Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sorotan Program Pangan Dunia PBB tentang Makan Bergizi Gratis Prabowo

Wakil Direktur Eksekutif Program Pangan Dunia PBB Carl Skau memberi catatan atas program makan bergizi gratis Presiden Prabowo.

6 Desember 2024 | 19.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Carl Skau di Hotel Harris, Sentul, 8 November 2024. Tempo/Martin Yogi Pardamean

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pejabat Program Pangan Dunia PBB terkesan akan proyek percontohan makan bergizi gratis Presiden Prabowo.

  • Wakil Direktur Eksekutif WFP Carl Skau mengimbau uji coba juga dilakukan di daerah terpencil.

  • Pengadaan logistiknya akan menjadi tantangan jika pasar belum siap.

WAKIL Direktur Eksekutif dan Kepala Kantor Operasional Program Pangan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (WFP), Carl Skau, antusias menyaksikan siswa Sekolah Menengah Pertama 2 di Babakan Madang, Kabupaten Bogor, makan siang pada Jumat, 8 November 2024. Dia juga menengok dapur umum di Kampung Gunung Batu, Desa Bojong Koneng, Babakan Madang. Dua tempat itu merupakan lokasi proyek percontohan program makan bergizi gratis yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Skau mendukung program semacam ini. “Jika dijalankan dengan benar, konsep itu punya berbagai efek samping yang positif,” katanya seraya menyebutkan soal pertumbuhan ekonomi lokal dan pemberdayaan perempuan. Dalam wawancara selama sekitar setengah jam dengan wartawan Tempo, Iwan Kurniawan, di Hotel Harris, Sentul, Bogor, seusai kunjungan tersebut, Skau menggambarkan berbagai tantangan dari program ini. Dia juga memaparkan kondisi buruk di Gaza di tengah perang Hamas-Israel.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bagaimana Anda melihat proyek percontohan program makan bergizi ini?

Apa yang saya lihat di dapur sangat mengesankan. Mereka memproduksi sekitar 3.000 makanan setiap hari di tempat yang cukup kecil. Itu menunjukkan efisiensi. Saya juga terkesan saat datang ke sekolah dan melihat kepala sekolah serta cara mereka mengaturnya. Ini baru dimulai pada Agustus 2024 dan sudah berjalan dengan sangat baik. Mereka juga menunjukkan beberapa tantangan, seperti anak-anak yang tidak suka susu dan hal-hal semacamnya. Tapi saya pikir itu juga penting dan itulah sebabnya mereka membuat percontohan untuk menguji berbagai hal dan, sebelum diluncurkan, dapat belajar dari beberapa tantangan atau kesalahan yang dibuat.

Apa tantangan dari program semacam ini?

Ini adalah usaha yang sangat besar, yang mencakup 80 juta anak. Salah satu yang harus kita lihat adalah bagaimana menjangkau mereka yang paling sulit dijangkau, yang paling rentan. Melakukan ini di Jakarta adalah satu hal. Melakukan ini di pulau-pulau terpencil adalah hal lain. Itu harus ditangani sejak awal sehingga tidak dilihat sebagai sesuatu yang hanya melayani mereka yang dekat dengan Ibu Kota. Hal lain adalah memastikan bahwa ada unsur-unsur keberlanjutan secara lingkungan. Jadi, di satu sisi terjangkau, tapi juga menambah ekonomi lokal dan merupakan sesuatu yang berkelanjutan yang mendukung mitigasi perubahan iklim.

Apa manfaat terbesarnya?

Kami telah bekerja di seluruh dunia untuk program makanan di sekolah selama 60 tahun. Lima tahun terakhir, ini telah berubah menjadi momentum baru di negara seperti Brasil, India, dan sekarang Indonesia, dan ini berdampak besar. Tidak hanya pada gizi anak, tapi juga pada hasil pendidikan serta mempromosikan pertanian lokal dan ekonomi lokal.

Jika dilakukan dengan benar, makanannya diperoleh dari petani lokal, misalnya, hal itu akan menambah ekonomi lokal. Jika para perempuan dipekerjakan di dapur, hal itu memiliki manfaat lebih lanjut pada lapangan kerja dan ekonomi masyarakat. Jadi, jika dijalankan dengan benar, konsep itu punya berbagai efek samping yang positif.

Apakah program ini harus berlaku universal bagi semua anak atau bisa kelompok tertentu dulu?

Hal yang baik adalah menerapkan universalitas. Karena itu, ia memerlukan anggaran dan kemudian akan memicu berbagai pertanyaan dan perdebatan. Yang penting, tentu saja, saat program ini sekarang diluncurkan, tidak tiba-tiba ada 80 juta anak besok. Seiring dengan berjalannya program ini, perhatian juga diberikan kepada daerah-daerah yang lebih rentan. Tidak hanya di Ibu Kota atau daerah-daerah yang mudah untuk dilaksanakan, tapi juga beberapa daerah yang lebih terpencil dan sulit.

Carl Skau saat meninjau program percontohan makan bergizi gratis di SMA 2 Babakan Madang, Kabupaten Bogor, 8 November 2024/Tempo/Martin Yogi Pardamean

Tapi penduduk Indonesia sangat besar....

Skalanya adalah satu hal. Delapan puluh juta anak adalah jumlah yang banyak. Namun Indonesia juga memiliki perangkat negara yang mengesankan, jadi kami yakin mereka akan mampu bergerak maju. Saya rasa logistik adalah sesuatu yang kami perhatikan. Pengadaan di tingkat lokal, yang merupakan tujuannya, akan menjadi tantangan jika pasar belum siap. Konsepnya brilian dan patut dipuji, tapi skala dan kerangka waktunya akan menjadi tantangan.

Negara mana yang sukses menjalankannya?

Saya berasal dari Swedia dan kami memiliki program makan sekolah universal sejak 1950-an. Dan itu terus terang merupakan hal mendasar bagi pembangunan. Itu adalah salah satu unsur kunci bagi kesetaraan bahwa setiap anak tumbuh dengan gizi yang sama. Tapi itu bukan perbandingan yang tepat karena jumlah penduduk kami 10 juta orang, sangat kecil dibandingkan dengan Indonesia. Jadi belajar dari negara seperti India dan Brasil mungkin cukup menarik. Tapi saya yakin akan ada hal-hal yang dapat dipelajari oleh India dan Brasil dari pengalaman Indonesia.

Mengenai Gaza, bagaimana kondisinya sekarang?

Saya telah ke sana beberapa kali. Kami punya UNRWA, badan terbesar PBB kedua di lapangan. Kami punya kapasitas untuk memberikan bantuan kepada lebih dari 1 juta orang setiap bulan dan kami melakukan apa yang kami bisa setiap hari untuk menjangkau sebanyak mungkin orang yang membutuhkan. Pada bulan Juni-Juli, kami berhasil menstabilkan akses ke komoditas pangan pokok. Namun, dalam enam pekan terakhir, keadaan kembali menjadi sangat sulit. Wilayah utara terputus sama sekali selama hampir sebulan dan ada 300-400 ribu orang di sana. Kami baru saja dapat kembali ke wilayah utara minggu lalu dan situasi di sana sekarang sangat buruk. Kami menghadapi masalah besar dengan penjarahan serta pelanggaran hukum dan ketertiban.

Di wilayah selatan, kami juga menghadapi tantangan besar. Jika dibandingkan dengan Agustus, pada Oktober kami hanya dapat mengirim makanan sekitar sepertiganya. Masalah utamanya adalah bahwa satu-satunya titik masuk yang terbuka bagi kami adalah Kerem Shalom. Tapi, jika melewatinya, kami akan dijarah. Kami mendesak Israel agar kami dapat menggunakan titik masuk lain sehingga kami dapat mengambil rute yang lebih aman.


Carl Skau

Kewarganegaraan:

Swedia

Pendidikan:

  • S-1 ilmu sosial Lunds Universitet, Swedia
  • S-2 ilmu politik Lunds Universitet, Swedia

Pekerjaan:

  • Pejabat Perlindungan Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR), 2000-2002
  • Pejabat Kebijakan Perdamaian Badan Program Pembangunan PBB (UNDP), 2002-2004
  • Misi Tetap Swedia untuk PBB, 2014-2018
  • Deputi Perwakilan di Komisi Politik dan Keamanan Uni Eropa, 2013-2014
  • Wakil Direktur Eksekutif Program Pangan Dunia, 2023-sekarang


Apa yang dikhawatirkan atas kondisi saat ini?

Kekhawatiran terbesar kami adalah musim dingin. Tahun lalu musim dinginnya berat, tapi orang-orang kebanyakan tetap tinggal di rumah. Mereka kini tinggal di pantai dengan beberapa tenda plastik. Ketika hujan datang, ada limbah di mana-mana. Kami khawatir itu akan menjadi bencana. Kami sudah melihat angka kematian anak meningkat.

Bagaimana jika Israel menghentikan operasi UNRWA di sana?

Kami sangat prihatin tentang hal itu. UNRWA lebih dari sekadar badan PBB di Gaza. UNRWA memiliki 13 ribu staf dan mengelola sebagian besar tempat penampungan, menyediakan perawatan kesehatan dasar, menyediakan pendidikan, yang kini masih ada. Kami dapat menyediakan sebagian makanan, tapi orang-orang membutuhkan lebih dari itu untuk bertahan hidup. Kami memperhatikan undang-undang yang disahkan oleh Knesset (parlemen Israel). Kami berharap undang-undang ini tidak akan dilaksanakan sehingga UNRWA dapat melanjutkan kerjanya menyelamatkan nyawa warga Gaza.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Artikel ini terbit di edisi cetak di bawah judul "Makan Bergizi Gratis Harus Menjangkau Daerah Tersulit".

Iwan Kurniawan

Iwan Kurniawan

Kini meliput isu internasional. Sebelumnya menulis berbagai topik, termasuk politik, sains, dan seni. Pengasuh rubrik Pendapat dan kurator sastra di Koran Tempo serta co-founder Yayasan Mutimedia Sastra. Menulis buku Semiologi Roland Bhartes (2001), Isu-isu Internasional Dewasa Ini: Dari Perang, Hak Asasi Manusia, hingga Pemanasan Global (2008), dan Empat Menyemai Gambut: Praktik-praktik Revitalisasi Ekonomi di Desa Peduli Gambut (Kemitraan Partnership, 2020). Lulusan Filsafat Universitas Gadjah Mada.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus