Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mengosongkan markas di phnom penh

Setelah membantai orang-orang vietnam dan membunuh petugas pbb, khmer merah meninggalkan kantornya di ibu kota kamboja. perdamaian di kamboja semakin jauh.

24 April 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IRING-IRINGAN sepuluh mobil berkaca gelap itu bergerak dari sebuah rumah mewah di Phnom Penh Selasa subuh pekan lalu. Tujuannya adalah Bandar Udara Pochentong. Ini merupakan perkembangan baru di Kamboja. Soalnya, di dalam iring-iringan mobil tadi tak lain dari para pejabat Khmer Merah di bawah pimpinan Khieu Samphan. Di subuh hari itu mereka sengaja mengosongkan markas mereka di Phnom Penh, lalu berangkat menuju Bangkok. Dari sana mereka melanjutkan perjalanannya dengan mobil ke kubunya di Pailin, Kamboja Barat, tak jauh dari perbatasan Kamboja - Thailand. ''Kami sudah tak aman lagi di sini,'' tulis Khieu Samphan dalam surat yang diserahkan bersama kunci markas mereka kepada Pangeran Norodom Sihanouk, Ketua Dewan Tertinggi Nasional Kamboja. Berbicara lewat radio Khmer Merah, Jumat pekan lalu, Khieu Samphan menyebutkan bahwa kelompoknya selalu diintimidasi sejak berkantor di ibu kota Kamboja, 17 bulan lalu. Aliran air dan listrik di kompleks perumahan Khmer Merah yang berpagar tinggi dan terletak persis di belakang kediaman resmi Pangeran Sihanouk itu kadang-kadang dimatikan. Kemudian hampir setiap hari sejumlah orang tak dikenal berjaket kulit dan berkaca mata hitam mondar- mandir naik sepeda motor di depan kompleks. ''Pistolnya sengaja dipamerkan di pinggang,'' kata Khieu Samphan. Meski tak menyebut siapa mereka, jelas yang dimaksud Khieu Samphan adalah para pendukung pemerintah Kamboja pimpinan Perdana Menteri Hun Sen, musuh utama Khmer Merah. Tapi selain itu kelompok Khieu Samphan juga merasa terancam oleh sikap para pejabat PBB yang menjalankan pemerintahan transisi (UNTAC) di Kamboja. Soalnya, gerilyawan Khmer itu sering menyerang para petugas UNTAC, yang mereka anggap memihak Hun Sen. Yasushi Akashi, Ketua UNTAC, sempat mengancam Khmer Merah, menyusul kematian seorang staf UNTAC di Kompong Thom baru-baru ini. ''Jika kerusuhan tetap berlangsung, kami akan bertindak,'' katanya. Tekanan seperti itu, menurut Mak Ben, juru bicara Khmer Merah, semakin mendorong Khieu Samphan pergi meninggalkan Phnom Penh itu. Dengan kosongnya markas itu, upaya PBB untuk menyelesaikan konflik di Kamboja menurut formula Perjanjian Paris 1991 terancam gagal. Perjanjian Paris menyebutkan keempat faksi di Kamboja termasuk Khmer Merah memiliki perwakilan di Phnom Penh, ikut menjalankan pemerintahan sementara di bawah pengawasan PBB (UNTAC). Tapi langkah-langkah Khmer Merah belakangan ini memancing kekeruhan. Mereka tak mau ikut pemilu yang diawasi UNTAC, yang telah disepakati tiga faksi lain. Lalu sejak Maret lalu mereka mulai melancarkan serangan militer terhadap perkampungan orang Vietnam yang ada di Kamboja. Awal bulan lalu gerilyawan Khmer membantai 33 penduduk asal Vietnam di selatan Danau Tonle Sap, Kamboja. Dua pekan kemudian delapan warga Vietnam lainnya mengalami nasib serupa. Sejak itu serangan Khmer tak pernah berhenti, bahkan makin merebak hingga ke ibu kota Phnom Penh. Belakangan serangan juga ditujukan terhadap pasukan UNTAC. Tercatat empat tentara Bulgaria dan dua tentara Bangladesh mati ditembak gerilyawan Khmer itu. Selain itu dua petugas sipil pemilu asal Jepang dan Kamboja menjadi korban. Aksi teror itu menimbulkan gelombang pengungsian warga Vietnam. Majalah Newsweek memperkirakan sekitar 13.000 warga Vietnam telah meninggalkan Kamboja kembali ke negerinya sejak bulan lalu. Bahkan ratusan di antaranya diduga berasal dari ibu kota Phnom Penh, yang kini disesaki 600.000 orang Vietnam. Penarikan diri Khmer Merah dari Phnom Penh itu, selain mengeruhkan situasi politik di Kamboja, diduga akan meningkatkan serangan militer Khmer Merah. Kerusuhan akan meningkat, bukan saja menjelang pemilu Mei nanti, tapi justru sesudah pesta demokrasi itu berlangsung. Soalnya, seusai pemilu, UNTAC akan angkat kaki dari Kamboja. Menurut rencana, Agustus nanti, 15 ribu pasukan bersenjata UNTAC plus 7 ribu sukarelawan yang mereka rekrut untuk memonitor pemilu, akan meninggalkan negeri itu. Menurut Sekjen PBB Boutros Boutros Ghali, misi mereka di sana hanya sementara. ''Rakyat Kamboja sendirilah yang akan bertanggung jawab atas masalah-masalah selanjutnya,'' ujar Boutros Ghali dalam wawancara dengan Yuli Ismartono dari TEMPO dua pekan lalu. Tentu saja menjadi pertanyaan besar, dapatkah rakyat Kamboja menyelesaikan krisis di negerinya itu? Seorang pejabat senior PBB menjelaskan bahwa krisis itu tergantung hasil pemilu nanti. Bila pemilu benar-benar bersih, besar kemungkinan Funcipec partai pimpinan Pangeran Norodom Ranariddh, putra Sihanouk akan muncul sebagai pemenang. Partai yang banyak didukung rakyat Kamboja itu akan menyerahkan kekuasaan ke tangan Pangeran Sihanouk, yang diduga kuat akan merangkul Khmer Merah untuk duduk dalam pemerintahannya. Tapi melihat gejala sekarang, pemilu yang bersih itu sulit terjadi. Yang bakal muncul sebagai pemenang tak lain adalah Partai Rakyat Kamboja, yang punya jaringan luas di Kamboja. Jaringan partai pimpinan PM Hun Sen ini didukung birokrasi yang terbentuk sejak Hun Sen memerintah Kamboja dengan dukungan tentara Vietnam, sebelum PBB turun ke Kamboja. Khmer Merah tentu saja tak bisa menerima Hun Sen. ''Kalau demikian, perang saudara tak terhindari lagi,'' kata pejabat PBB itu. Didi Prambadi (Jakarta) & Yuli Ismartono (Bangkok)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus