UPAYA Presiden Ronald Reagan menggagalkan sanksi ekonomi terhadap Afrika Selatan dengan cara konstitusional sia-sia. Kamis pekan lalu, 78 anggota Senat mengangkat tangan sebagai tanda persetujuan mereka terhadap RUU Sanksi Ekonomi bagi Afrika Selatan, dan sekaligus membatalkan veto Presiden terhadap RUU itu. Padahal, Reagan hanya memerlukan 53 suara dari lembaga beranggotakan 104 orang itu, untuk mempertahankan keputusannya. Empat hari sebelumnya, dengan perbandingan 313 lawan 83, DPR pun mengambil sikap serupa. Sikap para wakil rakyat tersebut tak ubahnya tamparan menyakitkan bagi kebijaksanaan luar negeri Reagan. Sejauh ini ia percaya bahwa masalah Afrika Selatan cukup diselesaikan melalui cara diplomasi. Sikap tersebut memang diperlihatkannya dengan jelas. Misalnya, akhir bulan lalu, ia melansir nama Edward J. Perkins, 58, sebagai calon duta besar di Pretoria. Reagar berharap pencalonan diplomat berkulit hitam itu sebagai pisau bermata dua. Di satu pihak, penunjukan Perkins dapat diartikan sebagai dukungannya terhadap perjuangan kaum mayoritas kulit hitam di Afrika Selatan di lain pihak, sasarannya buat melunakkan anggota Kongres agar membatalkan vetonya terhadap RUU Sanksi Ekonomi tersebut. Soalnya, dengan berlakunya UU tersebut Amerika akan kehilangan pasaran bagi 500 ribu ton gandum dalam dua tahun ini. Kerugian lain, meliputi lalu lintas penerbangan, kegiatan perbankan, dan investasi. Akan tundukkah Afrika Selatan? Tentu saja, tidak. Dengan penuh kesombongan Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Pik Botha menantang tak akan membeli gandum lagi dari AS. Dan, sebagai balasan, ia tak mengizinkan gandum-gandum Amerika untuk negara-negara Afrika diangkut melalui jaringan pengangkutan Afrika Selatan. Sanksi ekonomi AS ini, menurut perhitungan Organisasi Perdagangan Luar Negeri Afrika Selatan, hanya akan mempengaruhi 5 persen dari keseluruhan nilai ekspor Afrik Selatan -- yang tahun lalu berjumlah US$ 2 milyar. Hanya saja, sekarang Botha tak bisa lagi leluasa berlindung di balik kebijaksanaan Reagan, yang merupakan pelindung politiknya. Masalahnya sekarang: apakah para wakil rakyat AS akan konsisten dengan sikap mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini