RAMAI seperti sorot lampu disko. Ada torehan warna merah, hijau, biru, jingga, yang melengkung, atau membentang lurus, membentuk motif lukisan "surealis". Itulah warna-warni batik hasil rakitan Ferry Cahyo Utomo, 26 tahun, pemuda dari Pasar Kliwon, Surakarta. Ferry membuat batik tangan dengan teknik baru. Dia tinggalkan cara-cara lama, tak ada lagi torehan lilin untuk menghadirkan motif dan warna. Ferry langsung melukis motif batiknya di atas kain, dengan racikan material yang unik: ada odol, pupuk urea, soda kue atau bahan pemontok biskuit sodium nitrit, selain bahan pewarna yang lazim seperti naftol atau kostik. Hasilnya tak mengecewakan. Muncul warna-warna cemerlang, eksklusif, dan- konon tidak gampang luntur. Ferry melegonya lewat pelbagai outlet, di- antaranya Batik Semar, Solo. "Karya Ferry banyak digemari," kata Untung Soeweno, pimpinan Batik Semar. Telah tiga tahun Ferry bereksperimen dalam kerajinan batik. Mula-mula dia membatik di atas bulu kulit binatang. Barangkali karena batik kulit itu berisiko besar, Ferry mencari cara lain untuk mendapatkan batik eksklusif. Akhirnya, dia memilih "memainkan" teknik proses pembatikannya. Lantas Ferry, yang masih tercatat sebagai mahasiswa arsitektur Universitas Trisakti, Jakarta, melakukan serangkaian uji coba. Tak sia-sia. Dia berhasil mendapatkan racikan berupa adonan mirip cat minyak, yang bisa menghadirkan warna-warna cemerlang. Adonan itu dibuat, antara lain, dari campuran garam, soda kue pasta gigi, tepung Legidol, pupuk urea, garam cuka, air, dan bahan pengental Manotek. Ke dalam adonan itu diberikan pula zat pewarna emazol. Setelah adonan disiapkan, pembuatan batik eksklusif itu boleh dimulai. Dengan kuas, adonan tadi disapukan di atas kain mori. Bisa gambar burung, daun, atau apa saja. "Tergantung gerak hati," k-ata Ferry. Setelah gambar tergarap, kain tadi diangin-anginkan sampai kering. Kemudian direndam, diperas, dan dikeringkan lagi. Tibalah saat memberikan warna dasar. Ferry biasa memakai bahan pewarna kostik, yang disapukan di antara garis-garis atau gambar motif yang ada. Lantas kain itu direndam dengan air selama enam jam, kemudian dijemur sampai kering. Cara yang relatif sama bisa juga dipakai untuk menampilkan warna abu-abu atau hijau lumut, yang biasa dia gunakan untuk membangun motif batik berbentuk candi-candi. Ferry tak mengetahui secara persis perihal reaksi kimia bahan-bahan itu. Tapi dari eksperimen itu, dia memperoleh catatan bahwa pasta gigi, misalnya, berguna untuk memperoleh kepekatan warna tertentu. Soda kue berkhasiat untuk mendapatkan adonan dengan campuran warna yang rata, dan tepung Legidol bisa menciptakan warna-warna pastel. Karya Ferry sebagian dijual di luar negeri. Untuk pasar domestik, Ferry memasang harga Rp 30 ribu sampai Rp 100 ribu per potong.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini