Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Thailand Parnpree Bahiddha-Nukara mengunjungi kota perbatasan dekat Myanmar pada Jumat 12 April 2024. Ini terjadi setelah bentrokan berhari-hari yang menyebabkan pasukan pemerintah junta Myanmar diusir dan dipukul mundur oleh kelompok bersenjata etnis minoritas yang membuat ratusan warga mengungsi.
Seperti diketahui, pertempuran antara militer Myanmar dan kelompok bersenjata etnis minoritas dipicu oleh kudeta militer pada 2021. Konflik ini menyebabkan orang-orang melarikan diri melintasi perbatasan kedua negara sepanjang 2.400 kilometer.
Menanggapi konflik militer Myanmar dan kelompok bersenjata etnis minoritas tersebut. Lantas, bagaimana sejarah kudeta junta Militer di Myanmar?
Sejarah Kudeta Junta Militer Di Myanmar
Dikutip dari publikasi Analisis Kudeta Militer Myanmar Terhadap Pemerintahan Sipil Ditinjau Dari Perspektif Hukum Pidana Internasional, junta militer yang melakukan kudeta mengulang sejarah masa lalu Myanmar. Negara yang dulunya dikenal sebagai Burma itu telah lama dianggap sebagai negara paria ketika berada di bawah kekuasaan junta militer yang menindas.
Sejak merdeka dari Inggris pada 1948, Myanmar telah mengalami beberapa kali pemberontakan. Kudeta pertama kali di Myanmar terjadi pada 2 Maret 1962. Kala itu, Tatmadaw, sebutan untuk angkatan bersenjata Myanmar di bawah Jenderal Ne Win menggulingkan pemerintahan sipil, kemudian memasang rezim otoriter.
Selanjutnya, pada Agustus 1988, Myanmar kembali diguncang oleh protes massal yang menyebabkan penggulingan Jenderal Ne Win dan posisinya kembali digantikan oleh junta militer yang baru. Aksi ini merespons ketimpangan ekonomi yang terjadi pada kekuasaan militer dan menuntut adanya reformasi menuju demokrasi.
Aksi pada 1988 itu dikenal sebagai Perlawanan 8888 dan tercatat sebagai salah satu aksi dengan tingkat kekerasan paling brutal oleh aparat keamanan. Sekitar 5000 orang dilaporkan tewas akibat kekerasan yang dilakukan oleh militer.
Di tahun yang sama, Aung San Suu Kyi mendirikan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) guna menyelenggarakan pemilihan umum yang demokratis. Pada 1990 Myanmar menyelenggarakan pemilihan umum yang dimenangkan oleh NLD. Akan tetapi Junta militer menolak hasil pemilu dan menerapkan tahanan rumah kepada Suu Kyi hingga 2010. Junta militer terus memerintah negara di Dewan Hukum Negara dan Restorasi Ketertiban.
Untuk mempertahankan kendali militer atas pemerintahan, Tatmadaw menyusun konstitusi baru yang menetapkan 25 persen kursi parlemen nasional dan lokal diisi oleh pejabat militer. Berdasarkan konstitusi itu, pemilihan umum kembali diselenggarakan pada 2011 dan dimenangkan Partai Persatuan Solidaritas dan Pembangunan (USDP).
Selama masa pemerintahan USDP pada 2011-2016, Jenderal Min Aung Hlaing mempunyai pengaruh besar dalam politik. Pemilihan umum selanjutnya pada 2015 membuahkan hasil kemenangan bagi NLD. Namun, hasil pemilu tidak bisa menempatkan Suu Kyi sebagai presiden karena terhalang konstitusi yang disusun oleh pihak militer.
Saat Htin Kyaw menjabat sebagai presiden, Suu Kyi ditempatkan sebagai kepala pemerintahan. Pada periode tersebut hubungan antara militer dengan pemerintahan Suu Kyi terjalin lumayan baik. Tetapi Jenderal Min Aung Hlaing terus memastikan kekuasaan militer dengan menghalangi setiap upaya NLD merevisi konstitusi dan membatasi kekuatan militer.
Pada Februari 2021, Jenderal Senior Min Aung Hlaing dan para pemimpin militer lainnya kembali melakukan kudeta. Langkah tersebut dilakukan setelah partai proksi militer, Partai Persatuan Solidaritas dan Pembangunan (USDP), mengalami pukulan telak pada pemilu 2020. Pada pemilu itu, partai yang dipimpin Aung San Suu Kyi tersebut meraup 396 dari total 476 kursi parlemen untuk majelis rendah sekaligus atas.
Junta Myanmar secara resmi menahan dan mendakwa pemimpin sipil de facto Aung San Suu Kyi dengan tuduhan korupsi dan kejahatan lainnya. Mereka menggulingkan pemerintah yang dipilih secara demokratis dengan menangkap Kanselir Aung San Suu Kyi, Presiden Myanmar Win Myint, dan beberapa tokoh senior Partai NLD. Militer Myanmar kemudian mengumumkan akan memerintah setidaknya selama satu tahun setelah menahan para pemimpin tertinggi negara itu.
Mereka mengklaim bahwa langkah tersebut dilakukan karena "kecurangan" dalam pemilihan umum 8 November, yang mengakibatkan dominasi NLD di parlemen. Militer juga mengumumkan bahwa Panglima Angkatan Bersenjata Min Aung Hlaing telah dilantik sebagai presiden. Setelahnya, 11 anggota pemerintahan baru setingkat menteri diangkat setelah kudeta terjadi.
Di sisi lain, kudeta militer dan penahanan Suu Kyi menuai kemarahan di seluruh negeri. Puluhan ribu demonstran, mayoritas anak muda, melakukan empat unjuk rasa terpisah melawan kudeta militer di Myanmar, di tengah keamanan ketat dan pemblokiran jalan di Yangon, kota terbesar di negara itu.
Sementara itu, Militer Myanmar secara aktif membantai atau menangkapi para warga yang melawan rezim mereka. Menurut data dari Asosiasi Bantuan Hukum untuk Tahanan Politik per 2021, total sudah ada 510 korban jiwa dan 3000 lebih tahanan selama kudeta Myanmar berlangsung sejak 1 Februari lalu.
Pekan 28 Maret 2021, Militer Myanmar memperluas aksinya. Mereka mulai menyasar daerah-daerah pedesaan dan perbatasan di mana berbagai kelompok etnis tinggal di sana. Salah satunya adalah desa di negara bagian Karen yang 3000 penduduknya terpaksa mengungsi ke Thailand untuk menghindari serangan jet tempur Militer Myanmar.
Dikutip dari Ipdefenseforum.com, awalnya kudeta Junta Myanmar dihadapi dengan unjuk rasa damai dan pembangkangan sipil yang meluas. Namun, tindakan represif tanpa henti dari junta militer mengubah unjuk rasa tanpa kekerasan menjadi perlawanan bersenjata. Masyarakat sipil yang menolak junta militer melakukan perlawanan dengan membentuk Tentara Perlawanan Rakyat atau PDF.
Saat ini, kekuatan junta militer terus kalah di medan tempur melawan kekuatan koalisi perlawanan. Cengkeraman militer semakin melemah di Sagaing dan Magway, dua kawasan yang sebagian besar administratornya dari junta militer. Junta militer juga kehilangan kawasan perbatasan dari ERO setempat. Pada pertengahan April 2023, junta militer hanya mengendalikan kurang dari separuh negara Myanmar atau sekira 72 dari 330 kota praja.
KHUMAR MAHENDRA | ISTMAN MUSAHARUN PRAMADIBA
Pilihan editor: 5 WNI Terjerat Online Scam di Myanmar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini