Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Para Menteri Luar Negeri dari negara – negara Arab pada Sabtu, 1 Februari 2025, kompak menolak pemindahan atau relokasi terhadap warga Palestina dari Tanah Air mereka dalam kondisi apapun atau alasan pembenaran apapun. Kata sepakat ini untuk melawan seruan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menyerukan agar Mesir dan Yordania mau menampung lebih banyak warga Palestina di Gaza.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam sebuah pernyataan bersama setelah rapat gabungan di Ibu Kota Kairo, para menteri luar negeri dari Mesir, Yordania, Arab Saudi, Qatar, Otoritas Palestina dan Liga Arab kompak menyatakan menantikan upaya bersama dengan Pemerintahan Trump untuk mewujudkan sebuah perdamaian yang komprehensif di Timur Tengah berdasarkan solusi dua negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Trump menyarankan agar Yordania dan Mesir menerima lebih banyak pengungsi Palestina dari Gaza. Masukan itu disampaikan setelah serangan militer di Gaza menyebabkan krisis kemanusiaan dan menewaskan ribuan warga Gaza.
“Bisa jadi,” kata Trump, saat ditanya apakah pengiriman warga Gaza ke Mesir dan Yordania untuk permanen.
Pada tahun lalu Washington padahal menentang pemindahan secara paksa warga Palestina. Kelompok-kelompok HAM dan badan kemanusiaan selama berbulan-bulan mengutarakan kekhawatiran terhadap situasi di Gaza, di mana hampir seluruh populasi Gaza kehilangan tempat tinggal hingga mengarah pada krisis kelaparan.
Washington dihujani kritik karena mendukung Israel dan membantu Negeri Bintang Daud itu bertahan dari kelompok-kelompok seperti Hamas di Gaza, Hizbullah di Lebanon dan Houthi di Yaman.
Menurut laporan Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (UN OCHA) pada 12 Desember 2023, ada puluhan ribu pengungsi Palestina di Rafah yang menghadapi kondisi memprihatinkan, baik itu di dalam maupun di luar tempat penampungan. Mereka kekurangan makanan, air, tempat tinggal, kesehatan, dan perlindungan,
Tanpa adanya toilet yang memadai, kebiasaan buang air besar di tempat terbuka semakin marak, sehingga meningkatkan kekhawatiran akan penyebaran penyakit lebih lanjut, terutama saat hujan dan banjir.
“Kemana kami akan bermigrasi? Martabat kami hilang. Dimana perempuan bisa buang air kecil? Tidak ada kamar mandi,” kata Bilal al-Qassas, pengungsi Palestina. Pria berusia 41 tahun itu mengatakan merindukan kematian sehingga hilang sudah nafsu ingin makan atau minum.
Israel membantah mempunyai rencana untuk mendorong warga Palestina ke Sinai, sementara Mesir mengatakan mereka tidak menginginkan kedatangan massal orang-orang dari Gaza.
Sumber: Reuters
Pilihan editor:Tabrakan Pesawat dan Helikopter Black Hawk: Sedikitnya 19 Tewas, Termasuk Atlet AS dan Rusia
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini