Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Menhan AS Kunjungi Irak, Janji Pertahankan Kehadiran Pasukannya

Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin membuat kunjungan tak resmi ke Irak hampir 20 tahun setelah invasi yang dipimpin AS menggulingkan Saddam Hussein.

7 Maret 2023 | 22.49 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin disambut di sebelah pesawat oleh Mayor Jenderal Matthew McFarlane, selama perjalanan mendadaknya ke Baghdad, Irak, 7 Maret 2023. REUTERS/Idrees Ali

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin membuat kunjungan tak resmi ke Irak, Selasa, 7 Maret 2023, hampir 20 tahun setelah invasi yang dipimpin AS menggulingkan Saddam Hussein, kata Washington yang berkomitmen untuk mempertahankan kehadiran militernya di negeri itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Invasi 2003 menyebabkan kematian puluhan ribu warga sipil Irak dan menciptakan ketidakstabilan yang akhirnya memberi jalan untuk kebangkitan militan IS setelah AS menarik pasukannya pada 2011.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Austin, pejabat paling senior dalam pemerintahan Presiden Joe Biden yang mengunjungi Irak, adalah panglima terakhir pasukan AS di sana setelah invasi.

“Pasukan AS siap untuk tetap berada di Irak atas undangan pemerintah Irak,” kata Austin kepada wartawan setelah bertemu Perdana Menteri Irak Mohammed al-Sudani.

"Amerika Serikat akan terus memperkuat dan memperluas kemitraan kami untuk mendukung keamanan, kestabilan, dan kedaulatan Irak,” katanya.

Sudani dalam pernyataannya kemudian mengatakan bahwa pendekatan pemerintahannya adalah untuk mempertahankan hubungan berimbang dengan pemerintahan regional dan internasional berdasarkan kepentingan yang sama dan penghormatan terhadap kedaulatan, dan bahwa kestabilan Irak adalah kunci bagi keamanan dan kestabilan kawasan.

Amerika Serikat saat ini memiliki 2.500 pasukan di Irak – dan 900 tambahan di Suriah – untuk membantu melatih dan membantu pasukan lokal dalam memerangi Islamic State, yang pada 2014 merebut wilayah-wilayah kecil di kedua negara.

Islamic State saat ini jauh dari pasukan yang menakutkan seperti dulu, tetapi sel-sel militannya bertahan di bagian-bagian utara Irak dan timur laut Suriah.

Simbol

Kunjungan Austin juga adalah tentang mendukung Sudani untuk menolak pengaruh Iran di negara itu, kata mantan pejabat dan para pakar.

Milisi dukungan Iran di irak sesekali menargetkan pasukan AS dan kedutaannya di Baghdad dengan roket-roket. Amerika Serikat dan Iran hampir saja terlibat dalam konflik penuh pada 2020 setelah pasukan AS membunuh komandan Garda Revolusi Iran, Jenderal Qassem Soleimani dalam serangan drone.

“Saya rasa para pemimpin Irak memiliki kepentingan yang sama dengan kami agar Irak tidak menjadi taman bermain untuk konflik antara Amerika Serikat dan Iran,” kata pejabat senior pertahanan AS yang tak mau disebut namanya.

Pemerintahan mantan Presiden George W. Bush yakin bahwa pemerintahan pemimpin Irak Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal untuk membenarkan keputusan menginvasi Irak. AS dan pasukan sekutu akhirnya menyimpulkan bahwa senjata-senjata itu tidak ada.

Antara 185.000 dan 208.000 sipil Irak tewas dalam perang itu, menurut Costs of War Project oleh Watson Institute for International Studies di Brown University.

Austin, mantan komandan pasukan AS di Timur Tengah, pada 2011 mengatakan bahwa Amerika Serikat telah mencapai tujuan-tujuan militernya di Irak. Tetapi di bawah mantan Presiden Barack Obama, Amerika Serikat mengirim ribuan pasukan kembali ke Irak dan Suriah tiga tahun kemudian untuk mendukung perang melawan Islamic State.

REUTERS

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus