Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Momen

2 Juni 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRANCIS
Sayap Kanan Menguat di Parlemen Eropa

Partai-partai sayap kanan, yang cenderung nasionalis, proteksionis, dan anti-imigran, memperoleh posisi cukup berarti dalam pemilihan anggota Parlemen Eropa pada Ahad dua pekan lalu di semua negara anggota Uni Eropa. Partai sayap kanan Front Nasional memenangi pemilihan nasional di Prancis untuk pertama kalinya. Dalam situs resmi pemilihan Parlemen Eropa, partai-partai sayap kanan disebut juga memperoleh kemenangan di Inggris, Denmark, dan Austria.

Front Nasional di Prancis, yang dipimpin Marine Le Pen, mampu memperoleh 24,95 persen suara, melampaui partai tengah-kanan UMP dan Partai Sosialis. Le Pen mengatakan kemenangan ini menunjukkan masyarakat ingin melihat perubahan di Eropa.

Perdana Menteri Prancis dari Partai Sosialis, Manuel Valls, mengaku terkejut terhadap hasil perolehan suara itu. "Ini lebih dari sekadar peringatan. Ini mengejutkan, bagaikan gempa bumi," ujarnya, seperti dikutip CNN, Senin pekan lalu.

Pemilihan umum itu akan menentukan komposisi 751 kursi di Parlemen Eropa, yang berasal dari 28 negara anggota. Prancis memiliki 74 kursi di parlemen ini.

Sebagian suara yang telah dihitung menunjukkan partai-partai kiri-tengah dan kanan-tengah masih akan memegang mayoritas di Parlemen Eropa. Mayoritas partai pemenang ini nantinya akan memainkan peran penting dalam membentuk undang-undang Eropa dan menentukan pemilihan Presiden Komisi Eropa yang akan datang.

Ahli politik Eropa dari University of Surrey, Simon Usherwood, menyebutkan kelompok ekstrem kanan yang disebut euroskeptik itu akan menjadi faktor penting dalam politik Parlemen Eropa lima tahun mendatang. "Mereka tak memiliki cukup suara untuk menghentikan proses legislasi. Tapi mereka akan memiliki kesempatan berbicara dan mengemukakan pandangan dalam debat, dalam kepemimpinan komite tertentu, yang artinya mereka akan memiliki platform yang lebih besar untuk menjual pesan politik kepada pemilih," katanya.

UKRAINA
Presiden Baru Janjikan Persatuan

Presiden terpilih Ukraina, Petro Poroshenko, berjanji meredakan konflik di wilayah timur negaranya. Sebagai langkah pertamanya setelah resmi menjabat presiden, dia akan memberikan amnesti atau pengampunan kepada kelompok pemberontak pro-Rusia yang mau menyerahkan senjatanya.

"Langkah pertama yang akan kami ambil pada masa jabatan presiden sekarang adalah berfokus mengakhiri perang dan kekacauan selama ini, sehingga perdamaian bisa terwujud di tanah Ukraina yang bersatu," kata Poroshenko, seperti dilansir The Guardian, Senin pekan lalu.

Poroshenko, pengusaha cokelat yang pro-Eropa, memenangi pemilihan presiden dengan meraup 54 persen suara. Perolehan ini langsung menumbangkan pesaingnya, Perdana Menteri Yulia Tymoshenko, yang hanya memperoleh 13 persen suara.

Poroshenko mengusung tiga arah utama kebijakan Ukraina di bawah kepemimpinannya, yaitu menegakkan persatuan Ukraina, termasuk stabilisasi di wilayah timur; bergabung dengan Uni Eropa untuk memperkuat hubungan dengan Barat; dan mengembalikan Crimea, yang dianeksasi Rusia pada Maret lalu.

Ia juga berjanji mengadakan pemilihan parlemen sebelum akhir tahun ini. Menurut Poroshenko, kurangnya suara mayoritas dalam koalisi akan membuat pemerintah tak mampu merespons ancaman keamanan yang datang. "Ketika ada krisis parlemen, satu-satunya solusi dalam demokrasi adalah pemilihan umum lebih awal," ujarnya.

AMERIKA SERIKAT
Pelatihan Unit Antiteror di Afrika

Pasukan Operasi Khusus Amerika Serikat membentuk satuan unit pencegahan terorisme di empat negara Afrika Barat dan Afrika Utara. Pejabat Amerika mengatakan pembentukan ini terbilang penting untuk menghadapi kelompok Al-Qaidah di benua itu.

Kegiatan itu merupakan program rahasia yang sebagian besar dananya dikucurkan Departemen Pertahanan. Dalam program itu, unit antiteroris Afrika akan dilatih pasukan angkatan darat dan unit pasukan antiteroris Amerika, Delta Force. Pelatihan sudah dimulai tahun lalu di Libya, Nigeria, Mauritania, dan Mali.

Salah satu tujuan pembentukan dan pelatihan satuan antiteroris di negara-negara Afrika itu adalah agar mampu memerangi kelompok ekstrem, seperti Boko Haram, yang bulan lalu menculik hampir 300 gadis Nigeria.

Sejak serangan 11 September 2001, Amerika memang gencar membangun strategi memerangi terorisme di beberapa negara Afrika. Mereka juga semakin aktif melatih tentara Afrika untuk melawan pemberontak, seperti kelompok ekstremis Islam di Somalia dan Mali.

Seorang pejabat senior Departemen Pertahanan Amerika mengatakan, dalam program baru antiterorisme di Afrika itu, Pentagon telah menghabiskan hampir US$ 70 juta atau sekitar Rp 770 miliar untuk pelatihan dan penyediaan peralatan pendukung.

Duta Besar Nigeria untuk Amerika, Maman S. Sidikou, mengatakan unit antiterorisme bentukan Amerika menjadi kebutuhan penting. "Pelatihan menjadi bagian penting dari kebutuhan kami untuk meningkatkan kesiapan menghadapi tantangan dari lingkungan regional kami," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus