Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sergio telah bekerja sejak usia delapan tahun. Dia menghabiskan hampir separuh hidupnya sebagai pembuat batu bata di sebuah pabrik tradisional di Alpacoma, daerah miskin di pinggiran La Paz, ibu kota Bolivia. "Saya bekerja untuk membantu orang tua dan buat membeli kebutuhan saya sendiri," kata remaja 15 tahun itu, seperti dilansir New Delhi Television Limited. Di negara dengan upah minimum untuk pekerja dewasa sekitar US$ 207 per bulan itu, Sergio dapat membawa pulang US$ 57 per minggu.
Bukan hanya Sergio yang sudah bekerja sejak usia dini. Ratusan ribu anak lain di Bolivia, negara paling tertinggal dan termiskin di Amerika Latin, menjalani hidup dengan cara yang sama.
Untuk mengatasi masalah itu, pada Rabu dua pekan lalu parlemen Bolivia mengesahkan undang-undang baru yang memperbolehkan anak usia 10 tahun bekerja. Peraturan baru ini mengubah undang-undang yang berlaku sejak 1999, yang menetapkan batas usia minimum pekerja anak adalah 14 tahun, sesuai dengan konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang batas usia anak bekerja.
Anggota parlemen Bolivia, Adolfo Mendoza, menyebutkan beberapa kriteria khusus yang harus dipenuhi menurut aturan itu. Ketentuan utamanya anak-anak usia 10 tahun harus bekerja untuk dirinya sendiri, sedangkan anak-anak yang bekerja buat orang lain ditetapkan batas usia 12 tahun. Syarat lain, anak-anak harus bekerja atas keputusan dan keinginan sendiri tanpa paksaan pihak lain.
"Untuk dapat bekerja, anak-anak juga harus mendapat izin dari wali atau orang tua dan ombudsman publik. Setelah itu diajukan ke Kementerian Tenaga Kerja untuk disetujui," kata Mendoza, seperti dilansir International Business Times, Jumat dua pekan lalu. Ketentuan lain mensyaratkan pemberi kerja menjamin keselamatan anak-anak di tempat kerja dan memastikan tak ada eksploitasi.
Javier Zavaleta, politikus yang mendukung undang-undang baru, mengatakan, dengan mengurangi batas legal usia pekerja anak, pemerintah berharap bisa menghapus kemiskinan ekstrem pada 2025. "Kemiskinan ekstrem adalah salah satu penyebab, meski bukan faktor utama, dari masalah pekerja anak," katanya.
Menurut Menteri Ekonomi dan Keuangan Luis Arce Catacora, kemiskinan ekstrem memang tengah melanda negara itu. Ia mengatakan pendapatan masyarakat kurang dari US$ 1,25 per hari dan tanpa jaminan perlindungan apa pun. Angka kemiskinan mutakhir tercatat 38,2 persen. Ini setengah dari angka pada 2005.
Kebanyakan anak di Bolivia bekerja independen atau untuk keluarganya bukan di perusahaan yang besar. Kementerian Pekerjaan Umum Bolivia menyebutkan hampir 30 ribu anak-anak yang bekerja terpaksa putus sekolah. Anak-anak biasa bekerja sebagai penyemir sepatu, bekerja di pertambangan kecil bawah tanah, serta menjadi kondektur bus, pemotong tebu, penggembala domba, hingga penjual alkohol dan rokok.
Laporan dari Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada 2012 menyebutkan jumlah anak-anak di Bolivia yang bekerja mencapai 2,3 juta dari total penduduk 10,67 juta jiwa. Dari jumlah itu, ada 648.600 anak yang bekerja pada rentang usia lima hingga 12 tahun. Menurut Indeks Mundi, Bolivia adalah salah satu negara termiskin di Amerika Latin.
Meski banyak anak mengaku bekerja membantu keluarganya agar tetap bertahan hidup, lembaga Human Rights Watch menolak pemberlakuan undang-undang baru itu. Direktur Advokasi Hak Asasi Anak Human Rights Watch Jo Becker mengatakan kebijakan itu kontraproduktif. "Membolehkan anak usia 10 tahun bekerja bukanlah sebuah solusi untuk mengatasi kemiskinan. Pekerja anak justru akan melanggengkan siklus kemiskinan itu sendiri," kata Becker.
Ulises Carguani, 17 tahun, juga tak sependapat dengan aturan itu. Dia mengaku sudah diajak ibunya bekerja sejak kecil. Kini dia bekerja di sebuah kafe Internet di kota El Alto. "Tak ada anak yang ingin bekerja. Mereka hanya ingin bermain dan bercanda bersama kawan-kawan," kata Carguani, ketua organisasi kecil bernama Hands United for Change.
Presiden Bolivia Evo Morales mengekspresikan rasa simpatinya terhadap perubahan peraturan itu. "Berdasarkan pengalaman saya, anak dan remaja yang bekerja tidak harus dihapuskan, tapi harus dijamin tidak dipaksa atau dieksploitasi dalam pekerjaannya. Beberapa dari mereka bekerja karena suatu kebutuhan," katanya kepada harian Cambio.
Rosalina (International Business Times, CS Monitor, Voice of Russia, Telegraph)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo