kemanusaiaan hanya memberi Hamas waktu untuk menyusun strategi, mengubah posisi militan dan mungkin berkumpul kembali.
Sifat perjanjian yang tidak menentu ini juga membuka pintu bagi Hamas untuk segera memenuhi tuntutannya, dengan harapan bahwa Israel akan membuat lebih banyak konsesi untuk membebaskan lebih banyak sandera.
Gencatan senjata yang lebih lama akan mempersulit Israel untuk memulai kembali perang, baik secara operasional maupun di mata opini publik global. Pemerintah Israel akan menghadapi tekanan domestik yang semakin besar untuk menjamin pembebasan lebih banyak sandera.
Keterlibatan Amerika Serikat
Presiden AS Joe Biden sejauh ini merupakan pendukung setia Israel dan Amerika merupakan negara pemasok amunisi penting, senjata, dan bantuan keuangan kepada Israel.
Selain itu, Amerika juga memberikan payung diplomatik kepada Israel untuk menolak tuntutan gencatan senjata segera yang datang dari PBB dan negara-negara lain selama berminggu-minggu.
Mengutip Anadolu, Amerika Serikat pada hari Jumat, 8 Desember 2023 memberi isyarat bahwa mereka tidak mendukung gencatan senjata kemanusiaan untuk menghentikan permusuhan di Jalur Gaza yang terkepung ketika Dewan Keamanan PBB bersiap untuk melakukan pemungutan suara mengenai rancangan resolusi yang penting.
"Meskipun Amerika Serikat sangat mendukung perdamaian abadi, di mana Israel dan Palestina hidup dalam damai dan aman, kami tidak mendukung seruan untuk segera melakukan gencatan senjata," Wakil Duta Besar AS untuk PBB Robert Wood mengatakan kepada Dewan Keamanan.
AS lebih memilih diplomasinya sendiri, daripada tindakan Dewan Keamanan, untuk memenangkan pembebasan lebih banyak sandera dan menekan Israel untuk lebih melindungi warga sipil dalam serangannya terhadap Gaza.
Ancaman dari Hizbullah dan Houthi
Israel beranggapan gencatan senjata justru berpotensi mengirimkan pesan berbahaya kepada musuh lainnya, terutama Hizbullah yang didukung Iran dan Houthi Yaman.
Israel menilai gencatan senjata justru akan menjadi lampu hijau bagi dua organisasi yang mendukung Hamas itu untuk melakukan kejahatan perang yang mengancam kelangsungan hidup warga sipil Israel.
Apalagi sejak serangan 7 Oktober 2023, Israel dan Hizbullah telah berulang kali bentrok. Hizbullah diketahui pernah meluncurkan roket dan menembakkan rudal ke posisi militer Israel dan kota-kota Israel. Sedangkan Houthi Yaman pernah membajak sebuah kapal kargo Israel di Lauut merah. Aksi tersebut dilakukan untuk membalas serangan Israel ke Palestina.
Pilihan Editor: HRW: Israel Gunakan Kelaparan sebagai Senjata Perang di Gaza
RIZKI DEWI AYU | REUTERS | AL JAZEERA | MONASH UNIVERSITY | ANADOLU