Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Momen

6 April 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MESIR
Negara-negara Arab Bentuk Koalisi Militer

Negara-negara Arab sepakat membentuk koalisi gabungan militer untuk melawan kelompok pemberontak di wilayah Timur Tengah yang kini semakin luas. Kesepakatan dicapai setelah para pemimpin negara-negara Arab bertemu di Lausanne, Swiss, untuk membahas perjanjian pembatasan program nuklir Iran.

Pembentukan koalisi militer yang diumumkan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi itu dilakukan untuk meningkatkan langkah keamanan regional secara independen. "Tantangan yang dihadapi keamanan di wilayah Arab sangat serius, dan kami telah berhasil mendiagnosis alasan di balik itu," kata Sisi, seperti dilansir The New York Times, Ahad pekan lalu.

Koalisi militer itu bertujuan memulihkan kondisi keamanan di negara yang berkonflik, seperti Suriah, Irak, dan Libya. El-Sisi mengumumkan para pemimpin negara Arab sepakat menunjuk Arab Saudi sebagai pemimpin. Beberapa negara yang menyetujui koalisi antara lain Yordania, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Kuwait.

Menurut Gamal Abdel Gawad Soltan, pakar politik dari American University di Kairo, Mesir, ide kekuatan militer bersama itu sebelumnya sudah ada, tapi tak ditanggapi terlalu serius. Negara-negara Arab pernah membuat perjanjian pertahanan bersama pada 1950. "Ini adalah perpanjangan dari ide lama, tapi kali ini lebih serius. Kita belum bisa melihat apa hasilnya kali ini dibanding masa lalu," ujarnya.

Sekretaris Jenderal Liga Arab Nabil el- Araby mengatakan keputusan pembentukan koalisi militer juga bertujuan memerangi kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Irak dan Suriah serta melebarnya konflik di Libya dan Yaman. Menurut dia, wilayah Arab mendapat ancaman kekuatan yang menghancurkan keberagaman etnis dan agama.

NIGERIA
Oposisi Menang Pemilu Presiden

Mantan penguasa militer Muhammadu Buhari menjadi kandidat pertama oposisi yang berhasil menang dalam pemilihan presiden di Nigeria. Ia mengalahkan calon inkumben Jonathan Goodluck, dengan perolehan 2,5 juta suara lebih banyak.

Mengetahui kemenangan itu, para pendukung Buhari merayakannya di jalan-jalan Nigeria dengan menari dan menyanyi. Tak berselang lama setelah pengumuman hasil pemilihan umum, Goodluck menelepon rivalnya yang berusia 72 tahun itu untuk mengucapkan selamat.

"Saya berjanji menjaga pemilu di Nigeria yang bebas dan adil. Saya telah memenuhi janji saya itu," kata Goodluck dalam pernyataannya, seperti dilansir BBC, Rabu pekan lalu.

Kemenangan Buhari terjadi di tengah kemarahan rakyat Nigeria atas pemberontakan kelompok Boko Haram, yang sudah menewaskan ribuan orang. Para pengamat independen memuji proses pemilu di Nigeria yang berlangsung aman, meski tetap ada dugaan kecurangan.

Jonathan Goodluck mendesak pendukungnya menerima hasil pemilu, meski selama pemilu berlangsung laporan kecurangan sempat bermunculan. "Tidak ada ambisi yang bernilai darah di setiap warga Nigeria," ujarnya dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan setelah dia mengakui kekalahan.

Lai Mohammed, juru bicara partai pimpinan Buhari, All Progressives Congress, memuji langkah Goodluck yang mengakui kekalahannya dengan memberikan selamat lewat sambungan telepon selama lima menit. "Ada ketakutan dia tidak ingin mengakui kekalahannya, tapi dia akan tetap menjadi pahlawan bagi gerakan ini. Ketegangan akan menurun drastis," katanya.

MYANMAR
Gencatan Senjata dengan Pemberontak Disepakati

Pemerintah Myanmar dan perwakilan dari 16 kelompok pemberontak menandatangani rancangan kesepakatan gencatan senjata pada Selasa pekan lalu. Kesepakatan ini diharapkan dapat mengakhiri pertempuran yang telah berlangsung sejak 65 tahun lalu.

Presiden Myanmar Thein Sein mengatakan penandatanganan kesepakatan kerangka perdamaian itu merupakan langkah pertama menuju dialog politik dengan kelompok pemberontak.

Penasihat Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa, Vijay Nambiar, menyebut perjanjian itu sebagai sebuah prestasi bersejarah dan signifikan. "Kesepakatan itu menjadi benih-benih perubahan di Myanmar yang mulai tumbuh," kata Nambiar, seperti dilansir Voice of America.

Sebelum kesepakatan akhir ditandatangani, para pemberontak berencana mengadakan sebuah konferensi untuk menyelesaikan beberapa persyaratan. Namun belum ada tanggal pasti kapan konferensi itu dilaksanakan.

Semua kelompok pemberontak ikut dalam kesepakatan tersebut, kecuali dua kelompok yang sudah memiliki perjanjian gencatan senjata bilateral tersendiri. "Orang-orang ini memerlukan perdamaian, mereka ingin perdamaian, dan mereka mengharapkan perdamaian," kata Presiden Thein Sein.

Namun pemberontak dari konflik terbaru dan paling aktif di Kokang tidak ikut dalam perundingan. Kelompok pemberontak dari etnis Cina itu belum lama ini terlibat pertempuran sengit dengan pemerintah Myanmar, yang berlangsung sejak Februari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus