Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AMERIKA SERIKAT
Obama Akhirnya ke Israel
Presiden Amerika Serikat Barack Obama tiba di Israel pada Rabu pekan lalu. Topik pertemuannya dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Presiden Shimon Peres mencakup konflik Israel-Palestina, program nuklir Iran, dan perang Suriah.
Obama menyatakan dukungannya kepada Israel serta menjamin negaranya sebagai sekutu terkuat dan teman terbesar Israel. Dia menegaskan komitmen solusi dua negara dalam konflik antara Israel dan Palestina.
Ini kunjungan pertama Obama ke Israel sejak ia mulai memimpin negara adikuasa itu empat tahun lalu. Sebelumnya, seperti dilaporkan wartawan BBC masalah Amerika, Mark Mardell, Obama menuai kecaman di dalam negeri karena tidak berkunjung ke Israel pada masa jabatan pertama.
Selain ke Israel, Obama mengunjungi Palestina. Dia tiba di Tepi Barat, Palestina, Kamis pekan lalu, dan menggelar pertemuan dengan Presiden Mahmud Abbas. Setelah beberapa jam di Palestina, Obama balik lagi ke Israel. Beberapa pengamat pesimistis kunjungan ini membawa kemajuan untuk solusi konflik dua negara seteru abadi itu.
AUSTRALIA
Trauma Adopsi Paksa
Perdana Menteri Australia meminta maaf kepada para korban kebijakan adopsi paksa yang diterapkan negara itu pada 1950-1970-an. Di hadapan ratusan korban, dia menyatakan kebijakan ini memalukan dan menimbulkan warisan kepedihan.
"Kami mengutuk praktek memalukan yang membuat Anda, para ibu, tidak mendapatkan hak mendasar dan tanggung jawab untuk menyayangi dan merawat anak-anak Anda," katanya, seperti dikutip BBC, Kamis pekan lalu. Sebagian hadirin mendengarkan pidato itu dengan berurai air mata, sebelum bertepuk tangan meriah.
Sebelumnya, pada Februari lalu, Komite Senat menyerukan perlunya permintaan maaf nasional setelah menyelidiki dampak kebijakan ini. Penyelidikan merujuk pada keluhan dari ratusan perempuan. Dari penyelidikan, diketahui sedikitnya 225 ribu bayi diambil paksa.
Di era Australia sebagai negara Kristen konservatif itu, bayi dari ibu usia remaja, yang sebagian besar belum menikah, diambil paksa oleh negara dan diberikan kepada pasangan menikah tanpa anak. Sebagian menyebutkan para ibu itu rela melepas anaknya demi menepis stigma. Sebagian menyatakan para ibu dibius agar meneken surat pernyataan. Selanjutnya, para wanita itu berupaya menemui anak-anaknya.
Seiring dengan permintaan maaf ini, pemerintah Australia menyediakan Aus$ 5 juta atau sekitar Rp 50 miliar untuk dana pemulihan yang mencakup konsultasi spesialis, upaya pencarian, dan perawatan mental bagi para korban.
INGGRIS
Superhero Sekali Pukul
Roger Hayhurst, 20 tahun, memutuskan pensiun dari perannya sebagai "pemberantas kejahatan" di lingkungan sekitar rumahnya, di Swinton, Salford, Greater Manchester. Penyebabnya bukan serangan dari superhero jahat, melainkan serangan anak-anak nakal. "Beberapa anak memukul. Wajahku bengkak," katanya, seperti dikutip Mirror, Senin pekan lalu.
Dengan kostum Lycra kombinasi biru-hitam lengkap dengan topengnya, selama dua tahun dia menyebut dirinya "Knight Warrior". Sejak 2011, dia berpatroli mulai pukul sembilan malam hingga dua dinihari, rata-rata tiga kali sepekan. Aksinya menghentikan perkelahian dan perilaku menyimpang di lingkungan sekitar.
Superhero lokal ini tidak sendiri. Dia ditemani pasangannya, "Knight Maiden" Rebecca Wall, yang bergabung setelah mendengar kisah keberanian Hayhurst. Atas aksinya, Hayhurst menjadi selebritas lokal.
Setelah pensiun, keduanya melelang kostum superhero mereka untuk amal dan akan mengasuh acara di Salford City Radio. Gagal jadi superhero, Hayhurst melanjutkan mimpinya jadi jurnalis.
Satu orang yang lega dengan keputusan Hayhurst itu adalah sang ibu, Jennifer, 61 tahun. Akhir tahun lalu, kepada media, dia menyatakan cemas setiap kali "prajurit kesatria" itu hendak beraksi. Namun Jennifer tenang setelah polisi setempat "mengedipkan" mata, tanda menjamin keselamatan anaknya.
INDIA
Laptop Pencitraan
Bantuan 1,5 juta unit komputer jinjing dari Menteri Utama Uttar Pradesh, Akhilesh Yadav, untuk anak-anak sekolah dari kalangan bawah memicu reaksi sinis khalayak. Pasalnya, komputer bantuan itu secara gamblang menjadi aksi pencitraan Pak Menteri menjelang pemilihan berikutnya.
Pada layar komputer terpampang foto Akhilesh Yadav bersama ayahnya, Mulayam, Ketua Partai Samajwadi. Masalahnya, foto ini tak bisa diganti atau dihapus. Jadi, setiap kali komputer menyala, langsung terpampang foto tersebut.
Jika penggunanya mencoba mengganti foto, komputer akan mati atau sistemnya kacau. "Saya mencoba mengubah, tiba-tiba komputer crash," kata Tabrez Khan, 19 tahun, salah seorang penerima bantuan. Para praktisi kini mencoba mencari solusi penggantian foto tersebut.
Terpilih pada usia 39 tahun, Akhilesh tercatat sebagai menteri utama termuda. Dia juga tengah berupaya menampik anggapan bahwa partainya antiteknologi.
RWANDA
Sang Penghancur Minta Diantar
Bosco Ntaganda, pemimpin pemberontak Republik Demokratik Kongo, akhirnya menyerah. Buron Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) itu menyerahkan diri ke Kedutaan Besar Amerika Serikat di Kigali, Rwanda.
"Dia minta diserahkan ke ICC di Den Haag," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika, Victoria Nuland, seperti dikutip AFP, Senin pekan lalu. Washington segera berkoordinasi dengan ICC dan pemerintah Rwanda.
Amerika dan Rwanda tidak menandatangani Statuta Roma—dasar pendirian ICC—sehingga keduanya tidak memiliki kewajiban menyerahkan Ntaganda ke tangan ICC. Penyerahan diri Ntaganda ke Kedutaan Amerika di Kigali memicu ketegangan diplomatik kedua negara.
Ntaganda, mantan jenderal yang punya julukan seram "Sang Penghancur", dinyatakan sebagai otak perlawanan pemberontak M23 terhadap pemerintah Kongo tahun lalu. Ntaganda kabur ke Rwanda, yang selama ini dinilai Perserikatan Bangsa-bangsa mendukung pemberontak di Kongo. ICC memburunya karena dia dianggap bertanggung jawab atas sejumlah kejahatan kemanusiaan, seperti pemerkosaan dan pembunuhan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo