Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hanya beberapa jam setelah perjanjian gencatan senjata Gaza diberlakukan, partai sayap kanan Otzma Yehudit secara resmi keluar dari pemerintahan koalisi Israel, menindaklanjuti ancaman mereka untuk menarik diri jika kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas diberlakukan, Al Mayadeen melaporkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Kepolisian Israel Itamar Ben-Gvir, Menteri Warisan Amichai Eliyahu, dan Menteri "Negev, Galilea, dan Ketahanan Nasional" Yitzhak Wasserlauf, semuanya menyerahkan surat pengunduran diri mereka kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Partai tersebut mengeluarkan sebuah pernyataan yang menegaskan bahwa secara efektif, Otzma Yehudit tidak lagi menjadi bagian dari koalisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam surat pengunduran dirinya kepada Netanyahu, Ben-Gvir mengakui "pencapaian yang signifikan" selama kepemimpinan perdana menteri, tetapi mengkritik kesepakatan gencatan senjata sebagai perjanjian "menyerah pada teror" yang "melewati semua garis merah ideologis."
Ia berpendapat bahwa gencatan senjata tersebut merupakan "kemenangan total bagi terorisme" dan menyatakan bahwa partainya tidak akan lagi mendukung pemerintah dalam hal-hal yang berbau ideologis.
"Kami tidak akan kembali ke meja pemerintah tanpa kemenangan penuh melawan Hamas dan realisasi penuh dari tujuan perang," Ben-Gvir menekankan.
Kesepakatan itu "sembrono"
Ben-Gvir, Kamis, mengumumkan bahwa partainya, Otzma Yehudit, akan keluar dari pemerintahan koalisi jika kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi baru-baru ini dengan Hamas disetujui.
Pada saat itu, Ben-Gvir mengkritik tajam kesepakatan tersebut, menggambarkannya sebagai "sembrono" dan mengklaim bahwa kesepakatan tersebut mencakup konsesi yang merusak pencapaian pendudukan Israel.
"Perjanjian itu melibatkan pembebasan ratusan pembunuh, kembalinya ratusan ribu penduduk Gaza ke sektor utara, termasuk ribuan teroris, penarikan diri dari Rute Philadelphia, dan gencatan senjata," katanya.
Menurut Ben-Gvir, kesepakatan tersebut "mengakhiri semua pencapaian yang telah kami raih untuk negara dan tidak menjamin pembebasan semua sandera."
Menekankan posisi partainya, Ben-Gvir menyatakan bahwa Otzma Yehudit, di bawah kepemimpinannya, "tidak menggulingkan Netanyahu atau bekerja sama dengan sayap kiri dan tujuannya melawan pemerintah. Namun, kami tidak bisa tetap menjadi bagian dari pemerintah yang menyetujui kesepakatan yang memberikan imbalan signifikan kepada Hamas dan mengambil risiko bencana lain seperti 7 Oktober."
Netanyahu akhir-akhir ini menghadapi tekanan internal yang meningkat sehubungan dengan kesepakatan gencatan senjata. Sekutu-sekutu utama sayap kanannya telah menyatakan penentangan yang kuat terhadap kesepakatan tersebut meskipun hal itu akan mengeluarkan para tawanan dari Gaza.
Ben-Gvir telah berulang kali secara terbuka menolak kesepakatan tersebut.
Ancam menggulingkan pemerintah
Menteri Keuangan Israel sayap kanan Bezalel Smotrich pada Minggu mengancam akan menggulingkan pemerintah jika tidak menduduki Jalur Gaza, kantor berita Anadolu melaporkan.
Menteri ekstremis itu menyebut kesepakatan gencatan senjata Gaza sebagai "kesalahan yang sangat serius" dan "menyerah pada Hamas."
Israel "harus menduduki Gaza dan membentuk pemerintahan militer sementara karena tidak ada cara lain untuk mengalahkan Hamas," kata Smotrich kepada Radio Angkatan Darat.
"Saya akan menggulingkan pemerintah jika mereka tidak kembali berperang dengan cara yang [membuat kami] mengambil alih seluruh Jalur Gaza dan memerintahnya."
Sebelumnya, Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Itamar Ben-Gvir mengumumkan penarikan partainya dari koalisi yang berkuasa setelah gencatan senjata Gaza.
Setelah penarikan partai Ben-Gvir, koalisi yang berkuasa masih bertahan dengan 62 kursi parlemen di Knesset yang memiliki 120 kursi.
Pada hari Sabtu, 24 menteri di pemerintahan menyetujui gencatan senjata Gaza dan perjanjian pertukaran tahanan sementara delapan menteri menolak.
Mantan jenderal Israel: Hamas adalah pemenangnya
Setelah 470 hari serangan tanpa henti di Gaza, yang bertujuan untuk melenyapkan perlawanan Palestina, Mantan Mayor Jenderal IOF Giora Eiland mengakui bahwa perang berakhir dengan "kegagalan besar bagi Israel" dan menyatakan Hamas sebagai pemenangnya.
Berbicara kepada Channel 7 pada Sabtu malam, Eiland menyatakan bahwa Israel telah gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan. "Hamas akan pulih dari pukulan telak yang dideritanya, tidak semua sandera akan kembali, dan Israel tidak akan menghilangkan otoritas Hamas," katanya, memperkuat kritik sebelumnya terhadap hasil perang.
Protes di Tel Aviv atas kesepakatan pertukaran tawanan
Menjelang pelaksanaan gencatan senjata, Tel Aviv menghadapi protes yang meluas oleh para pemukim yang menentang kesepakatan pertukaran tawanan. Para demonstran bentrok dengan polisi, yang mengerahkan air untuk membubarkan kerumunan massa.
Menurut media Israel, para demonstran menyatakan kemarahan mereka atas kesepakatan tersebut dan menuntut pembatalannya. Mereka berargumen bahwa kesepakatan tersebut "akan membebaskan ratusan tahanan Palestina, menghapus pencapaian perang, dan membuka jalan bagi serangan lain yang serupa dengan 7 Oktober."