Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Meniti Jejak Abraham Lincoln

Barack Obama mengulang rute Abraham Lincoln ketika menuju Washington. Bukan sekadar simbol, melainkan teladan Obama dalam memerintah.

26 Januari 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kereta api kuno Amtrak bernomor 44 itu, ”Obama Express”, berjalan pelan meninggalkan stasiun Philadelphia. Pada Sabtu pagi, 17 Januari lalu, kereta biru itu membelah udara di bawah nol derajat Celsius pantai timur Amerika Serikat, menempuh perjalanan 220 kilometer menuju Washington. Namun, di sepanjang jalan, kereta ini menebar kehangatan. ”Saya rela berdiri di Antartika untuk menyaksikan ini,” kata Zoi Council, bocah 10 tahun, seperti dikutip The Guardian.

Maklum, penumpangnya bukan orang biasa. Di atas kereta api jenis Georgia 300 yang berusia 80 tahun itu duduk Barack Obama—ketika itu masih presiden terpilih—beserta istri dan dua putri kecil mereka. Juga bergabung Joe Biden—kini wakil presiden—dan istri, sejumlah pejabat, serta 16 keluarga pilihan dari 15 negara bagian. Dengan kereta itulah Obama berangkat menuju Capitol Hill, Washington, tempat pe­lantikannya sebagai Presiden Amerika Serikat ke-44, Selasa pekan lalu.

Obama ingin mengulang rute Abraham Lincoln ketika akan dilantik pada 1861. Ketika itu, Lincoln menempuh perjalanan 11 hari berkereta api dari Philadelphia, Pennsylvania, menuju Washington. Dan itu merupakan ke­inginan lamanya—termasuk disum­pah dengan Injil, yang juga digunakan Presiden Amerika ke-16 itu. ”Saya bermimpi mewujudkan acara pelantikan yang bisa menjadi milik seluruh rakyat Amerika,” kata Obama. ”Philadelphia menjadi titik berangkat kami karena di sanalah sejarah Amerika ditorehkan.”

Sejumlah kota disinggahi kereta istimewa itu. Menjelang siang, Wilmington di Negara Bagian Delaware menjadi kota perhentian pertama. Di kota inilah Biden tinggal. Di stasiun kereta, sudah menunggu ribuan orang yang menyemut sejak pukul empat pagi. Padahal suhu di sana minus 7 derajat Celsius. Di kota itu, Obama secara resmi minta restu kepada warga sekampung halaman Biden agar mereka mengizin­kan si putra daerah Wilmington me­nemaninya memerintah Amerika. ”De­laware, izinkan saya sekali ini mengajak Joe Biden naik kereta,” katanya berpamitan.

Kota pelabuhan Baltimore menjadi persinggahan berikutnya. Ini kota bersejarah dalam perjuangan kemerdekaan Amerika. Di kota inilah terjadi Pertempuran Baltimore pada 1812. Ketika itu, tentara Amerika berhasil mendesak pasukan angkatan laut Inggris keluar dari Baltimore. Pertempuran ini kemudian menjadi inspirasi Francis Scott Key saat menciptakan puisi The Star-Spangled Banner, yang kemudian menjadi lirik lagu kebangsaan Amerika.

Di kota ini, Obama menyampaikan pidato di lapangan Balai Kota, seraya mengajak warga Baltimore mendukung pemerintahnya. ”Anda telah memilih saya dan saya sangat menghargai semua itu,” katanya. ”Saya memohon, kini, jangan tinggalkan saya.” Tepuk tangan meriah menyambut akhir pidato Obama.

Menjelang pukul lima sore, kereta api memasuki Stasiun Kereta Union, Washington. Suasananya riuh sekali. Orang berdesakan ingin melihat presiden baru mereka turun dari kereta. Begitu juga di hari inaugurasi: dua juta lebih orang memadati National Mall yang menghampar di depan Capitol Hill. Amerika dengan meriah, antusias, dan penuh harapan menyambut Obama.

Perjalanan itu memang penuh simbol—Obama juga menjadi sosok yang mewakili berbagai simbol demokrasi. Di masa itu, Lincoln menuju Gedung Putih disambut masalah berat: krisis akibat perbudakan yang memicu perang saudara antara belahan utara dan selatan. Sejarah mencatat Lincoln sebagai bapak pembebas perbudakan setelah dia mengeluarkan Proklamasi Pembebasan yang menghapus perbu­dakan sejak 1 Januari 1863.

Obama juga datang ke Gedung Putih diselimuti krisis ekonomi dan ketidakpopuleran Amerika di dunia internasional akibat perang di Afganistan dan Irak. Sejarah baru akan mulai mencatat jejak langkahnya.

Angela Dewi (AP, AFP, CNN)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus