MEMBENAHI pemerintahan yang nyaris hancur karena skandal korupsi memang tak mudah. Apalagi yang terlibat adalah orang-orang ternama, seperti bekas perdana menteri, 152 anggota parlemen, serta ratusan pejabat tinggi dan pengusaha terkemuka. Itulah yang terjadi di Italia. Departemen kehakiman negara itu masih melakukan pengusutan terhadap 2.500 warganya yang diduga terlibat dalam kasus penyuapan. Termasuk yang diperiksa adalah Duta Besar Italia untuk Indonesia, Michele Martinez. Namun, ''Itu baru tahap pemeriksaan. Belum putusan final,'' ujar Martinez menjelaskan. Ia diperiksa karena dicurigai menggelapkan uang ketika menjabat wakil kepala badan bantuan kementerian luar negeri Italia, 19851987. Pembenahan yang dilakukan Presiden Italia, Oscar Luigi Scalfaro, adalah mengubah konstitusi dan membubarkan pemerintahan. Tampaknya, itulah satu-satunya cara. Dan referendum itu sudah di langsungkan Ahad lalu. Belum diketahui apa hasilnya. Namun, diperkirakan, mayoritas suara dari 47,5 juta pemilih akan mendukung amandemen atas sembilan pasal konstitusi yang disusun tahun 1947, yang selama ini memberi peluang terjadinya korupsi, terutama tiga pasal penting, yakni pendanaan bagi partai, pemilihan direktur bank, serta sistem pemilihan anggota parlemen dan senat. Dalam pasal tentang pendanaan bagi partai-partai yang baru nanti, disebutkan bahwa partai yang memenangkan lima persen suara boleh menangguk dana dari pihak swasta. Tak ada lagi larangan seperti yang tercantum dalam konstitusi sebelumnya, asalkan jumlahnya ditentukan oleh parlemen, dan partai tersebut harus menyebutkan sumbernya. Legalisasi dana partai ini dimaksudkan untuk memberantas praktek penyuapan yang terjadi selama ini. Minimnya suntikan dana dari pemerintah dan persaingan ketat antarpartai menyebabkan para pejabat tinggi partai berlomba-lomba melakukan pungutan liar. Italia agaknya mencontoh negara lain. Di Jepang, misalnya, organisasi politik boleh menerima bantuan dana dari pihak swasta dengan syarat besarnya dana dilaporkan ke departemen dalam negeri. Demikian pula di Thailand, asalkan dana partai itu tak lebih dari satu juta baht per perusahaan. Akan halnya Malaysia, partai-partainya sendiri memiliki badan usaha yang cukup besar. Praktek kotor di Italia bermula dari kasus penyuapan yang dilakukan Roberto Calvi, direktur Banco Amrosiano, sebuah bank swasta, pada tahun 1981. Untuk menyelamatkan banknya yang terancam bangkrut, Calvi minta bantuan kepada para pemimpin Partai Sosialis yang duduk sebagai direktur di sejumlah bank swasta. Sebagai tanda terima kasih, Calvi memberikan uang jasa sebesar US$ 7 juta kepada Partai Sosialis. Lama-kelamaan, praktek uang pelicin ini ditiru oleh perusahaan dan partai lainnya (TEMPO, 10 April 1993). Untuk menghilangkan praktek kotor itulah pasal yang mengatur penunjukan direktur bank juga diubah. Dalam amandemen baru, direktur utama dan wakil sebuah bank baik pemerintah maupun swasta dipilih oleh anggota direkturnya sendiri, tidak lagi oleh menteri keuangan seperti sekarang. Amandemen yang cukup penting bagi kehidupan politik Italia adalah mengganti sistem pemilihan proporsional. Sistem sebelumnya membuat parlemen Italia diisi banyak partai. Lihat saja, 318 senator dan 630 anggota DPR berasal dari 12 partai besar plus 6 partai gurem. Tak mengherankan bila pemerintahan koalisi Italia senantiasa rapuh karena diguncang partai-partai kecil. Sekarang sistem pemilihan proporsional diubah menjadi sistem distrik. Nantinya, setiap daerah diwakili oleh satu partai yang memenangkan suara terbanyak. Dengan begitu, parlemen hanya diisi oleh partai besar, dan partai gurem tersingkir. Tapi, apakah perubahan amandemen itu menjamin tegaknya pemerintahan Italia yang bersih? Mario Segni, 54 tahun, pencetus referendum yang kini menjadi Ketua Aliansi Demokratik, berkata, ''Kemenangan suara pro-amandemen bukanlah tongkat sihir yang dapat menyelesaikan semua masalah di Italia.'' Namun, ''Setidaknya kami punya sebuah pemerintahan yang kuat. Tak rapuh seperti dulu,'' ujar bekas Wakil Ketua Partai Demokrat Kristen itu, yang berpeluang menjadi PM menggantikan Guiliano Amato mengundurkan diri bulan lalu dalam pemilu September nanti. Tiga partai besar yang kini berperan dalam panggung politik Italia Demokrat Kristen, Sosialis, dan Republikan besar kemungkinan tak lagi populer di mata rakyat, gara-gara kasus korupsi. Hasil pengumpulan pendapat yang beredar di Italia akhir pekan lalu menyebutkan, partai-partai baru seperti Aliansi Demokratik atau Partai Jaringan (dikenal antimafia) semakin populer. Sementara itu, ''penyelesaian politis'' terhadap sejumlah pejabat tinggi dan pengusaha besar Italia yang terlibat kasus penyuapan tengah diupayakan Di Pietro, Ketua Operasi Pembersihan Tangan. Termasuk di antaranya bekas PM Giulio Andreotti, yang tengah disidang. Di Pietro, hakim Milan yang dianggap sebagai pahlawan karena berhasil membongkar kasus penyuapan ini, mengusulkan agar para manipulator itu tak dijebloskan ke penjara, tetapi diminta mengangsur dana yang dimanipulasi bagi pembangunan sejumlah proyek di Italia tentu setelah dipecat dari jabatannya. Tapi banyak yang pesimistis dengan langkah-langkah yang dilakukan Di Pietro maupun Mario Segni. Soalnya, kasus korupsi di Italia, ''Sudah mendarah daging dalam kehidupan politik,'' ujar Roberto Mongini, penulis The Unpunished, buku yang bercerita tentang korupsi di Italia. Didi Prambadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini