Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Inilah demonstrasi terbesar di negara itu, dilihat dari segi jumlah demonstran. Memang, peristiwa itu tidak melibatkan kekerasan, tapi demonstrasi dengan setengah juta massa itu menimbulkan tanda tanya. Marokosalah satu negara magribi di Afrika Utaraadalah negara yang "aman dan damai". Sejak merdeka dari penjajah Prancis pada 1956, Maroko relatif bebas dari kekerasan politik, apalagi kudeta militer. Tetapi tak berarti Maroko bebas dari pergolakan. Beberapa drama politik terjadi, seperti pergolakan pada masa awal kemerdekaan hingga naiknya Raja Hassan II (1961), dua kali diterapkannya undang-undang darurat (1965 dan 1970), protes-protes buruh sebagai imbas dari krisis ekonomi Teluk Persia (1991), dan tuntutan reformasi politik oleh sebuah kelompok Islam pada 1992.
Tapi, semua goyangan itu tidak mempengaruhi ketegaran monarki, tempat raja memiliki kekuasaan absolut: sebagai kepala negara dan pemerintahan, lembaga yang membuat undang-undang, dan berhak memerintah berdasarkan dekrit. Dan, toh, semua gejolak politik itu tidak "ganas" dalam hal pelanggaran hak asasi manusia. Buktinya, Human Rights Watch dan Amnesty International tidak memberikan rapor merah untuk Maroko.
Kini, 500 ribu demonstran itu menuntut persamaan hak antara lelaki dan perempuan seperti pendidikan yang layak, pembagian harta yang adil bila bercerai, dan kepemilikan perwakilan di kancah politik nasional. Demonstrasi dengan tema ini juga berlangsung di Casablanca, kota terbesar kedua setelah Rabat.
Apa yang sedang terjadi di Maroko sesungguhnya? Menurut harian Arabic News, aksi massa tersebut diorganisasi oleh sebuah partai politik dalam koalisi pemerintahan. Aksi tersebut untuk mengingatkan pemerintah, yang pada Maret 1999 menerapkan program peningkatan peran perempuan dalam pembangunan, tapi belum tampak geliat majunya. Bersamaan dengan Hari Perempuan Sedunia, 8 Maret silam, aksi massa tersebut diharapkan mampu menarik perhatian Raja Mohammed VIputra mendiang King Hassan II, yang naik takhta sejak Juli 1999pada program tersebut.
Nasib mayoritas perempuan Maroko memang memprihatinkan. Hukum yang digunakan sebagai justifikasi membuat perempuan Maroko menjadi sasaran kekerasan seksual, psikologis, bahkan "kekerasan legal". Persoalan pertikaian yang sering muncul adalah pembagian harta yang tidak adil dalam kasus perceraian, dan kekerasan terhadap perempuan. Sebuah lembaga swadaya masyarakat perempuan mencatat bahwa ada sekitar 28 ribu kasus penganiayaan atas perempuan pada 1994-1998, dan lebih dari sepertiga kasus hukum di pengadilan Rabat didominasi kasus pemerkosaan. "Padahal, kasus-kasus yang tercatat itu biasanya berjumlah lebih kecil," kata seorang aktivis perempuan.
Akibatnya, setelah lebih dari 40 tahun merdekamenurut data United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF)67 persen perempuan Maroko masih buta huruf, 90 persen perempuan di pedesaan tak mampu baca dan tulis, serta setiap enam jam seorang perempuan meninggal saat melahirkan. Tentu saja Maroko memiliki perempuan yang terdidik, tapi jumlahnya kecil dan belum mampu mengubah kebijakan politik yang berpihak pada nasib perempuan. Apalagi, persentase perempuan dalam parlemen hanya mencapai 0,33 persen.
Nasib perempuan Maroko adalah cermin luka masyarakat perempuan di beberapa negara di Timur Tengah. Bahkan, di beberapa negara tersebut masih ada yang mempraktekkan tindakan ekstrem bernama "honored killing", yaitu "hak" yang dimiliki saudara dan tetua laki-laki untuk membunuh saudara perempuan yang diduga berzina, demi nama baik keluarga. Perlakuan seperti itu tidak terlalu terungkap ke permukaan karena perempuan dianggap sebagai warga kelas dua.
Untunglah, Raja Mohammed VI tampak berupaya memperbaiki hak perempuan Maroko. Pekan ini, parlemen Maroko mulai membicarakan hukum yang melarang laki-laki beristri lebih dari satu. Mudah-mudahan aksi massa di Rabat dan Casablanca bisa memecah kebisuan perempuan yang tertindas.
Bina Bektiati (dari berbagai sumber)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo