Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Balai Rakyat Agung, Beijing, wajah Kolonel Liu Mingfu berseri-seri. Duduk di antara para perwira menengah Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), ia terpekik girang mendengar pidato perdana Presiden Xi Jinping. Kamis pekan lalu, Xi Jinping menggantikan Hu Jintao dan berjanji memberantas korupsi, meningkatkan ekonomi, memperbaiki hubungan luar negeri, serta memperkuat militer.
Di hadapan sekitar 3.000 peserta Kongres Rakyat Nasional ke-12, Xi menyampaikan "China Dream" atau impian Cina menjadi negara besar di dunia. "Kita harus meningkatkan kemampuan untuk memenangi pertempuran serta melindungi kedaulatan nasional dan keamanan," kata Xi.
Zhongguo Meng atau China Dream adalah judul buku yang ditulis Kolonel Liu Mingfu tiga tahun lalu. Meski laris manis, buku ini harus ditarik dari peredaran karena dikhawatirkan dapat merusak hubungan Cina-Amerika Serikat. Dalam bukunya, Liu berpendapat Cina harus selalu mencoba mengungguli Amerika sebagai kekuatan militer terhebat di dunia.
Di Cina, terbit-tidaknya sebuah buku ditentukan oleh suasana politik. Sehari setelah pidato perdana presiden baru itu, izin menerbitkan buku yang populer ini pun keluar. "Saya tak tahu apakah Xi telah membaca buku saya. Yang jelas, pesan yang disampaikannya sudah sangat jelas," ujar sang Kolonel. "Xi sebenarnya bisa saja menekankan ekonomi atau masalah sosial lain, tapi ia memilih militer."
Impian Cina yang disampaikan Xi sesungguhnya serupa dengan semboyan penguasa Cina sebelumnya, sejak kejatuhan Dinasti Qing pada 1912. Perhatian khusus Xi pada militer sudah ia tunjukkan setelah penabalannya sebagai presiden. Selama seratus hari menjabat, Xi telah berkunjung ke markas angkatan darat, angkatan udara, program luar angkasa, dan fasilitas komando peluru kendali—hal yang tidak dilakukan kedua pendahulunya.
"Untuk membangkitkan kejayaan bangsa Cina, kita harus memastikan terwujudnya kesatuan antara negara yang makmur dan militer yang kuat," kata Xi kepada para pelaut di atas kapal Haikou, kapal perusak yang berpatroli di perairan sengketa Laut Cina Selatan, akhir tahun lalu.
Di bawah Xi, militer mendapat perlakuan istimewa. Belanja militer Cina naik menjadi 10,7 persen atau 720,168 miliar yuan (sekitar Rp 1.125 triliun). Angka ini sebenarnya sudah dilansir pada 5 Maret lalu, ketika anggaran negara diserahkan.
Meningkatnya anggaran militer Cina itu antara mengejutkan dan tidak. Tidak, karena belanja militer Cina selalu naik dalam dua dasawarsa terakhir seiring dengan pertumbuhan ekonomi negara itu, yang terus meroket. Kantor berita Xinhua menulis, pada 2012, Cina menghabiskan 650,6 miliar yuan untuk pertahanan nasional, naik 11,2 persen dari tahun sebelumnya. Padahal, pada 2011, Cina sudah meningkatkan belanja pertahanannya sebesar 12,7 persen.
Peningkatan itu jadi mengejutkan jika kecenderungan ini bertahan. Sejumlah analis memprediksi, dalam satu dekade mendatang, anggaran pertahanan negara itu bakal mengejar Amerika, yang saat ini memiliki belanja pertahanan terbesar di dunia.
International Institute for Strategic Studies, lembaga pemikir masalah pertahanan yang berbasis di London, memprediksi anggaran pertahanan Cina bisa menyalip Amerika pada 2022. Hal ini dapat terjadi apabila Cina bisa mempertahankan rata-rata pertumbuhan tahunannya selama sepuluh tahun terakhir pada angka 15,6 persen.
Jika itu terwujud, Cina bakal menjadi kekuatan tempur yang luar biasa. Laporan The Economist menyebutkan saat ini Cina memiliki 2,29 juta personel aktif plus 1,2 juta personel cadangan. Jumlah ini melebihi Amerika, yang punya personel aktif dan cadangan di bawah 3 juta orang.
Untuk kekuatan darat, Cina memiliki 1,9 juta personel, 14 ribu tank, 14.500 satuan artileri, dan 453 helikopter. Angkatan udara Cina punya 470 ribu personel, 2.556 pesawat tempur, dan 400 jet penyerang daratan. Untuk kekuatan laut, Cina memiliki 250 ribu personel, 66 kapal selam, 27 kapal perusak, dan 52 fregat. Sedangkan di gudang senjata, Cina punya 100 ribu personel, 140 rudal nuklir, dan 1.000 antirudal.
Tak banyak informasi lain mengenai peralatan tempur yang dimiliki Cina. Namun setidaknya negara itu memiliki Dong Feng 21-D, rudal darat yang mampu mencapai kapal induk sejauh 2.000 mil di lepas pantai. Cina membeli hak lisensi dan mereproduksi jet tempur Sukhoi-27 dari Uni Soviet. Cina juga telah mengembangkan jet tempur siluman J-20.
Di laut, pada 2020, Cina diperkirakan bakal memiliki beberapa armada kapal induk, sesuai dengan kekuatan angkatan lautnya yang besar. Tahun ini, negara itu sudah memperkenalkan Lioning, kapal induk pertamanya. Pesatnya perkembangan militer Cina memperkuat dugaan beberapa pejabat Pentagon bahwa negara itu diam-diam tengah membangun pangkalan di Pulau Hainan, yang mampu menampung hingga 20 kapal selam nuklir.
Namun pengamat Cina dari Universitas Bonn, Xuewu Gu, berpendapat lain. Menurut Xuewu, Cina melakukan apa yang juga dilakukan negara-negara lain: modernisasi dan transformasi militer. "Terlalu sepihak jika kenaikan anggaran diinterpretasikan secara berlebihan," ujar Xuewu.
Toh, terus berkembangnya kekuatan militer Cina tetap saja mengkhawatirkan banyak pihak. "Negara pada umumnya tidak menuangkan banyak sumber daya untuk militernya jika tidak melihat adanya kebutuhan untuk kekuatan militer," kata Roger Cliff, spesialis kebijakan pertahanan dan kemampuan militer Cina di RAND Corp.
Kekhawatiran itu ditampik Cina. Sejumlah pejabat Cina mengatakan sebagian anggaran pertahanan akan lebih dialokasikan untuk keamanan dalam negeri. Pernyataan ini menggarisbawahi kewaspadaan Partai Komunis Cina, yang tak hanya menyangkut sengketa wilayah dengan Jepang, hubungannya dengan Taiwan, dan kembalinya Amerika ke Asia, tapi juga tentang meningkatnya ancaman dari dalam negeri.
Menurut beberapa studi yang didukung pemerintah, jumlah insiden protes dan kerusuhan di Cina bertambah dari 8.700 pada 1993 menjadi sekitar 90 ribu pada 2010. "Itu menunjukkan partai saat ini kurang percaya diri. Pemerintah yang percaya diri tidak takut terhadap penduduknya dan tidak perlu memiliki anggaran keamanan domestik lebih besar dalam pengeluaran pertahanannya," ujar Nicholas Bequelin, peneliti di Human Rights Watch.
Pengamat militer dari Stiftung Wissenschaft und Politik, Berlin, Jerman, Nadine Godehardt, memperkirakan sepertiga anggaran akan digunakan untuk personel, sepertiga lainnya untuk kegiatan militer, dan sisanya buat membeli peralatan. Tapi masih ada anggaran terselubung. "Biaya pengembangan senjata dan persenjataan polisi paramiliter tidak masuk anggaran militer," kata Godehardt.
Walhasil, cukup sulit menganalisis anggaran militer Cina sebenarnya. Menurut perkiraan Institut Perdamaian Stockholm (SIPRI) dari Swedia, pengeluaran militer Cina sebenarnya 50 persen lebih besar daripada yang diumumkan kepada publik.
Raju Febrian (Reuters, Xinhua, Foreign Policy, Economist)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo