Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JEMAAH haji pantang mengeluh. Mereka berkeyakinan, ayat Tuhan telah mengatur bahwa kaum muslim yang meneguhkan niat melaksanakan rukun Islam kelima itu harus menghindari perbuatan buruk, termasuk berbantah dan mengeluh. "Kami semua datang ke Tanah Suci hanya untuk beribadah dan beribadah," kata Riyono, 75 tahun, yang berhaji beberapa tahun lalu.
Dengan keyakinan itu, jarang terdengar jemaah haji memprotes fasilitas yang mereka terima selama beribadah di Madinah dan Mekah. Padahal, menurut Mochammad Jasin, Inspektur Jenderal Kementerian Agama, pekan lalu, "Banyak penginapan jelek dan tak layak huni." Ia mengatakan menerjunkan sejumlah petugas untuk mengaudit pelaksanaan haji pada 2012.
Hasilnya, Inspektorat Jenderal menemukan serangkaian penyimpangan pada pelaksanaan sejak jemaah berangkat dari Tanah Air hingga mereka tiba di Tanah Suci. Dalam dokumen temuan yang diperoleh Tempo, penyimpangan antara lain pada jumlah pemondokan sewaan yang jauh di atas realisasi kedatangan jemaah.
Komisi Pemberantasan Korupsi, yang dalam beberapa musim haji terakhir mengirimkan penyelidik, menghasilkan temuan serupa. Dua pekan lalu, komisi ini menetapkan Menteri Agama Suryadharma Ali sebagai tersangka korupsi pelaksanaan haji 2012-2013. Menteri, yang menjadi amirulhaj atau pemimpin rombongan haji dari Indonesia, dituduh memanfaatkan sisa kuota untuk mengangkut keluarga, kerabat, kolega, teman dekat, hingga keluarga teman dekatnya. Jumlahnya lebih dari 30 orang.
Jauh dari sekadar urusan jatah sisa kuota, komisi antikorupsi juga membidik keterlibatan Suryadharma Ali dalam pengaturan akomodasi di Mekah dan Madinah. Penyelidik juga telah meminta keterangan sejumlah petinggi Kementerian Agama sejak akhir tahun lalu. Menurut sejumlah sumber, semua membuka peran langsung Menteri dalam, antara lain, penentuan tempat pemondokan jemaah.
Dengan temuan Inspektorat plus penelusuran rekening pejabat Kementerian Agama dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, komisi antikorupsi juga menelisik peran sejumlah pejabat Kementerian yang diduga ikut menikmati duit haji. "Tunggu waktunya. Suryadharma tak sendirian," kata Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja.
SYAHDAN, pada 26 Juni 2012, terjadi pergantian Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang ditinggal pensiun Slamet Riyanto. Menteri Suryadharma mencari penggantinya dari luar Kementerian dengan alasan untuk perbaikan. Pada waktu itu, duit setoran awal haji dari jemaah yang antre sejak 2004 sudah menembus Rp 40 triliun. Ia mengaku membutuhkan seorang ahli ekonomi yang paham akuntansi. Salah satunya Anggito Abimanyu.
Ketika itu, Anggito baru mundur sebagai Kepala Badan Fiskal Kementerian Keuangan, setelah batal dilantik menjadi Wakil Menteri Keuangan. Dosen ekonomi Universitas Gadjah Mada ini, menurut Suryadharma, tepat menjadi Direktur Jenderal Haji untuk mengurusi uang jumbo setoran haji. "Awalnya dia menolak karena merasa bukan habitatnya," ujar Suryadharma. "Saya bujuk dengan mengatakan soal haji bisa belajar bareng-bareng." Anggito akhirnya bersedia menduduki jabatan itu.
Menurut seorang mantan pejabat Kementerian Agama, karena tak punya pengalaman mengurus haji, Anggito meminta waktu enam bulan untuk mempelajari tugas dan pekerjaan jabatan barunya itu. Waktu itu musim haji 2012 sebentar lagi tiba. Di Dewan Perwakilan Rakyat juga sudah dibahas nilai ongkos haji tahun itu, yang disepakati Rp 33 juta per orang. Puncak ibadah haji terjadi pada 10 Zulhijah, yang jatuh pada 25 Oktober.
Karena pelaksanaan haji sudah harus disiapkan, kata pejabat itu, Suryadharma turun langsung, termasuk datang ke Arab Saudi. "Baru sekali itu dalam sejarah, seorang menteri memimpin tim keberangkatan haji," ujarnya.
Pemerintah Arab Saudi menetapkan kuota haji Indonesia tahun itu sebanyak 221 ribu, terdiri atas jemaah haji reguler dan haji khusus. Suryadharma bolak-balik Jakarta-Madinah, Jakarta-Mekah, bersama tim yang beranggotakan 15 pejabat eselon II dan III Kementerian. Bersama Staf Teknis Urusan Haji, mereka menetapkan tempat penginapan dan katering serta memastikan akomodasi jemaah haji selama 40 hari beribadah Tanah Suci.
Pemilihan hotel dan penentuan restoran penyedia katering itulah yang ditengarai berbau korupsi. Komisi antikorupsi, menurut sejumlah sumber, telah menyita risalah dan berita acara berbagai rapat penentuan akomodasi yang dipimpin langsung Menteri Suryadharma ini.
Menurut Rustam Sumarna, Ketua Dewan Penasihat Himpunan Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah, yang terbiasa mengelola jemaah haji plus, mengurus penginapan di Arab Saudi lumayan ruwet. "Banyak calo dan sindikat yang menjadi penghubung dengan pemilik katering dan hotel," katanya.
Mochammad Jasin mengkonfirmasi, selama puluhan tahun menyelenggarakan haji, pemerintah selalu berhubungan dengan calo dan sindikat di Arab. Selain orang Indonesia yang telah bermukim di sana, kata dia, calo datang dari Tanah Air. Beberapa di antaranya anggota DPR yang terlibat sejak awal dalam membahas biaya haji dengan pemerintah.
Para pemeriksa dari Inspektorat Jenderal Kementerian Agama menemukan, dari 200.222 kamar yang dikontrak Kementerian Agama, hanya 194.311 yang terpakai. Ada 5.811 kamar yang tak diisi. Pada 10 Juli 2012, pemerintah dan DPR menyepakati ongkos haji sebesar US$ 3.617 atau 13.566 riyal, setara dengan Rp 33 juta. Jika biaya menginap selama 20 hari di Mekah 4.300 riyal, kerugian akibat selisih itu mencapai Rp 76 miliar.
Ini belum menghitung selisih harga pada pemondokan jemaah haji di luar radius Markaziah. Pada 2012, dari sebelas hotel yang ditempati jemaah haji Indonesia, ada 52.711 orang yang tinggal di penginapan dengan jarak lebih dari dua kilometer dari Masjidil Haram. Menurut sumber di Kementerian Agama, rata-rata harga pemondokan di luar radius itu 3.000 riyal. Akibatnya, kerugian menempatkan jemaah di luar Markaziah mencapai Rp 205,57 miliar. "Fee untuk calo di Mekah biasanya 100 riyal per anggota jemaah," katanya.
Di luar utak-atik soal harga, penggelembungan biaya haji juga terjadi pada pemilihan hotel. Karena melalui calo dan sindikat itu, hotel yang kualitasnya buruk, meski berada dalam radius Markaziah, tetap dibayar dengan harga hotel sekelas bintang tiga. "Ada 47 pemondokan yang masuk daftar hitam karena kualitasnya buruk tapi harganya sama dengan hotel kualitas bagus," kata Jasin.
Kepada KPK, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan sudah menyerahkan sepuluh rekening pejabat Kementerian Agama yang terindikasi mendapat uang pemondokan. Selain rekening Suryadharma, ada rekening Direktur Jenderal Anggito Abimanyu, beberapa anggota staf, dan pihak lain di luar Kementerian. "Biar KPK yang bertanya dari mana dan untuk apa aliran uang di rekening itu," kata Muhammad Yusuf, kepala lembaga itu.
Anggito dan Menteri Suryadharma menyatakan menyerahkan penyidikan perkara ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. "Silakan saja dibuktikan," kata Anggito. Adapun Suryadharma mengaku tak paham detail teknis pemilihan pemondokan jemaah haji. Setelah bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Senin pekan lalu, Suryadharma menulis surat pengunduran diri dari jabatan Menteri Agama.
DUGAAN korupsi juga terjadi dalam pencairan uang jemaah haji yang tersimpan di rekening Menteri Agama. Penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan, hingga 2012, setidaknya ada Rp 84,4 triliun uang setoran dari 2,5 juta anggota jemaah haji yang masuk daftar tunggu sejak 2004. Duit jumbo itu tersimpan di 206 rekening pada 27 bank.
Uang tersebut ditempatkan di rekening giro dan deposito. Pendapatan giro sampai Desember 2012 sebesar Rp 386 miliar, sementara total bunga deposito Rp 2,35 triliun. Ini uang setoran haji regular. Setoran jemaah haji khusus-atau dikenal dengan "ONH plus"-mencapai US$ 395 juta. Pendapatan giro dan bunga deposito dari simpanan itu US$ 6.513.486.
Selama sepuluh bulan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan melacak dan memilah rekening-rekening tersebut. Kepala PPATK Muhammad Yusuf lalu menyurati Lembaga Penjamin Simpanan untuk menanyakan status garansi pemerintah atas duit tersebut. Pada 16 Mei 2012, LPS membalas surat Yusuf dan menyatakan duit tersebut tak dijamin negara. "Kalau banknya ditutup, jaminannya cuma Rp 2 miliar," kata Yusuf.
Yang merisaukan Yusuf bukan hanya soal penjaminan, melainkan pemakaiannya. Ada sembilan pejabat Kementerian Agama yang punya hak menarik dan mentransfer uang di rekening-rekening itu: dari Menteri Agama, Dirjen Haji, Direktur Haji, hingga Bendahara Badan Penyelenggara Ibadah Haji. Masalahnya, uang tersebut berputar dan mengalir untuk banyak keperluan di luar urusan haji. Sebagian malah dicairkan oleh anggota staf di luar sembilan pejabat tadi.
Pencairan yang mencolok antara lain terlihat pada 20 Januari 2012. Dana sebesar Rp 885 miliar dialirkan ke rekening Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang dicantumkan sebagai ongkos pengangkutan dokumen jemaah haji. Ada juga beberapa kali proyek pembuatan iklan haji di televisi dan media cetak sebesar Rp 13,2 miliar untuk keperluan "pembangunan citra".
Ongkos operasional kantor wilayah Kementerian Agama di kabupaten dan kota, termasuk untuk membeli alat tulis kantor dan mebel, juga memakai setoran jemaah ini. Jumlahnya lumayan besar, sejak 2004 hingga 2011 mencapai Rp 335 miliar. Juga anggaran merehabilitasi Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, sebesar Rp 8,9 miliar. Tercantum pula dana pembuatan lapangan parkir.
Pengeluaran-pengeluaran tersebut tak wajar karena semestinya sudah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Indonesia Corruption Watch, yang menelisik pengeluaran biaya haji dan menyandingkannya dengan APBN pada 2009, menemukan duplikasi anggaran tersebut. Pada tahun itu, biaya-biaya penunjang penyelenggaraan haji disediakan negara sebesar Rp 428 miliar.
Achmad Djunaedi, Direktur Pengelolaan Badan Penyelenggara Ibadah Haji yang pensiun pada 2011, mengatakan penggunaan dana setoran haji itu tak memakai pokok simpanan, tapi diambil dari jasa giro dan bunga deposito. "Dan itu diatur oleh undang-undang yang diputuskan bersama dengan DPR dan disebut indirect cost," ujarnya.
Menurut Johan Budi Sapto Prabowo, juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, setoran haji yang terakumulasi dalam rekening Menteri Agama semestinya tak bisa dipakai untuk keperluan di luar kebutuhan pelaksanaan haji. "Renovasi asrama dan beli mobil operasional itu sudah disediakan APBN," katanya.
Mobil operasional itu tercatat dalam pencairan 30 Maret 2010, sebesar Rp 633 juta, untuk pembelian Honda City, dan pada 17 Januari 2012 ada aliran ke Indomobil sebesar Rp 878 juta. Pegawai Kementerian yang paling aktif mencairkan dan menerima transfer setoran haji itu bernama Ferrari. PPATK tak bisa melacak profilnya karena minimnya informasi identitas di bank. "Ia terpantau membeli mobil untuk keperluan pribadi," ujar Yusuf.
Selain Ferrari, banyak nama lain tercatat bolak-balik melakukan transaksi dengan informasi minim dan hanya mencantumkan nama panggilan. Ada 21 nama pejabat dan anggota staf Kementerian yang rekening pribadinya dialiri duit-duit tersebut. Pejabat tertinggi adalah Sekretaris Jenderal Bahrul Hayat, yang pensiun April lalu. Namanya terdeteksi PPATK menerima uang setoran haji kendati dia bukan pejabat yang punya hak mengelola duit itu. "Itu sudah lama, saya tak tahu soal BPIH," katanya kepada Reza Aditya dari Tempo.
Suryadharma mengatakan bunga dana setoran haji digunakan untuk peningkatan kualitas pelayanan haji. Ia mengklaim, komponen biaya yang awalnya dibayar jemaah kini dihapus. Misalnya asuransi Rp 100 ribu, biaya paspor Rp 255 ribu, juga ongkos pelayanan umum US$ 277 yang dibayarkan ke pemerintah Arab Saudi. Selain itu, kata dia, biaya makan di asrama haji Indonesia di Jeddah, Arafah, dan Mina gratis. "Tahun ini ada dua lagi yang digratiskan, yaitu biaya hotel dan makan selama di Madinah," tuturnya. "Ongkos haji menjadi turun."
Menurut Anggito, temuan PPATK itu telah ditanggapi kementeriannya dengan mengalihkan giro dan deposito ke sukuk dan obligasi syariah negara. Sebelum ia menjabat direktur jenderal, menurut Anggito, bendahara-bendahara proyek bisa mencairkan dan mentransfer duit di rekening tersebut. Ia mengaku tak paham kebijakan pengelolaan duit tersebut sebelum 2012. "Sekarang sudah tak ada transaksi mencurigakan lagi," ujarnya. "Mereka tak melakukan korupsi karena rekening mereka jadi transit saja."
Selain duit itu dipindahkan ke deposito dan sukuk yang tak bisa ditarik sewaktu-waktu, kata Anggito, biaya pendukung penyelenggaraan haji sudah dialihkan dalam mata anggaran di APBN. Menurut dia, sebelum perubahan kebijakan yang dilakukannya, dana APBN untuk operasionalisasi penyelenggaraan ibadah haji tak mencukupi. Anggaran direktoratnya kini Rp 500 miliar.
MUHAMMAD Yusuf menyimpulkan, Anggito Abimanyu termasuk pejabat yang ditengarai memiliki rekening mencurigakan. Lembaganya telah mengirimkan riwayat transaksi di rekening sang Direktur Jenderal ke KPK. Pada saat menggeledah kantor Kementerian Agama, penyidik komisi antikorupsi juga menyita laptop dan telepon seluler miliknya. Barang-barang itu kini disimpan di kantor komisi antikorupsi, di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja menduga Anggito terlibat dalam kisruh pelaksanaan haji yang berujung pada dugaan korupsi. Sebagai pejabat tertinggi yang mengurusi haji, menurut dia, Anggito semestinya memahami seluk-beluk pelaksanaan ibadah haji 2013 yang mengantarkan Suryadharma menjadi tersangka. Kata dia, "Tak hanya kloter haji, sebentar lagi akan ada kloter ke tahanan."
Bagja Hidayat, Riky Ferdianto, Febriana Firdaus, Muhammad Rizki, Nurul Mahmudah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo