Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mengapa komunisme mati

Wawancara tempo dengan ivan t. berend,mantan presiden akademi ilmu pengetahuan hungaria,tentang kegagalan komunisme di uni soviet dan eropa timur,pergolakan di uni soviet,perombakan gorbachev,dan seterusnya.

18 Agustus 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUARA dan cara bicaranya tenang. Prof. Ivan T. Berend, 59 tahun tampan dan sopan, seperti berasai dari Eropa abad yang sudah lampau. Ia memang bukan seorang pembaharu radikal. Tapi ahli ekonomi dan sejarah serta mantan presiden Akademi Ilmu Pengetahuan Hungaria ini yakin, perubahan ekonomi dan politik di Eropa Timur kini tak bisa ditahan. Akhir pekan lalu, di depan sejumlah 150 hadirin di Manggala Wanabakti, Jakarta, Berend berceramah tentang kegagalan komunisme di Eropa Timur, sebagai pidato ulang tahun Yayasan Panglaykim. Berikut petikan wawancaranya dengan wartawan TEMPO Yudhi Soerjoatmodjo, di tempat ia menginap, di Sari Pan Pacific Hotel, Jakarta, pekan lalu. Anda katakan bahwa komunisme di Uni Soviet dan Eropa Timur diterapkan dalam bentuknya yang eksperimental dan "diperkirakan akan gagal". Bisakah Anda menerangkannya? Marx memimpikan suatu keadaan di mana negara-negara maju bersama-sama membentuk sistem yang egalitarian. Kenyataannya, Revolusi Bolsyewik serta eksperimen komunis di Fropa Timur dan negara lainnya justru tumbuh di negara-negara terbelakang. Pada 1840, dalam naskah berjudul "Ideologi Jerman" yang terbit beberapa tahun setelah ditulisnya, Marx meramalkan bahwa bila negara miskin berusaha mencoba komunisme, ia akan melakukan "pemerataan kemiskinan". Hingga tumbuh ekonomi isolasi, dan perkembangan ekonomi dunia akan menghancurkan apa yang disebutnya sebagai "komunisme lokal". Komunisme Eropa Timur merupakan "kemiskinan" yang egalitarian, yang menghancurkan daya dorong pertumbuhan ekonomi. Sementara itu juga, dalam interpretasi saya, komunisme gaya Soviet merupakan sebuah model modernisasi. Sistemnya dirancang pada 1920 oleh Preobrazhiensky dan Trotsky, yang kemudian diadaptasikan oleh Stalin dan dipaksakan terhadap Eropa Timur. Untuk sementara, upaya ini berhasil. Untuk pertama kalinya di dunia, negara yang miskin modal mampu meraih taraf akumulasi modal yang tinggi. Juga pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Saat itu, pada tahun 1930-an dan 1940-an, pertumbuhan ekonomi negara Eropa Timur mencapai 15-18% per tahun. Padahal, Amerika Serikat dan seluruh dunia sedang mengalami depresi ekonomi. Industrialisasi Uni Soviet malah menggebu-gebu. Awal tahun 60-an bahkan Dinas CIA memperkirakan bahwa dalam dua dasawarsa ekonomi Uni Soviet akan mengejar taraf AS. Tidak heran, pada saat itu pertumbuhan ekonomi Uni Soviet sekitar 6%, sementara pertumbuhan AS cuma 1,5%. Jadi, pada 1960-an, industrialisasi di Eropa Timur sangat penuh harapan. Tapi ... mulai pertengahan 1960-an dan pada tahun 70-an, kian jelas model modernisasi ini tak bisa lagi dipakai. Sebabnya, menurut saya, adalah revolusi industri ketiga atau bisa juga disebut sebagai perombakan total dalam tatanan teknologi. Ini dimulai seperti pada penemuan komputer pada 1944 dan penggunaan tenaga nuklir di akhir Perang Dunia II. Akibatnya sektor-sektor ekonomi lama -- produksi batu bara, besi dan baja, penggalangan kapal, dan teknik pembangunan lama -- sedikit demi sedikit ambruk. Dan cabang teknologi lain tumbuh: teknologi canggih, elektronika, dan sebagainya. Model modernisasi Uni Soviet tak mampu beradaptasi terhadap sistem teknologi yang ilmiah dan dinamis. Model modernisasi Uni Soviet terhambat oleh birokrasinya yang besar dan tak luwes .... Seluruh pasar telah dihancurkannya. Setelah itu, model modernisasi Uni Soviet dan Eropa Timur jadi sebuah model keterbelakangan. Mereka yang tak mampu berubah, mulai akhir tahun 70-an dan awal 80-an, bangkrut. Tentunya ada suatu upaya untuk melakukan perombakan ekonomi. Tapi sistem politik dan struktur ideologis dalam komunisme Eropa Timur yang monolitik membentuk kendala terhadap upaya perombakan. Di seluruh Eropa Timur, bahkan di Hungaria yang perombakan ekonominya menunjukkan beberapa hasil, sistem itu tak mampu menghadapi tantangan teknologi baru. Kemacetan ini berlangsung selama 15 tahun terakhir, dan mengakibatkan melonjaknya inflasi, erosi taraf hidup, dan defisit perdagangan yang besar. Semua masalah ini mulai muncul di pertengahan tahun 70-an dan merongrong sistem Uni Soviet. Dari sini tumbuh upaya perombakan. Namun, karena upaya perombakan itu selalu setengah-setengah, sulit bagi kami untuk dapat maju: pembaruan belum selesai, kami sudah harus melangkah lebih jauh untuk membentuk sistem yang lebih efisien. Lalu kami menyadari bahwa tanpa perubahan politik, sistem yang majemuk, dan penghapusan ideologi yang basi, kami tak bisa menghadirkan ekonomi yang efisien. Kecenderungan ini lahir sekitar pertengahan tahun 80-an, ketika Uni Soviet telah dinyatakan kalah dalam persaingan persenjataan. Bahkan potensi militer Uni Soviet berkurang wibawanya, dan perubahan personel terjadi ketika Gorbachev memegang kekuasaan: mereka harus melakukan perombakan. Kendala yang dihadapi oleh Eropa Timur selama ini tidak lain adalah Uni Soviet. Selama itu mereka menindas perombakan: tahun 1956 di Hungaria, tahun 1968 di Ceko dan Slovakia, dan di awal tahun 1980-an di Polandia. Ketika perombakan merupakan kebijaksanaan resmi Uni Soviet, Polandia dan Hungaria jadi negara pertama di Eropa Timur yang melakukan perombakan. Di Polandia, perombakan didorong oleh kubu oposisi Solidarnosc. Pemerintah Polandia tak mampu mengatasi masalah hingga mereka dipaksa bermusyawarah dengan pihak oposisi. Di Hungaria keadaannya sedikit lain. Di sana arus perombakan tumbuh dari kubu-kubu sosial demokrat di dalam partai komunis. Tak ada demonstrasi dan kerusuhan. Perubahan dari atas inilah yang menyebabkan rakyat menerima sistem multipartai pemilihan umum, dan penswastaan. Komunisme mengimbangi laju kapitalisme. Setelah komunisme mati, akankah kita melihat kapitalisme yang makin ganas? Komunisme merupakan suatu reaksi terhadap kapitalisme abad ke-19. Karena itu, meski komunisme kini dianggap gagal, ia dulu punya peran dalam sejarah sebagai kekuatan yang menantang dan mengubah kapitalisme abad ke-19. Tapi kapitalisme abad ke-20 tak sama dengan kapitalisme yang disebut oleh Marx pada zamannya di pertengahan abad ke-19. Kapitalisme kini mengandung ide-ide negara social-welfare, kebijaksanaan sosial demokratik seperti yang kita lihat di Eropa Barat dan Skandinavia, sistem pelayanan kesehatan di Kanada, dan sebagainya. Sebetulnya kata "kapitalis" tak tepat lagi. Dengan matinya komunisme, yang bertahan adalah sistem pasar yang demokratis dan bersatu. Sebagai contoh, Eropa sebentar lagi akan bersatu dan mereka tak bersaing seperti pada zaman kolonial. Ada tiga kekuatan kini yang akan membuat dunia lebih seimbang: AS dengan tetangganya di Amerika Selatan Eropa Bersatu, dan Asia yang terus berkembang. Bagaimana dengan Uni Soviet? Saya rasa, ada kemungkinan Uni Soviet akan pecah. Beberapa negara bagian akan merdeka dan saya rasa masalah dalam negeri Uni Soviet sudah sebegitu berat hingga semacam keterasingan akan tumbuh dan bukannya perluasan kekuatan. Kendati begitu, Rusia tetap akan jadi kekuatan besar dengan kekayaan alamnya di Siberia. Dalam kekuatan perang pun mereka akan tetap tangguh, mengingat Jepang dan Jerman bukanlah kekuatan militer tetapi kekuatan ekonomi dan politik saja. Bagaimana dengan negara-negara kecil yang memisahkan diri dari Uni Soviet? Akan menumbuhkan bibit kekacauan? Kita belum tahu jawabannya. Mungkin sekali sebagian Eropa Timur akan kacau: pertentangan antarsuku bangsa, golongan, dan semacam nasionalisme yang kerakyatan. Dan bila transformasi ekonomi di Eropa Timur gagal dan menimbulkan frustrasi baru, tak mustahil bila lahir gerakan-gerakan nasionalis yang pernah kita lihat dalam sejarah: radikalisme sayap kanan. Mungkin skenario ini pesimistis, tapi merupakan sesuatu yang harus kita pikirkan juga. Anda kedengarannya juga pesimistis Gorbachev akan berhasil dalam melakukan perombakan. Saya memang pesimistis karena kekuasaan sentral Uni Soviet makin lemah, sementara kekuatan lokal yang bersifat nasionalistis dan kerakyatan makin kuat. Berbagai perang saudara antarpemerintahan lokal sudah terjadi dan akan terus terjadi. Juga keadaan ekonomi sudah gawat. Salah satu kesalahan Gorbachev ialah tak melakukan perombakan yang betul-betul perombakan. Sebagai perbandingan, dalam lima tahun RRC berhasil merombak bidang pertanian. Selain itu, umumnya rakyat Soviet punya sikap yang menentang perombakan ke arah ekonomi pasar. Sikap egalitarian "sama rata sama rasa" ini berasal dari tradisi yang panjang: komune pedesaan di Uni Soviet mampu bertahan sampai abad ke-20, dan di awal 1920 ada gerakan rakyat bernama Narodny (rakyat) yang menentang kapitalisme. Tapi mereka bukan Bolsyewik. Mereka antikomunis dan antikapitalis. Mereka mencanangkan ideologi Slavophile atau Russophile (mencintai segala yang berbau slavik, misalnya ras orang Rusia) yang kata mereka, punya nilai-nilai tersendiri yang dapat menyisihkan nilai lain seperti kapitalisme. Jadi, sikap antiekonomi pasar kuat di Uni Soviet. Karena itu, upaya perombakan seperti tak punya harapan untuk berhasil. Orang tak menyukai perbedaan penghasilan atau kekayaan. Belum lagi birokrasi yang besar. Beberapa tahun yang lalu Gorbachev mengatakan bahwa jumlah birokrat partai dan negara di Uni Soviet mencapai 18 juta orang. Jadi, perubahan damai dari atas yang merombak sistem dan mengupayakan sistem yang efisien tidaklah mungkin di Uni Soviet. Anda mengatakan, beberapa negara Asia yang dipmmpin oleh diktator malah menunjukkan pertumbuhan ekonomi pesat. Bukankah ini suatu paradoks, bila kita menengok ke Eropa Timur dan Uni Soviet? Paradoksnya mudah dijawab. Ambil contoh Korea Selatan. Di sana di satu pihak ada ekonomi swasta, dan di pihak lain berdiri pemerintah. Tapi pemerintah yang keras, yang diktatorial, tak mempengaruhi ekonomi yang sifatnya ekonomi pasar. Sebaliknya, sistem komunisme di Eropa Timur bukan saja diktatorial dan otoriter, tapi totaliter. 95% dari ekonominya milik negara dan setiap keputusan ditangani oleh pemerintah, hingga ekonomi swasta tak ada sama sekali. Karena itu, negara berkembang yang baru saja bebas dari penjajahan kolonial tak begitu saja bisa membangun negara yang demokratis. Hampir mustahil. Sebetulnya, pemerintahan yang kuat, rezim otoriter yang dengan keras menekankan modernisasi semacam "baronisme" (dari kata baron, bangsawan dan tuan tanah) di Amerika Latin -- memang dibutuhkan dan bisa berhasil, sampai suatu waktu tertentu, di mana akan terjadi perubahan politik yang menuntut demokrasi. Kalau begitu, apakah sebaiknya Eropa Timur mengikuti model Asia? Mungkin. Hungaria, Ceko dan Slovakia, serta Polandia mungkin lebih cenderung mengikuti cara Barat. Bulgaria, Rumania, Yugoslavia mungkin perlu sistem modern dan pluralistis di satu pihak, tapi yang ekonominya tetap dimiliki dan dipandu oleh pemerintah yang otoriter. Akankah Hungaria mampu menghadapi konsekuensi ekonomi pasar seperti pengangguran dan tutupnya perusahaan yang tak bisa bersaing? Beberapa tahun lagi tingkat pengangguran Hungaria akan mengkhawatirkan. Di Polandia saja, tingkat pengangguran melonjak dari 0 jadi 700 ribu orang. Bagaimanapun berhasilnya perombakan yang kami lakukan, untuk sementara keadaan akan memburuk karena meningkatnya harga, pengangguran, dan penutupan perusahaan. Tapi sistem ini harus bisa hidup. Kalau tidak, mungkin akan menumbuhkan pemberontakan dan rezim baru. Kita tak tahu apakah perombakan ini dapat menutupi ongkos-ongkosnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus