Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pengungsi Taliban, Khalil Rahman Haqqani tewas dalam sebuah ledakan di Kabul, ibu kota Afghanistan pada Rabu, 11 Desember 2024. Ia tewas bersama enam orang lainnya. Juru bicara Taliban menyatakan yang dilansir oleh Reuters, bahwa Khalil Haqqani telah dibunuh oleh kelompok militan ISIS. Belum ada klaim resmi dari organisasi teror tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Khalil Haqqani menjadi menteri dalam pemerintahan sementara Taliban setelah pasukan asing menarik diri dari Afghanistan pada 2021. Ia adalah pemimpin senior jaringan Haqqani, sebuah faksi militan yang dituduh oleh AS atas serangan besar selama perang 20 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami kehilangan seorang Mujahid yang sangat pemberani," kata keponakannya Anas Haqqani. Ia menggunakan istilah Taliban untuk para pejuangnya, yang berarti pejuang suci. "Kami tidak akan pernah melupakannya dan pengorbanannya."
Ia mengatakan ledakan terjadi saat Khalil Haqqani meninggalkan masjid setelah salat Ashar. Ishaq Dar, menteri luar negeri negara tetangga Pakistan, mengaku terkejut oleh serangan tersebut. "Pakistan dengan tegas mengutuk terorisme dalam segala bentuk dan manifestasinya," katanya.
Ledakan juga pernah terjadi pada 2022 di dekat Kementerian Dalam Negeri yang dipimpin oleh tokoh jaringan Haqqani, Sirajuddin Haqqani. Ledakan itu menewaskan empat orang. Pada 2023, ISIS mengklaim sebuah serangan di luar Kementerian Luar Negeri yang dikelola Taliban dan menewaskan sedikitnya lima orang.
Amerika Serikat mengklasifikasikan Khalil Haqqani, sebagai teroris global pada 2011. AS pernah menawarkan hadiah US$ 5 juta untuk informasi yang mengarah pada penangkapannya.
Dikutip dari CNN, ketegangan antara jaringan Haqqani dan Taliban lainnya sebagian besar disebabkan oleh perbedaan dalam strategi pemerintahan, menurut lembaga pemikir Chatham House yang berbasis di Inggris. Para menteri di Kabul tampak bersemangat untuk terlibat dengan komunitas internasional, namun sebaliknya para pemimpin Taliban di Kandahar, kota kedua Afghanistan, enggan berhubungan dengan pihak luar.
Sirajuddin Haqqani bahkan menghubungi Barat untuk meminta pelatihan pasukan perbatasan. Sebaliknya para pemimpin di Kandahar khawatir bahwa kerja sama dengan negara-negara Barat akan membuat marah para pendukung mereka.