Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Republik Ulta Volta mengubah namanya menjadi Burkina Faso pada 4 Agustus 1984. Nama baru yang bermakna negeri orang-orang jujur tersebut merupakan gubahan Thomas Ankara, pemimpin revolusi marxis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Negeri ini luasnya 247 ribu kilometer persegi dengan populasi penduduk sebanyak 20 juta jiwa dan beribukota di Ouagadougou. Burkina Faso berbatasan langsung dengan Mali, Nigeria, Benin, Togo, Ghana, serta Pantai Gading.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penduduk negeri ini dikenal dengan nama Burkinabe dengan mayoritas suku Mossi. Sejak abad ke-11, suku ini mendiami bagian utara sungai Oti-Volta dan berbicara dalam bahasa Moore, yang termasuk dalam rumpun bahasa Gur.
Nama lama negeri ini berasal dari tiga sungai yang membelah, Volta Hitam atau Mouhon, Volta Putih atau Nakambe, dan Volta Merah atau Nazinon. Sungai Volta Hitam merupakan satu dari dua sungai yang mengalir sepanjang tahun.
Revolusi Marxis Burkina Faso
Thomas Sankara, yang dijuluki sebagai "Che Guevara dari Afrika", naik ke tampuk kepresidenan berkat kudeta militer. Hisham Aidi, dalam artikelnya berjudul Reviving Thomas Sankaras Spirit, menyebutkan bahwa pemimpin kiri itu memperjuangkan kemandirian ekonomi, ketahanan pangan, kesetaraan jender, dan persatuan negara-negara Afrika.
Farid Omar, dalam esai Commemorating Thomas Sankara, menyatakan bahwa pemerintahan kiri itu menasionalisasi aset dan kekayaan alam negara serta memutus kerja sama International Monetery Fund (IMF) dan bank dunia demi tercapainya pemberdayaan ekonomi dan ketahanan pangan.
Sankara, menurut dia, juga menghapuskan diskriminasi jender dengan menempatkan perempuan di jabatan penting pemerintah. Dalam dua kabinet, masing-masing terdapat lima perempuan yang menjabat sebagai menteri.
Keberhasilan juga tampak dari program vaksinasi massal gratis kepada 2.5 juta anak dari penyakit kuning dan meningitis hanya dalam 15 hari. Masalah buta huruf juga teratasi dengan program bersama PBB "Alpha Comando", program literasi yang menyasar kaum pinggiran dan miskin Burkina Faso.
Pembangunan dalam pemerintahan ini pun dilakukan demi mengentaskan masalah gelandangan dan mobilisasi massa. Menurut Newsreel, Sankara merupakan pemimpin Afrika pertama yang peduli akan isu lingkungan dengan menanam sepuluh ribu pohon di padang sabana Sahel.
Untuk menjaga semangat anti-imperialisme ini, Sankara pun membentuk Comites de Defense de la Revolution (CDRs). Organisasi ini, berdasarkan film dokumenter Thomas Ankara: The Upright Men, mengeksekusi pejabat korup dan pekerja yang malas secara terbuka. Rene Otayek, dalam buku Military Marxist Regime in Africa, menuliskan bahwa organisasi tersebut mengambil inspirasi dari organisasi serupa di Kuba.
Pemerintahan ini berakhir cepat pada tahun 1987. Sankara terbunuh dalam kudeta militer yang dilangsungkan oleh Blaise Compaore, menteri hukum pada masa itu yang kemudian menjabat sebagai presiden sampai 2014. Kudeta ini, menurut pambazuka.org, merupakan rancangan dari kolonial Prancis dan CIA Amerika Serikat.
Pramodana